"Jadi pacarku dan kau langsung tandatangani kontrak ini"
Tubuh Freya benar-benar membeku ketika mendengar suara Tuan Muda yang terdengar dingin dan pemarah ini. Tuan Muda arogan yang tiba-tiba melemparkan surat kontrak untuk menjadi pacarnya. Entah apa maksudnya, namun Freya juga tidak bisa menolaknya. Karena memang dia sudah melakukan kesalahan yang besar yang tidak mungkin bisa mengganti rugi dengan uangnya.
Biarlah dia ganti rugi dengan hidupnya.
Arven yang mempunyai penilaian sendiri terhadap semua wanita, mulai di patahkan oleh Freya. Selama gadis itu menjadi pacar kontraknya, banyak hal yang ditemukan Arven dalam kehidupannya. Pemikiran dia tentang wanita, yang tidak semuanya benar.
Entah bagaimana kisah mereka selanjutnya..? Mungkinkah akan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah? Kisah dengan perbedaan status sosial yang tinggi juga akan menjadi penghalang utama hubungan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#20# Aku Akan Menjaga Freya
Sementara Freya yang berada di dalam kamar dan baru saja selesai berganti pakaian, dia hanya duduk diam di depan meja rias dengan helaan nafas panjang. Perlahan dia mengambil alat makeup yang ada di atas meja rias itu. Seolah memang Arven sudah menyediakan semuanya disana untuk digunakan Freya jika ada hal mendadak seperti ini.
Ah, untungnya aku sering melihat Haura berdandan. Jadi sekarang bisa untuk memoleskan alat makeup ini.
Dengan kemampuan seadanya, Freya memulai memoles wajahnya. Dia hanya menggunakan makeup seadanya yang bisa dia gunakan sesuai yang pernah dia lihat ketika Haura menggunakan alat makeup itu. Mencatok rambutnya agar lebih rapi, Freya benar-benar tampil tidak seperti dirinya sendiri saat ini.
"Menjadi pacar Tuan Muda memang agak sulit ya, harus selalu terihat tampil elegan dan cantik. Kalau tidak pastinya akan menjadi gunjingan banyak orang karena merasa tidak cocok"
Lagi, Freya hanya menghembuskan nafas pelan, karena memang dirinya yang juga tidak bisa melakukan apapun selain menurut. Mau bagaimana pun memang dirinya yang di bayar untuk melakukan apa yang diperintahkan Tuan Muda. Apalagi sekarang Arven yang telah memenuni semua kebutuhannya sejak Freya berhenti bekerja.
Freya keluar dan tersenyum pada Arven dan juga Mama. Dia harus memulai aktingnya sekarang, dia duduk di sofa tunggal yang ada disana.
"Maaf ya Tante, tadi penampilanku enggak banget deh. Abisnya aku lagi masak, jadi ganti baju dulu aja" ucap Freya.
"Ah iya Sayang, tidak papa. Tapi kalau keluar jangan sampai berpenampilan seperti itu ya. Takutnya ada yang kenal dengan Arven dan nanti mereka malah nyangka kamu pembantunya lagi" ucap Mama sambil tertawa pelan.
Arven langsung menatap Freya yang langsung terdiam dengan wajahnya yang sedih. Mungkin dia cukup tersinggung dengan ucapan Mama barusan karena memang penampilannya sehari-hari seperti itu. Sangat sederhana dan tidak ada menarik sama sekali.
"Ah, iya Tan tenang saja. Freya tidak mungkin keluar rumah pakai baju seperti pembantu seperti itu" ucap Freya sambil tersenyum, meski tatapan matanya benar-benar tidak bisa membohongi jika dia sedih dengan keadaan ini.
"Em, kalau gitu sekarang ayo kita makan saja. Masakan Freya takutnya malah keburu dingin" ucap Arven yang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
Freya tersenyum dan mengangguk, segera dia mengajak Mama untuk pergi ke ruang makan. Masakan Freya yang sudah berjejer rapi di atas meja. Freya yang berinisiatif untuk mengambilkan makanan untuk Arven dan juga Mama.
"Terima kasih Sayang" ucap Arven sambil tersenyum pada Freya.
Freya hanya tersenyum dan segera duduk, dia mulai memakan makanannya dengan hening. Ucapan Mama beberapa saat lalu masih terngiang dalam dirinya membuat dia tidak bisa berpikir jernih. Entah kenapa hatinya merasa begitu sakit.
"Oh ya Arven, ada undangan bisnis dari rekan kerja kalian. Tadi mengirim undangannya ke rumah. Kalian datang ya" ucap Mama.
Kalian? Freya sedikit berpikir, tidak ada orang lain lagi disana selain mereka bertiga. Jadi kata kalian yang disebutkan Mama adalah dirinya dan Arven. Sungguh, sebenarnya Freya tidak ingin ikut, karena memang dia tidak biasa untuk datang ke sebuah pesta seperti itu.
"Kapan Ma?" tanya Arven.
Freya hanya menatap Arven yang fokus pada makanannya, sementara Freya yang sudah tegang sendiri jika memang dia harus datang ke acara itu.
"Lusa, kamu dan Freya harus datang ya. Tidak enak kalau sampai kita tidak datang kesana"
Arven hanya mengangguk, dia biasa saja karena memang selama ini sudah terbiasa dengan undangan pesta dari rekan kerjanya seperti ini. Namun sepertinya Arven lupa siapa Freya yang terlahir dari keluarga biasa saja. Sekarang Freya yang sedang kaget dan bingung harus bagaimana cara menolak agar dia tidak ikut datang ke pesta itu.
Aaa.. Aku ingin menolaknya, tapi tidak mungkin aku menolaknya saat ada Nyonya disini.
Freya yang sedang tegang dan kebingungan sendiri dengan bagaimana cara dia bisa menolak untuk pergi ke undangan bisnis itu. Karena sungguh Freya tidak ingin membuat Arven malu nanti.
Setelah makan siang bersama, Mama segera pulang karena dia ada jadwal arisan bersama teman-temannya. Sempat mengajak Freya untuk pergi bersamanya. Namun beruntungnya, Arven seolah mengerti kalau Freya tidak mungkin ingin pergi bersama Ibunya. Terlihat sekali senyuman tegang Freya.
"Ma, jangan ganggu waktu aku bersama pacarku. Kenapa malah Mama mau ajak dia ke acara Mama, padahal aku dan Freya sangat jarang sekali mempunyai waktu bersama seperti ini selain akhir pekan saat aku tidak ke Kantor" ucap Arven.
Mama tertawa pelan, seolah jelas melihat binar penuh cinta dan kebahagiaan di wajah Arven. Tentu saja dia sangat senang melihat kebahagiaan di wajah anaknya itu.
"Yaudah kalau begitu, kalian bisa mempunyai waktu bersama mulai sekarang. Tapi ingat ya, jangan sampai melakukan hal diluar batas, Mama tidak akan mengampuni kalau sampai kalian melakukan hal yang lebih. Tapi kalau memang sudah tidak tahan, langsung saja menikah" ucap Mama dengan petuahnya sebagai seorang Ibu.
Uhuk..uhuk..
Freya langsung terbatuk-batuk mendengar ucapan Mama barusan. Menikah? Ah, tidak pernah terpikirkan oleh Freya jika dia akan menikah dengan kekasih kontraknya ini. Karena pacaran mereka saja hanya sebatas kontrak, mana mungkin bisa sampai menikah. Rasanya sangat tidak mungkin.
"Iya Ma, tenang saja, aku akan menjaga Freya" ucap Arven dengan menahan senyumnya melihat wajah tegang kekasihnya itu.
"Baguslah, kalau begitu Mama pergi dulu ya. Kalian baik-baiklah disini"
Arven hanya mengangguk, barulah setelah Mama pergi dia langsung melepaskan tawanya melihat wajah Freya yang masih terlihat tegang. "Kau tegang sekali? Apa takut kalau tiba-tiba aku nikahi?"
Freya terbelalak mendengar hal itu, dia tahu bagaimana kekasihnya yang selalu saja asa bicara, padahal Freya juga tahu kalau Arven tidak mungkin sampai menikahinya. Tahu kalau hubungan mereka hanya sebatas kontrak saja.
"Em, Sayang, bagaimana kalau di acara pesta itu aku tidak usah ikut saja" ucap Freya, sekalian mengalihkan pembicaraan dan ingin menolak ajakan Arven ke acara pesta itu.
Arven merangkul bahu Freya dan membawanya ke dalam pelukan, mengecup puncak kepala Freya dengan lembut. "Kau tidak perlu takut. Datang kesana juga kau sebagai pandampingku, jadi tidak akan ada yang berani mengganggu kamu"
Bisa lepaskan aku tidak, Tuan? Jantungku sudah tidak aman. Kenapa juga dia harus melakukan hal seperti ini, padahal jelas sekarang hanya berdua. Kenapa harus seperti ini.
Freya tidak bisa berpikir lagi untuk mencoba membujuk Arven agar dia tidak ikut ke acara pertemuan bisnis itu. Posisinya sekarang malah membuat Freya sangat gugup sampai tidak bisa untuk banyak berpikir agar dirinya bisa membujuk Arven untuk tidak datang ke acara pesta itu.
Hingga akhirnya Freya benar-benar tidak akan bisa menolak lagi.
Bersambung