Aku tidak pernah menginginkan semua musibah ini terjadi. Bagi ku semuanya terasa salah, pernikahan ini, hubungan kami, semuanya. Aku menikah dengan David karena berlandaskan perjodohan semata. Namun aku tahu kakak ku dan David memiliki hubungan khusus. Bagaimana bisa aku menjalani pernikahan ini setelah menikung cinta kakak ku sendiri?
Aku tidak bisa. Aku harap semua ini berakhir. Tapi aku tidak berharap kecelakaan ini terjadi. Semuanya menjadi serba salah sekarang... aku harap aku bisa mengubah dan menyusun ulang segalanya sekarang. Aku harap, aku sangat berharap... semuanya bisa terulang kembali...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Olive Oil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
“Lihat ’kan? David tuh emang nggak suka ceritain masalahnya ke orang lain. Tapi mungkin suatu saat nanti ia akan terbuka padamu. Ia akan dengan berani menceritakan segala lukanya padamu. Jadi begini, kurang lebih kondisi David sama seperti kakak. Bisa dikatakan ia mendapat perlakuan berbeda di rumahnya. Mama David dan ayahnya bercerai, kemudian ayahnya menikah lagi dengan janda anak satu. Anaknya itu kini menjadi kakak tirinya David. Karena itu, David terkadang tidak nyaman berada di rumah keluarganya. Namun ayahnya tetap membanggakannya dan selalu mendorong David agar bisa meneruskan perusahaan keluarga mereka, sama seperti kakak ’kan? Tapi bedanya… cerita David lebih sedih. Mama kandungnya masih ada, kalau kakak ’kan sudah tidak ada. Mama kandung David itu orangnya lumayan liar, senang berpesta, dan suka menjelekkan keluarga mantan suaminya. Ayah David sudah melarang David untuk tidak mendekatinya. Tapi David tetap menganggapnya sebagai Mamanya. Tapi Mamanya hanya memanfaatkan David. Setiap mereka bertemu, mamanya selalu ingin memeras uang David. Walau begitu, David tetap memberikannya walau ia tidak pernah sekalipun di anggap sebagai anaknya. David nggak pernah mengeluh kan? Bawaannya selalu diam. Tapi kakak selalu yakin, setiap kali melihatnya… pikiran David itu selalu penuh. Penuh dengan masalah yang selalu ia simpan sendiri. Apa kamu tahu Tara? Sudah sejak dulu… David berkonsultasi dengan psikolog.”
…
Tuk.
Aku membolak balikkan gelas berwarna krem di tanganku agar keseluruhannya bisa terbilas oleh air keran. Setelah selesai, aku mengelapnya hingga kering dengan kain lap kemudian menaruhnya di rak piring. Usai bertemu dengan kak Tasya, aku kemudian pulang. Jam menunjukkan 12 siang. Beberapa saat aku pulang, kak Tasya menghubungiku kembali, memberitahukan bahwa David barusan menghubungi dia untuk bertanya dimana keberadaanku. David juga bilang ke kak Tasya kalau ia barusan bertemu dengan Mama kandungnya. Padahal kami barusan membahasnya, tapi kenapa? Kenapa David malah mencari lukanya sendiri? Hah. Ini membuatku tidak tenang. Dimana dia?
“Tara,”
Aku berpaling cepat ke arah pintu dapur, terpegun. “ah, David! Kemana aja? Kan aku udah bilang kalau aku bentar lagi pulang. Pasti nyusulin aku ke tempatnya kak Tasya kan,” todongku cepat.
“Enggak kok, aku barusan beli ini, nih,” David melangkah ke meja makan lalu menaruh bungkusan kecil di sana. Aku membukanya.
“Bubur? David, ini udah siang loh,”
“Yah, habisnya Cuma ini yang ada pas aku joging tadi.”
Aku membulatkan bibirku lalu tersenyum manis, “nggak apa-apa, nggak ada larangan kan makan bubur di siang hari. Oke deh, Makasih ya,”
“Iya.”
“Kenapa?”
“Hem?” David mendongak, “apanya?”
“Kenapa wajahnya kelihatan sedih?”
“Hem? Enggak kok,”
“Beneran habis dari joging kah?” tanyaku curiga. Walaupun aku sudah tahu jawabannya.
“Iya…”
“Hem…” aku melipat kedua tanganku. David hanya mengerjap melihatku. “tahu nggak obat dari sedih… jawabannya 3 huruf!”
“Apa?”
“Salah!”
David terkekeh, “bukan, maksudnya apa jawabannya?”
“Usaha dong! Itu loh… yang biasanya Masha lakuin ke Bear-nya.”
“Masha? Sejenis makanan kah?” Aku tertawa. David ikut menyunggingkan senyum kecil. “aku menyerah, apa jawabannya?”
Aku berdecak, “jawabannya hug! Pelukan! Kalau lagi sedih obatnya selain makanan manis yah di peluk. Biasanya aku sering di peluk kak Tasya kalau lagi sedih. David mau di peluk?”
“Apa?” David cengo. Aku ikutan bego, apa-apaan yang barusan aku katakan?
“Ahh… lupain, lupain, kita beli pisang cokelat aja ya! Aku biasanya makan itu kalau lagi sedih.” David tersenyum manis, ia berjalan mendekatiku. Menggeser kursi makan yang menghalangi kami lalu detik berikutnya, lengan David sudah melingkar di pinggangku lalu memelukku erat. Tubuh besarnya seakan menangkup tubuhku yang kecil. Rasanya aneh, tapi lama kelamaan terasa aman. Nyaman. Hangat.
“Terima kasih Tara.”
“I, iya… sama-sama.” aku menjawab canggung. ”tapi ini karena kamu lagi sedih ya, bukan karena apa-apa,”
“Iya, sebagai seorang teman kita butuh yang namanya support system.”
“Nah, benar!” aku menyetujui. Aku pikir kami cukup lama berpelukan. Beberapa menit berlalu, pelukan kami tidak kunjung lepas. Jujur aku tidak keberatan, siapa yang tahu kan meski sedikit, beban David ikut terlepas. Dia adalah orang penting di perusahaannya, dengan adanya masalah keluarga yang ikut membebani pikirannya, sehingga tidak heran jika membuatnya sampai berurusan dengan psikolog.
“Kalau aku sedih… aku butuh hug Tar,”
“Iya… bilang aja ke aku, ntar aku peluk kok. Mau di puk-puk juga boleh,”
David terkekeh, “nggak perlu di ingati. Aku… akan selalu mencarimu. Bahkan jika kamu tidak ketemu, aku akan selalu bisa menemukanmu.”
….