Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Dua ...."
"Ti ... Ga...."
"Astagfirullah hal'azim!"
"Allahu Akbar!"
Nia jatuh pingsan begitu tirai di lepaskan, Wendi pun terduduk lemas sembari menangis terisak-isak
"Ibu!"
Nia jatuh pingsan setelah kejutan di buka depan matanya, dengan cepat orang-orang membopong Nia masuk ke dalam.
"Ibu!" pekik Widi ketika mendapatkan Ibunya tidak sadarkan diri.
"Tolong! Cepat bawa Ibu masuk ke dalam !" mohon Widi pada semua karyawannya.
Beberapa karyawan membopong Nia masuk ke dalam, baru saja Widi berdiri mengikuti karyawannya. Tiba-tiba saja Bapaknya jatuh terduduk.
"Bapak!" pekik Widi langsung berlari ke arah Bapaknya.
Hiks!
Wendi menangis terisak-isak melihat apa yang diberikan oleh Anaknya, ia tidak menyangka secepat itu dikabulkan oleh Widi.
"Bapak kenapa?" tanya Widi membopong Bapaknya hingga berdiri.
"Terima kasih nak, terima kasih!" ucap Wendi dengan terisak-isak, Widi tidak menjawab ucapan Bapaknya. Ia terus menuntun Bapaknya hingga masuk ke dalam.
Di dalam Nia tengah di sIbukkan seseorang agar segera siuman dari pingsannya, karyawan Widi terus menggosok minyak kayu putih ke hidung Nia.
Widi mendudukkan Pak Wendi di sebelah Bu Nia. Tidak berlangsung lama akhirnya Bu Nia ciuman dari pingsan, dengan rasa syukurnya Widi dan Pak Wendi melihat Bu Nia yang sudah bangun.
"Alhamdulillah."
"Alhamdulillah ya Allah."
Bu Nia memegang kepalanya yang sedikit pusing karena pingsan, ia mengedar pandangannya mencari sosok Widi. Begitu terlihat Widi di matanya dengan cepatnya Bu Nia melompat ke arah Widi dan memeluknya dengan erat.
"Widi!" isak Bu Nia langsung mendekap Widi dengan erat, Widi pun membalas pelukan Ibunya.
"Terima kasih banyak nak, Ibu tidak menyangka kalau kamu secepat itu mengabulkan harapan Bapak," ucap Nia sembari menangis tersedu-sedu.
"Semua apa yang diinginkan oleh Ibu dan Bapak akan Widi kabulkan, berdoa saja semoga rezeki Widi lancar ya Bu," ucap Widi.
.
.
.
"Argh!" Pekik Henti sembari menjambak rambutnya.
Henti kesal karna menjadi bahan olok-olokan temannya, ia pun tidak menyangka akan bernasib seperti itu. Sama seperti mamanya, Dela ngamuk besar melihat tetangganya pada menghina dirinya yang sama persis dengan pemulung.
"Ini semua gara-gara Widi!" pekik Dela yang tidak terima dengan kejadian tadi.
_Flashback on_
"Kenapa jadinya Mbak Henti dan nak Dela yang membersihkan sampah ini?"
"Bukankah Mbak Henti dengan keluarga yang anti melihat tumpukan sampah seperti ini?"
"Apa kamu lupa yang menyuruh kita membuang sampah ini itu siapa?"
"Jadi ceritanya senjata makan tuan gitu?"
Mereka pun ketawa bersama mendengar ucapannya, Henti pAlmas dingin melihat tingkah laku temannya yang menjadi bahan candaan mereka. Hidung Dela pun kembang kempis melihat tetangga yang mengejek mamanya sendiri, tanpa pikir panjang langsung saja Dela menyerang mereka dengan kesal.
"Kurang ajar!"
"Aw!"
"Berani sekali kamu melawan orang tua!" ia berteriak agar orang-orang menolongnya dari serangan Dela. Namun, ia tak mau kalah dan berbalik menyerang Dela.
"Mbak Henti jangan diam saja dong, bantuin!"
"Iya, anaknya kurang ajar banget sih!"
"Bagus Dela! Lawan terus!" pekik Henti yang bahagia melihat peperangan Dela dan temannya.
"Biarkan saja, ogah mau melerai mereka. Makanya jangan suka menghina orang rasain tuh!" seru Henti yang mendukung anaknya.
Namun, beberapa teman Henti berusaha melerai kerIbutan. Tanpa pikir panjang mereka ikut meny*rang Dela, sehingga Dela kewalahan melawan mereka yang banyak. Lantas Henti langsung turun tangan membantu Dela meny*rang temannya.
Beruntung ada warga lain yang lalu lalang di depan mereka, langsung saja mereka mencoba meleraikan dan sebagiannya memanggil Pak RT.
"Ibu-Ibu hentikan!" Bapak-Bapak memegang tangan Ibu-Ibu yang bertengkar, begitu juga dengan Henti dan Dela.
"Lepaskan saya!"
"Hei! Lepaskan aku!"
"Lepaskan tangan aku!"
Tak ada yang menggubrisnya, Bapak-Bapak tetap mempertahankan Ibu-Ibu hingga Pak RT tiba. Jika dengan Pak RT masalah emak-emak masih bisa di tangani olehnya.
"Pak RT, tolong kami!" pekik Bapak-Bapak yang tidak sanggup lagi menahan Ibu-Ibu yang sedang di puncak amarahnya.
"Astagfirullah, ada apa ini semuanya?" tanya Pak RT dengan bingung melihat kondisi warganya.
"Dia yang mulai dulu Pak RT!"
"Dia Pak RT!"
"Hei bocah ingusan! Jangan berani menuduh orang tua ya!"
"Apa lu bilang? Aku bukan bocah ingusan lagi!" pekik Dela, ia pun berontak ingin mengajarnya lagi. Namun, tenaganya kalah kuat dengan laki-laki yang menahan tangannya.
"Sudah-sudah, tolong hentikan Ibu-Ibu!"
_Flashback off_
Dela sampai tidak konsentrasi untuk bekerja, ia terus mengingat kejadian kemarin yang membuatnya benar-benar jengkel. Apalagi ia mendapatkan ucapan yang tak pantas dari tetangganya sendiri, seperti yang di alami keluarga Widi dulu.
Setibanya di kantor, Dela kembali bersemangat melihat laki-laki yang ia cintai berada di kantor tempat ia bekerja. Ya, laki-laki incaran Dela Anak dari pemilik perusahaan tersebut. Bahkan ia meyakinkan diri bahwa laki-laki itu hanya boleh dimiliki dirinya sendiri tanpa ada wanita lain yang mengambilnya.
"Selamat pagi Pak," ucap Dela dengan senyum mesem sembari memainkan mata genitnya.
"Hem."
Meskipun atasannya sangat dingin, ia tetap berusaha mengambil hatinya apapun caranya.
"Pak Denis benar-benar dingin banget ya, tapi aku gak boleh nyerah sampai di sini!" gumam Dela yang sedang menatap punggung tegap Pak Denis.
"Hei, lihatin apa sih?" senggol Alma teman kantor Dela.
"Apa sih, kepo deh!" jutek Dela melihat Alma dengan tatapan sinis.
"Pasti lu habis lihat Pak Denis, iya kan?" goda Alma sembari mencolek dagu Dela.
"Kalo iya kenapa? Masalah buat lo?" ketus Dela kembali duduk di kursi miliknya.
"Kalo gue sih gak masalah, yang masalah itu lu," jawab Alma dengan melipatkan tangan di depan dadanya, sembari duduk di meja Dela.
"Gue? Apa maksud lu?" bingung Dela.
"Kamu pasti tahu kan, Pak Denis itu orangnya seperti apa? Bahkan banyak cewek-cewek di luaran sama menyerah dengan sikapnya yang dingin." Alma berusaha membuat temannya sadar dari dunia halu.
"Dan gue bukan perempuan di luaran sama, untuk kali ini gue yakin dia pasti jatuh cinta sama gue!" ucap Dela dengan percaya diri yang tinggi.
"Lu yakin?" tanya Alma memastikan ulang ucapan Dela.
Dela mengangguk dengan senyuman bahagia.
"iya gue yakin!" jawab Dela dengan angkuh.
"Ya terserah lu dah, gue mau balik kerja lagi," Alma mengibas tangannya ke udara, ia pun udah jengah dengan ucapan Dela yang terlalu tinggi.
"Lihat saja, gue akan membuktikan bahwa Dela pantas menjadi nyonya!" gumamnya lagi dengan ketawa yang tiada henti, membayangkan hidup menjadi orang kaya.