Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 5
Zoya langsung menarik diri dari pelukan si kakak. Wajahnya terlihat sangat tak percaya dengan apa yang baru saja kupingnya dengar.
"Apa? Kabur? Kak Juan bercanda?" Nada tak percaya langsung terdengar dari ucapan Zoya barusan. "Jangan main-main, kak-- "
Juan langsung menyentuh kedua bahu adiknya. Tatapan penuh dengan keyakinan dia perlihatkan.
"Hanya itu satu-satunya cara yang bisa kamu lakukan jika kamu tidak ingin menikah engan Arya, Aya. Tidak ada lagi cara lain."
"Jika kamu tidak pergi, maka kamu akan tetap menikah. Papa tidak akan bisa kita yakini untuk merubah keputusan yang telah dia ambil. Ditambah lagi, kami semua yang sudah tahu kesalahan masa lalu Arya. Mana mungkin papa akan mau menuruti permintaan mu. Dan lagi, hanya itu pula cara yang kakak bisa bantu. Yang lain tidak ada."
Zoya terdiam. Benaknya bekerja dengan keras. Mencerna setiap kata yang baru saja kakaknya ucap. Memang benar, hanya itulah satu-satunya cara yang bisa dia lakukan jika dia tidak ingin menikah dengan calon suaminya. Tidak akan pernah ada cara lain lagi.
Menginginkan papanya untuk mengubah keputusan adalah hal yang mustahil. Karena menurut mereka, kesalahan Arya tidaklah penting. Karena kesalahan itu adalah kisah masa lalu yang sudah mereka ketahui dari jauh dari lagi.
Beberapa saat berpikir, Zoya lalu mengangkat wajahnya untuk melihat sang kakak. Tatapan mata yang penuh dengan dilema. Keyakinan yang sedang terpecah belah. Semua terlihat dari raut wajah wanita ini.
"Tapi, kak. Apakah aku bisa melakukan hal ini?"
"Tidak ada cara lain untuk menolak pernikahan ini, Aya. Jika kamu tidak bisa, maka pilihannya adalah menikah."
Zoya menatap lekat wajah sang kakak. Sesaat kemudian, dia tarik napas dalam-dalam. Bayangan saat dia melihat calon suaminya bersama ibu dari anak si calon suami membuatnya tidak kuat untuk bertahan. Meski dia tahu, dia akan menyakiti hati kedua orang tuanya dengan pilihan yang akan dia ambil. Tapi Zoya lebih tidak kuat untuk tetap melanjutkan pernikahan. Karena dirinya tidak akan bisa menerima sang suami yang sebelumnya telah memiliki anak dengan pria lain meski mereka tidak menikah. Karena itu akan mengganggu cerita pernikahan yang akan dia jalani.
"Kak Juan. Aku ingin pergi. Aku ingin lari. Tidak ingin tetap di sini, lalu bersanding dengan mas Arya. Tidak ingin," ucap Zoya kini sambil menjatuhkan buliran bening kembali.
Juan mengangguk pelan. Dia tahu hanya dengan melihat wajah si adik. Luka hati adiknya terlalu besar. Gadis yang selalu ceria itu kini sedang sangat-sangat terpukulnya. Sudah berulang kali dia menangis. Matanya sampai terlihat bengkak. Senyum yang selalu terpancar kini mendadak sirna. Yang ada hanya air mata. Bagaimana Juan bisa tetap menyaksikan hal itu dari adiknya. Karena hatinya akan sangat terluka.
Yah. Walau taruhannya adalah berhadapan dengan kedua orang tuanya. Juan akan tetap mengambil resiko besar agar adiknya bisa kabur. Meski setelahnya, dialah yang akan menerima amarah dan amukan kedua orang tuanya saat tahu Zoya kabur dari rumah untuk menghindari pernikahan, Juan akan tetap menghadapinya.
"Jangan menangis lagi, Zoya. Ada kakak di sini. Kakak akan lakukan apa yang kakak bisa. Kamu tenang saja." Juanda berucap sambil menyeka air mata yang jatuh ke pipi adiknya. Senyum manis dia paksakan untuk dia perlihatkan pada si adik. "Ada kakak yah. Jangan sedih. Jangan nangis."
"Kak Juan."
Zoya menghambur ke dalam pelukan kakaknya kembali. "Terima kasih, kak."
Juan membelai lembut rambut adiknya yang sedang tergerai. "Kamu adikku. Satu-satunya saudara yang aku miliki. Senyummu adalah bahagiaku, Aya."
Beberapa saat berpelukan, Juan melepaskan pelukan itu terlebih dulu.
"Sekarang, jangan buang-buang waktu lagi. Bersiap-siaplah. Kemasi barang-barang mu. Kakak akan urus yang lainnya. Ayo!"
Zoya mengangguk mantap tanda mengerti. Berat sebenarnya yang hatinya rasakan. Tapi, lebih berat pula saat dia memikirkan hari di mana dia menikah dengan pria yang sebelumnya memang dia cintai, tapi sekarang, sangat tidak ingin dia nikahi. Karena wajah perempuan itu, kata-kata yang perempuan itu ucapkan terdengar sangat memberatkan perasaan Zoya.
Zoya tidak ingin menikah dengan pria yang sudah punya anak di masa lalu. Punya anak, meskipun tidak menikah, hal itu akan jadi bahan menyakitkan untuk menjalani rumah tangga.
Masalahnya bukan cuma punya anak saja. Ibu dari anak itu juga masih ada. Perempuan yang pernah hadir dalam hidup calon suaminya, yang pernah menjadi harapan untuk hidup bersama, yang pernah mempunyai mimpi dan cita-cita. Zoya tidak akan kuat jika memikirkan bagaimana nantinya wanita itu hadir saat dia sudah berumah tangga bersama Arya.
Wanita itu mungkin akan datang untuk mengganggu. Dia akan merasa lebih tersakiti ketika anak dari wanita itu memanggil suaminya 'papa'. Padahal, suaminya sama sekali tidak menikah dengan wanita tersebut. Bagaimana dia bisa tetap menikmati hidup jika sewaktu-waktu, masa lalu calon suaminya itu menjadikan anak mereka sebagai senjata untuk mendekati suaminya?
Ah, sudahlah. Zoya tidak sanggup untuk menjalani kisah pahit ini. Arya bukan duda tapi malah punya anak. Kalau begitu, lebih baik dia menikah dengan duda saja sekalian. Sudah jelas kisah masa lalunya. Tapi, tentu saja dia akan memilih duda yang istrinya tidak lagi hidup. Karena jika masih hidup, jatuh kisahnya akan sama saja.
Sementara itu, di sisi lain, Arya sedang melamun di teras lantai dua rumahnya. Lampu remang-remang yang ada di tempat tersebut, kegelapan malam yang juga sangat mendukung. Arya terdiam sambil menatap gelapnya langit malam. Segelap apa yang sedang hatinya rasakan saat ini.
Kejadian menakutkan yang selama ini selalu dia pikirkan, akhirnya terjadi juga. Masa lalunya yang selalu dia jaga. Pada akhirnya terbongkar juga.
Tidak, Arya sebenarnya tidak ingin menutupi masa lalu itu. Hanya saja, dia tidak sanggup untuk membayangkan pasangannya memberikan penolakan setelah tahu kisah masa lalu hidupnya. Tapi pada akhirnya, sebuah rahasia tetap akan terbongkar bukan?
Arya sejujurnya ingin mengungkapkan hal itu pada Zoya. Tapi bukan sekarang saatnya. Dia akan bercerita, tapi setelah dirinya menikah. Karena setelah Zoya jadi istrinya, meskipun ditolak, Zoya tetap sudah ada di sisinya. Tapi sekarang, pernikahaan yang hanya tinggal satu minggu saja lagi sedang di ambang kehancuran.
Zoya tidak ingin menikah dengannya setelah tahu kisah masa lalunya. Inilah yang sangat amat ia takutkan selama ini. Masa lalunya tidak bisa di terima oleh pasangannya.
Arya menarik napas dengan berat seolah ada beban yang menindih dadanya. Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar mendekat ke arah Arya berada.
"Arya. Di sini kamu ternyata."
Arya menoleh ke samping, di mana suara langkah kaki yang baru saja dia dengar, juga suara lembut dari seorang wanita yang baru saja mengajaknya bicara.
"Mama."
"Ish, apa-apaan kamu ini, Arya? Kok lampu di sini gak kamu hidupin sih?"
lanjut kak...
semngat....
sdah mampir...
semoga seru alur critanya...
semngat kak ...