NovelToon NovelToon
The Story Of Jian An

The Story Of Jian An

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:571
Nilai: 5
Nama Author: NinLugas

Pada abad ke-19, seorang saudagar China yang kaya raya membawa serta istri dan anaknya menetap di Indonesia. Salah satu anak mereka, Jian An, tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berwibawa. Ketika ia dewasa, orang tuanya menjodohkannya dengan seorang bangsawan Jawa bernama Banyu Janitra.

Pada malam pertama mereka sebagai suami istri, Banyu Janitra ditemukan tewas secara misterius. Banyak yang menduga bahwa Jian Anlah yang membunuhnya, meskipun dia bersikeras tidak bersalah.

Namun, nasib buruk menghampirinya. Jian An tertangkap oleh orang tidak dikenal dan dimasukkan ke dalam sumur tua. berenang di permukaan air sumur yang kini tidak lagi berada di abad ke-19. Ia telah dipindahkan ke kota S, tahun 2024. Dalam kebingungannya, Jian An harus menghadapi dunia yang jauh berbeda dari yang ia kenal, berusaha menemukan jawaban atas misteri kematian suaminya dan mencari cara untuk kembali ke masa lalu yang penuh dengan penyesalan dan rahasia yang belum terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

Saka bergegas bangun, berusaha membuyarkan pikiran yang mendalam dan aneh tentang Jian An. Ia berjalan cepat ke jendela, menyandarkan tubuhnya pada bingkai kaca yang dingin. Udara pagi yang segar mencoba menenangkan kegelisahan dalam dirinya, tapi setiap detak jantung yang cepat hanya semakin mengingatkannya pada tatapan Jian An yang begitu intens. Ada sesuatu dalam diri wanita itu yang membuatnya terperangkap dalam kekhawatiran dan kebingungan yang tak bisa ia jelaskan. Saka memutar otaknya, berusaha mencari alasan yang rasional atas perasaan yang datang begitu tiba-tiba.

Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. “Jangan overthinking,” bisiknya dalam hati, mencoba memfokuskan diri pada tugas dan peran yang ada di depannya. Ini hanya pernikahan kontrak, itu yang selalu ia katakan pada dirinya sendiri. Tapi mengapa perasaan itu tak bisa diabaikan begitu saja? Mengapa kedekatan mereka terasa semakin kuat? Saka memejamkan matanya sejenak, mencoba mengusir semua kerumitan dalam pikirannya.

Sementara itu, Jian An yang masih berdiri di dekat pintu, merasa canggung dan tak tahu harus berbuat apa. Ia memerhatikan Saka yang tampak begitu terburu-buru, mencoba menanggalkan ketegangan di antara mereka. “Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” pikirnya. Jian An ingin menjelaskan, tapi kalimat itu seperti terhenti di lidahnya. Mungkin ia juga bingung, apa yang seharusnya ia rasakan dalam situasi ini. Tapi, melihat Saka yang mencoba menghindari kontak mata, ia merasa semakin tidak tahu harus bagaimana.

Dengan langkah yang agak ragu, Jian An mendekat, membuka pembicaraan. "Saka... apakah kamu baik-baik saja?" Suaranya terdengar lembut, mencoba menenangkan situasi. Ia ingin memastikan bahwa Saka tidak merasa terganggu dengan keberadaannya, meskipun ia juga merasa canggung. Namun, dalam hatinya, ia tak bisa mengabaikan rasa penasaran yang semakin besar terhadap pria ini—pria yang sepertinya berperan lebih dalam hidupnya daripada yang ia kira.

Saka menoleh dengan sedikit terkejut mendengar suara Jian An. Namun, setelah melihat wanita itu dengan tatapan lebih dalam, ia akhirnya menghela napas dan memberikan senyuman kecil, meskipun masih ada ketegangan yang tersisa di dalam dirinya. "Aku baik-baik saja," jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan. "Cuma... ada banyak hal yang harus dipikirkan." Ia menatap Jian An sejenak, berharap kata-katanya cukup untuk meredakan ketegangan yang ada. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa perasaan itu perasaan yang sulit dijelaskan masih mengganggunya.

Pagi itu, suasana ruang makan di rumah kakek Saka terlihat elegan dan penuh kehangatan. Meja panjang dengan berbagai hidangan disiapkan untuk menyambut mereka yang hadir. Jian An dan Saka sudah duduk di meja, mengenakan pakaian yang rapi dan bersih. Jian An tampak sedikit canggung, matanya sesekali melirik ke arah Saka yang duduk di depannya. Ada ketegangan di udara, meski mereka mencoba berusaha terlihat santai. Saka terlihat lebih tenang daripada semalam, namun masih ada keraguan yang tampak jelas di matanya.

Tak lama setelah mereka duduk, pintu ruang makan terbuka, dan kakek Saka, yang sudah terlihat lebih tua dan bijaksana, masuk dengan langkah tenang. Di sampingnya, ibu tiri Saka, seorang wanita berpenampilan anggun dengan senyum yang ramah, mengikuti masuk ke ruangan. Mereka berdua duduk di meja makan, dan Saka segera berdiri untuk menyapa mereka. Kakek dan ibu tirinya memberikan senyum dan anggukan sebagai tanda hormat kepada Saka dan Jian An.

Saka merasa sedikit canggung, namun ia mencoba untuk berbicara dengan tegas, memperkenalkan Jian An kepada keluarganya. "Kakek, Ibu," kata Saka dengan suara yang mantap, "ini istri saya, Jian An. Kami telah menandatangani surat perjanjian pernikahan sesuai dengan yang telah disepakati." Ia menatap mereka satu per satu, berharap penjelasannya cukup jelas. Ada sedikit kecanggungan di antara mereka, namun Saka berusaha untuk membuat suasana menjadi lebih tenang.

Kakek Saka mengangguk dengan penuh perhatian, meskipun ekspresinya tidak begitu mudah terbaca. "Ah, makan yang banyak, agar aku bisa dapat cucu lagi," kata Kakek dengan suara yang dalam, namun tidak ada emosi berlebih di balik kata-katanya. Ibu tiri Saka tersenyum ramah dan berkata, "Senang bertemu denganmu, Jian An. Semoga kita bisa saling mengenal lebih baik."

Jian An merasa sedikit tertekan, namun ia berusaha menunjukkan senyum yang ramah, meskipun hatinya berdebar. Ia tidak tahu bagaimana harus berperilaku di hadapan keluarga Saka. "Senang bertemu dengan Anda," jawabnya dengan suara lembut, berusaha menjaga etika meski hatinya masih diliputi kebingungan dan rasa asing terhadap situasi ini. Ia menyadari, meskipun ini pernikahan kontrak, ia harus menghormati semua yang ada di sekitar Saka, termasuk keluarganya.

Jian An merasa ada yang berat di dadanya saat mendengar kata-kata ibu tiri Saka, meskipun mereka baru pertama kali bertemu. Ada bayangan masa lalu yang tak bisa ia hindari, mengingatkan pada saat-saat yang penuh tuduhan dan ketidakadilan. Dulu, ibu tiri Banyu juga menuduhnya sebagai pembunuh Banyu, sebuah tuduhan yang tidak pernah bisa ia hapus dari ingatannya. Perasaan cemas itu datang lagi, menggerogoti ketenangannya, dan membuat hatinya serasa terhimpit. Ia mencoba menahan diri, tidak ingin menunjukkan kelemahan di depan keluarga Saka.

Tapi seiring berjalannya waktu, Jian An menyadari bahwa meskipun ibunya tiri Banyu dan ibu tiri Saka tampak serupa, situasi mereka berbeda. Meski ada kesamaan dalam peran mereka, cara keduanya memperlakukan dirinya tidaklah sama. Ibu tiri Banyu selalu melihatnya dengan kecurigaan, sementara ibu tiri Saka tampak lebih terbuka dan menerima kehadirannya. Meskipun demikian, bayangan masa lalu tetap menghantui Jian An, membuatnya merasa takut jika ada orang yang masih akan menuduhnya seperti yang dilakukan ibu tiri Banyu.

Saka, yang mungkin tidak sepenuhnya memahami apa yang sedang dialami Jian An, tetap memperhatikan ekspresi wajahnya yang berubah. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganjal, namun ia tidak tahu bagaimana harus membantu. Ia hanya berharap agar Jian An bisa merasa lebih nyaman di sini, meskipun semuanya terasa asing baginya.

Ibu tiri Saka, yang melihat perubahan kecil di wajah Jian An, memutuskan untuk memecah keheningan. "Jian An, kamu pasti sangat lelah setelah perjalanan panjang, bukan? Kami sangat senang kamu sudah tiba di sini," ucapnya dengan senyum hangat, mencoba mencairkan suasana yang sedikit tegang.

Namun, meskipun ibu tiri Saka berusaha mencairkan suasana, Jian An merasa terjebak dalam perasaan yang sulit ia jelaskan. Ia tidak bisa sepenuhnya melupakan masa lalu, namun ia berusaha untuk fokus pada kenyataan sekarang. Ia tidak ingin sejarah itu kembali menghantuinya, tetapi entah kenapa, bayangan itu terus mengejar.

"Maaf aku harus ke kamar kecil," ucap Jian An tidak dapat menahan air matanya, dia berlari ke arah toilet, Saka bingung dengan apa yang terjadi dengan Jian An.

Saka merasa kebingungan dan sedikit khawatir melihat reaksi Jian An yang tiba-tiba melarikan diri begitu saja. Ia sempat ingin mengikutinya, namun rasa ragu menghalanginya. Jian An tampak begitu terguncang, dan itu membuat Saka merasa ada yang salah, meskipun ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah beberapa saat, Saka memutuskan untuk mengikutinya. Ia berjalan perlahan menuju kamar mandi, mengetuk pintu dengan hati-hati, mencoba mencari tahu apakah Jian An baik-baik saja. "Jian An, apakah kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut dari luar pintu, berharap suaranya bisa menenangkan.

Di dalam kamar mandi, Jian An mencoba mengendalikan diri, menarik napas dalam-dalam. Air mata yang tidak bisa ia tahan mengalir begitu saja, membasahi pipinya. Ia merasa begitu rapuh, terjebak antara dua dunia—dunia masa lalu yang penuh luka dan dunia sekarang yang penuh kebingungan. Ia ingin menangis lebih lama, melepaskan semua yang selama ini ia pendam, namun di saat yang sama ia tidak ingin menampilkan kelemahannya di depan orang lain, apalagi di depan Saka.

Saka berdiri di luar pintu kamar mandi, menunggu dengan sabar. Ia merasa tidak enak jika memaksa Jian An untuk keluar, namun di sisi lain, ia juga ingin memastikan kalau Jian An baik-baik saja. Saka tidak tahu harus bagaimana, ia hanya bisa berharap bahwa Jian An akan merasa lebih baik setelah waktu berlalu.

Setelah beberapa menit yang terasa panjang, Jian An membuka pintu kamar mandi perlahan, mencoba tersenyum meskipun air mata masih membekas di wajahnya. "Maaf, aku tidak tahu kenapa aku bisa seperti ini," ujarnya dengan suara pelan, merasa canggung setelah menangis begitu lama.

1
yanah~
Mampir kak, tulisannya rapi, enak dibaca 🤗
¶•~″♪♪♪″~•¶
semangat kk/Determined//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!