Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Dengan perasaan tidak menentu Alvin terpaksa meninggalkan toko oleh-oleh, karena sudah satu jam berputar-putar tidak menemukan Sifa. Dia mengamati setiap motor yang berebut jalan berharap ada Sifa di antara pengendara motor itu, tetapi sudah hampir tiba di rumah belum juga menemukan Sifa.
"Apa mungkin Sifa main ke rumah temanya?" Tanya Alvin tanpa mengalihkan pandanganya dari trotoar dengan harapan Sifa pun meĺalui jalan kecil tersebut.
"Di lingkungan rumah, Sifa tidak mempunyai teman dekat Tuan" Perto mengatakan jika teman Sifa kebanyakan teman kuliah.
"Sebaiknya kamu katakan kepada Siti, supaya bertanya ke teman-temannya, Per" Alvin berharap Siti mengenal salah satu teman Sifa atau setidaknya tahu nomor handphone mereka.
"Baik Tuan, kalau begitu saya turun di depan saja" Perto akan berboncengan motor dengan Siti, dan hendak mencari Sifa ke kampus.
Perto turun dari mobil Alvin ketika tiba di depan rumah Sifa. Mereka memutuskan untuk berpisah mencari Sifa ke arah yang berbeda.
"Jika kamu sudah tahu di mana Sifa, cepat kabari saya" pungkas Alvin ketika Perto hendak mendorong pagar.
"Tentu saja Tuan" Perto masuk ke dalam pagar.
Sementara Alvin melanjutkan perjalanan ke Kamila Jaya Kosmetik. Dalam perjalanan ia masih berpikir positif, mungkin saja Sifa ke kantor karena ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan.
Tiba di lobby, Alvin menatap wanita yang sedang mengepel lantai. Ia hafal betul jika wanita itu bersahabat dengan Sifa. Untuk itu ia segera menemui Marlina.
"Mbak apa Sifa sudah tiba di kantor?" Tanya Alvin tidak menunjukkan rasa paniknya.
"Saya membersihkan ruangan Sifa sudah satu jam yang lalu Tuan, tetapi saat itu Sifa belum datang" Marlina menuturkan satu jam yang lalu, tetapi tidak tahu untuk saat ini. Marlina lalu menemui satpam yang tidak jauh dari tempat itu diikuti Alvin.
"Pak, Sifa sudah tiba di ruangan belum?" Marlina bertanya kepada satpam ketika tiba di lobby gedung perusahaan.
"Saya belum tahu" satpam pun baru saja tiba, karena dia sift jam 8 pagi.
"Kalau gitu antar Tuan Alvin ke ruangan Sifa, Pak" Marlina minta tolong, karena setelah ini ia akan membersihkan ruangan lain.
"Mari saya antar Tuan" Satpam menyilakan Alvin berjalan lebih dulu, lalu dia mengikuti Alvin hingga tiba di depan ruangan, Alvin masuk sendiri tapi tidak ada siapapun di sana.
"Kamu kemana Sifa?" Alvin lantas bersandar di meja kerja menghubungi seseorang.
***************
Di dalam gubuk, seorang wanita baru sadar dari pingsannya. Dia adalah Sifa, tubuhnya dalam keadaan terikat di tiang kayu dengan posisi bokong duduk di lantai tanah, kedua kakinya selonjor. Dia pandangi sekeliling gubuk yang berdinding bilik tersebut, seperti tidak asing dengan tempat itu. Sepi, seperti tidak ada penghuninya.
"Astagfirullah... kakiku sakit" Sifa meringis ketika bergerak kaki kanan bagian bawah terasa nyeri. Luka memar di tangan dan kaki pun terasa perih. Sifa ingat ketika sedang dalam perjalanan mencari oleh-oleh pagi tadi, di tengah perjalanan motornya dipepet dua motor besar yang dikendarai oleh dua orang pria. Sifa masih teringat ketika tubuhnya jatuh dari motor dan menghantam aspal. Entah apa yang terjadi setelah itu hingga akhirnya berada di tempat ini pun Sifa tidak tahu, bahkan motor kesayangannya saat ini entah di mana.
"Alvin" Sifa seketika ingat Alvin, sudah pasti calon suaminya itu kebingungan mencarinya. Ia melirik tas slempang di pundak yang ia bawa ketika berangkat pagi tadi, tetapi tidak ada. Padahal ia hendak menghubungi Alvin ketika ada kesempatan bebas dari ikatan. Namun, tas tersebut sudah tidak berada di pundak tentu saja handphone juga lenyap.
"Bukanya ini rumah dukun palsu itu?" Batin Sifa ketika memindai sekeliling, tidak ada siapapun di tempat itu, termasuk dukun palsu itu sendiri. Sifa menoleh ke belakang di mana tangannya diikat di kayu penyangga tempat tidur tua yang kosong. Tempat tidur jaman dulu, kasur tipis seperti tempe karena sudah usang dimakan jaman. Sarung kumal tanpa dilipat bau tidak sedap pun terendus dari kain yang Sifa duga untuk selimut mbah dukun.
Tidak ada aroma dupa seperti ketika Sifa beberapa bulan yang lalu menyatroni tempat ini, tetapi selain bau kasur mbah Wardoyo yang tidak pernah dicuci entah berapa lama, dari arah lain terendus bau bangkai membuat perut Sifa mual.
"Hai... siapapun kamu di sana, bebaskan saya" Sifa berteriak tetapi tidak ada sahutan, selain terdengar suara jangkrik.
"Ini pasti ulah Felix" Sifa menduga-duga, siapa lagi yang berusaha mencelakainya selain Felix, sebab selama ini Sifa tidak pernah mempunyai musuh.
"Aku harus melepaskan diri" Sifa terus bermonolog lantas menarik tangannya sekuat tenaga agar ikatan lepas.
Krek.... kreek.... kreeek... Bruk!
Bukan hanya ikatan yang lepas, tetapi tempat tidur yang sudah dimakan sesek itu runtuh. Pada akhirnya Sifa berhasil menarik tangannya cepat sebelum tertimpa reruntuhan.
"Aku harus pergi dari sini" Sifa hendak berjalan ke arah pintu dengan cepat, tetapi rupanya kakinya sakit sekali untuk berjalan.
"Ya Allah... rupanya kakiku terkilir ketika di jalan tadi" Sifa mengurungkan niatnya untuk membuka pintu ke luar, tetapi duduk di jongkok kayu yang sudah kelimis sering dipakai. Sifa sudah bisa menebak bahwa jongkok tersebut sering untuk duduk mbah dukun.
Sifa memijit perlahan-lahan kakinya sendiri sambil menatap ke arah pintu. Tidak bisa dia bayangkan jika para penculik itu akan berbuat jahat. Bagaimana mau melawan dalam keadaan terluka seperti itu.
"Meoong..." Suara kucing entah darimana datangnya tiba-tiba sudah berada di sebelah Sifa lalu mengendus dupa yang sudah mengering. Bukan kucing tersebut yang menjadi perhatian Sifa, tetapi Sifa memegang tempat pembakaran dupa itu sudah berdebu. Itu artinya mbah dukun sudah beberapa hari tidak membakar kemenyan.
"Kemana perginya Mbah Dukun?" Batin Sifa bergejolak ingin tahu. Apa mungkin mbah dukun bersekongkol dengan Felix untuk menyekapnya di tempat ini? Bulu-bulu Sifa merinding membayangkan kedua pria yang satu pintar tetapi keblinger nyatanya percaya dengan dukun palsu, dan yang satu lagi raja penipu, demi uang sampai membohongi banyak orang. Sifa khawatir kedua pria itu menggunakan kesempatan ketika kaki Sifa sulit untuk berjalan lalu berbuat yang tidak-tidak.
Membayangkan hal itu Sifa bertekad ingin membebaskan diri, entah bagaimana caranya. Ia berjalan merambat meja dan kursi yang sudah tertutup debu. Ketika melewati depan kamar yang hanya ditutup dengan kain. Bau busuk semakin menyengat berasal dari kamar itu, Sifa pun tertarik untuk melihat ke dalam. Tangannya dia angkat hendak menyingkap penutup kamar, tetapi menurunkan kembali. Bayangkan mbah dukun di dalam sana sedang memuja dedemit itu yang membuat Sifa ngeri. Namun, rasa penasaran mengalahkan segalanya, hingga Sifa memberanikan diri menyibak kain dan melongok ke dalam.
"Aaagghhh..." Sifa berteriak setelah melihat sesuatu di dalam kamar tersebut.
...~Bersambung~...