NovelToon NovelToon
Tumbal Jenazah

Tumbal Jenazah

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Iblis / Hantu / Tumbal
Popularitas:42.3k
Nilai: 5
Nama Author: dtyas

Gita, putri satu-satunya dari Yuda dan Asih. Hidup enak dan serba ada, ia ingat waktu kecil pernah hidup susah. Entah rezeki dari Tuhan yang luar biasa atau memang pekerjaan Bapaknya yang tidak tidak baik seperti rumor yang dia dengar.

Tiba-tiba Bapak meninggal bahkan kondisinya cukup mengenaskan, banyak gangguan yang dia rasakan setelah itu. Nyawa Ibu dan dirinya pun terancam. Entah perjanjian dan pesugihan apa yang dilakukan oleh Yuda. Dibantu dengan Iqbal dan Dirga, Dita berusaha mengungkap misteri kekayaan keluarganya dan berjuang untuk lepas dari jerat … pesugihan.

======
Khusus pembaca kisah horror. Baca sampai tamat ya dan jangan menumpuk bab
Follow IG : dtyas_dtyas

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 ~ Mimpi

“Gita, tolong Ibu!” Asih mengulurkan tangannya.

“Bu, aku takut, Bu,” sahut Gita sambil terisak. Entah ia berada di mana, semua gelap. Hanya terlihat Ibunya melambaikan tangan dengan raut wajah sendu.

“Gita, anak Ibu. Selamatkan dirimu,” ujar Asih masih melambaikan tangannya. Gita berteriak melihat sosok pocong di belakang tubuh Asih.

“Ibu! Bapak, tolong Ibu!” teriak Gita. Kemana Bapaknya di kala Ibunya memerlukan pertolongan.

“Gitaaa!” teriakan Asih semakin lirih dan hilang bersamaan dengan tubuh Asih yang melesat bersama sosok pocong tadi.

“Ibu!” Gita terbangun langsung beranjak duduk dengan nafas terengah dan tubuh berkeringat. Detak jantungnya berdebar dua kali lebih cepat, seolah ia baru saja melakukan olahraga.

Apa yang dia alami hanya mimpi, tapi terasa nyata. Ibunya berteriak minta tolong. Melihat jam dinding, ternyata sudah lewat tengah malam bahkan sudah hampir pukul tiga pagi. Gita mengusap kening dan lehernya yang basah karena keringat dan meraih ponsel yang disimpan di atas nakas.

Hendak menghubungi Asih, tapi urung. Lebih baik menunggu pagi, khawatir malah mengganggu istirahat wanita itu. Kembali merebahkan tubuhnya yang masih lemas dan lelah karena mimpinya tadi, Gita membuka pesan dari Dirga.

[Udah tidur, Git?]

Pesan yang dikirim jam sepuluh, tadi malam. Sepertinya ia sudah terlelap saat menerima pesan itu.

[Kalau ada apa-apa, hubungi gue ya]

Pesan kedua, di waktunya tidak jauh dari pesan sebelumnya.

[Iya, mas. Terima kasih] Balas Gita.

Tidak lama ponselnya bergetar padahal baru saja ingin dikembalikan ke atas nakas. Balasan lagi dari Dirga.

[Lo nggak bisa tidur?]

“Bukan aku yang nggak bisa tidur, Mas Dirga gini hari masih melek,” gumam Gita lalu membalas pesan, mengatakan ia terbangun karena mimpi buruk. Saran dari Dirga agar Gita sholat malam.

Bukan saran yang buruk, Gita pun melakukan arahan dari Dirga. Bersujud untuk menentramkan hatinya dan berdoa untuk kebaikan semua yang terlibat dalam hidupnya termasuk Dirga. Tanpa Gita tahu, kalau Yuda dan Asih diwaktu yang sama sedang gundah karena tumbal yang gagal. Menunggu balasan dan akibat yang akan mereka terima, bahkan bisa saja Gita pun terlibat.

***

“Mau kemana, Mas?” tanya Asih. Sejak ritualnya semalam, ia dan Yuda tidak tidur. Merenung dan memikirkan apa yang akan terjadi. bahkan terlihat wajah lelah dan lesu, bukan hanya Asih, tapi Yuda juga.

“Mbah Kiyut, aku harus kembali ke sana.”

“Aku ikut, mas.”

“Jangan, kamu tunggu di sini,” elak Yuda berjalan menuju lemari mengambil jaketnya. Tubuhnya masih belum nyaman dan kegiatan semalam bahkan sampai tidak tidur membuat tubuhnya tidak baik.

“Aku takut mas, seperti ada yang mengawasi.” Asih berdiri di belakang Yuda.

“Asih, jangan seperti anak kecil. Ini sudah siang, kamu bisa minta Minah atau Nina menemani kamu. Jangan rewel, sebaiknya kamu bersihkan pekarangan depan juga mobil, jangan sampai orang curiga.”

Yuda meninggalkan rumah, padahal hari masih pagi untuk aktivitas. Dengan tubuh lelah dan lemas, Asih berniat membersihkan mobil yang dipakai untuk mencuri jenazah semalam. Bukan hanya mobil yang harus dibersihkan, tapi juga area carport mulai dari pagar. Semua kotor dengan tanah kuburan yang lengket terbawa ban mobil.

Baru separuh pekerjaan, Minah dan Nina menghampiri untuk membantu. Meski bingung dengan kekacauan yang ada.

“Ibu sepertinya tidak sehat, sebaiknya ibu istirahat.”

Asih mengangguk pelan, ia meninggalkan kedua asisten rumah tangganya yang masih menatap heran. Bukan hanya pada kondisi Asih, tapi kondisi rumah itu. banyak tanah mulai dari pagar rumah sampai carport. Mobil yang baru saja bersih karena dicuci asal oleh Asih.

Sampai kamar, Asih merebahkan diri setelah mengambil figura foto keluarga kecilnya. Jendela kamar itu sama sekali belum dibuka, gorden pun masih rapat. Penerangan masih dari lampu kamar. Entah mengapa air mata Asih menetes saat meraba foto wajah Gita. Seperti ada kisah pilu yang akan mereka lewati.

“Maafkan Ibu, semua kami lakukan karena kami sayang kamu. Semoga ada yang bisa menyelamatkan kamu, sayang.” Asih memeluk pigura foto itu sambil memejamkan mata dan terisak.

Krek.

Terdengar suara pintu berderit, Asih membuka mata dan beranjak duduk. Matanya ia kucek untuk memastikan apa yang ia lihat. Khawatir air mata membuat pandangannya salah dan kabur. Nyatanya pintu lemarinya memang terbuka, seingat Asih lemari itu belum lama dibeli. Masih kokoh dan penguncinya masih berfungsi.

Klek

Kedua mata Asih terbelalak, melihat sosok keluar dari balik pintu lemari. Sosok itu melompat pelan, dengan kain lusuh dan lima ikatan tali. Pocong, bagaimana mungkin di kamarnya ada pocong dan ini sudah pagi.

Klek.

Pandangan Asih beralih ke arah lain. Entah dari mana sosok itu muncul lagi, bukan hanya satu ada beberapa. Beberapa pocong dalam kamarnya. Perlahan ia menggeser duduknya, merasa terdesak dengan keberadaan sosok-sosok tersebut.

“Mas Yuda,” ucapnya lirih masih dengan rasa ketakutan luar biasa.

Asih mengingat ucapan Mbah Kiyut, kalau ritual tumbal tidak boleh terlambat dan gagal. Bahkan ingin mengakhiri pun ada nilai yang harus terbayar.

Pocong-pocong itu melompat ke arahnya, bau apek dan bau bangkai menguar membuat dada Asih sesak.

“Per-gi!” rasanya ia berteriak, nyatanya hanya dalam hati.

Kakinya seperti ditarik membuat tubuhnya terbanting kembali berbaring. Pigura yang ia peluk terlepas, kedua tangannya memegang leher yang terasa mencekik. Hanya suara erangan pelan yang keluar dari mulut Asih. Entah apa atau siapa yang mencekiknya sampai terasa begitu menyakitkan.

Kilasan momen saat ia bersama Gita kecil membuat air matanya menetes.

Gita, ucap Asih dalam hati.

Tubuhnya melenting seperti orang kayang, lalu terhempas ke dinding dan terjatuh ke lantai. Terus berulang sampai tak bernyawa. Kepalanya terluka, lehernya terlihat bekas cekikan dan beberapa bagian tubuhnya patah.

***

Yuda tiba di kediaman Mbah Kiyut, sepi dan berantakan. Seperti rumah tidak bertuan. Seingatnya, ia kesana dua hari yang lalu bersama Asih. Mengetuk pintu dan menyapa, tidak ada yang keluar. cukup lama menunggu, bahkan sempat mengitari rumah itu.

Yuda sempat menatap langit saat melihat burung gagak terbang sambil berkoak, langit hitam pun beriringan seakan menggantikan kecerahan dengan mendung dan siap hujan.

Ada orang datang menggunakan motor, berhenti tepat di belakang mobil Yuda. “Cari siapa, mas?”

“Mbah Kiyut, beliau kemana ya?”

“Mbah Kiyut, bapak saya. Sudah beberapa hari ini kondisinya tidak baik, saya ajak tinggal di rumah pun tidak mau. Kemarin pagi saya kemari, dia sudah nggak ada.”

“Nggak ada, kemana?” Yuda mengira Mbah Kiyut pindah atau pergi dari rumah.

“Meninggal, mas.”

“Hah.” Yuda mengusap wajahnya.

“Dia pernah pesan, kalau sudah tidak ada. Sesekali saya harus kemari, akan ada orang yang mencarinya.”

Yuda terlihat resah, perantara pesugihannya adalah Mbah Kiyut. Sekarang ia gagal memberikan tumbal, berharap Mbah Kiyut bisa membantu. Nyatanya pria itu sudah kembali ke yang maha kuasa.

“Bapak juga pesan, agak susah kembali ke jalan yang benar kalau sudah tersesat. Saya tidak paham maksudnya apa.”

“Mas, bisa bantu saya?” tanya Yuda sambil mencengkram kedua bahu anak mbah Kiyut. “Mas ini anaknya Mbah, pasti bisa bantu.”

“Kalau masalah klenik, mistis, juga pesugihan. Maaf, saya tidak bisa. Sebaiknya Mas cepat pulang, sudah mau hujan.”

“Argh.”

Sedangkan di tempat berbeda, Gita menjatuhkan gelas yang tiba-tiba lepas dari tangannya. Seperti mendengar suara ibunya memanggil. Dadanya pun terasa sesak.

Sudah siap berangkat kuliah, bahkan sudah rapi. Semalam ia tidak jadi menghubungi Asih karena khawatir mengganggu istirahat ibunya.

"Ibu kenapa ya, semalam mimpi buruk tentang ibu," gumam Gita. Melakukan panggilan, dua kali menghubungi belum dijawab. Terdengar klakson mobil, sepertinya Ikbal sudah menunggu.

"Iya, bentar," ucap Gita meski tidak didengar Ikbal.

 

1
maya ummu ihsan
baru ingat sama Tuhan
Rinisa
👍🏻👍🏻👍🏻
Rinisa
Syerem
Rinisa
Di Mulai teror nya...
Rinisa
judul & gambar nya bikin merinding, aku baca karya ini terakhir. . 🙊🙈
Rinisa
Seru & menenangkan...👍🏻
Rinisa
Horor terakhir yg blm ku baca...
🥰Siti Hindun
Aamiin..
🥰Siti Hindun
tegang euyyy
🥰Siti Hindun
demen banget sih tatap²an sama poci, Git🤭
🥰Siti Hindun
jadi inget celetukan ponakan aku waktu kecil, dia pernah nanya gini sama aku. bi kalo ada setan yg nama'y kuntilanak berarti ada juga dong kuntilindung?🤣🤣🤣🤣
🥰Siti Hindun
seru loh kak, untung aku baca'y jam segini. g kebayang gimana jadi'y kalo aku baca malem²
🥰Siti Hindun
begitulah manusia. ketika kita susah dn membutuhkan bantuan dari mereka yg kita dapat malah hinaan dn cacian.
🥰Siti Hindun
tatap-tatapan sama poci? siapa berani🤣🤣
🥰Siti Hindun
coba minta bantuan ma tu pocong Yud, jan cuma liatin doang😅
🥰Siti Hindun
baru mampir aku kak
estycatwoman
very nice 👍💯😊
Wisell Rahayu
baru mampir thoor masih menyimak😀
Hariyanti Katu
Aamiin🤲🤲
Hariyanti Katu
mantaf
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!