Alika tidak pernah menyangka kehidupannya akan kembali dihadapkan pada dilema yang begitu menyakitkan. Dalam satu malam penuh emosi, Arlan, yang selama ini menjadi tempatnya bersandar, mabuk berat dan terlibat one night stand dengannya.
Terry yang sejak lama mengejar Arlan, memaksa Alika untuk menutup rapat kejadian itu. Terry menekankan, Alika berasal dari kalangan bawah, tak pantas bersanding dengan Arlan, apalagi sejak awal ibu Arlan tidak menyukai Alika.
Pengalaman pahit Alika menikah tanpa restu keluarga di masa lalu membuatnya memilih diam dan memendam rahasia itu sendirian. Ketika Arlan terbangun dari mabuknya, Terry dengan liciknya mengklaim bahwa ia yang tidur dengan Arlan, menciptakan kebohongan yang membuat Alika semakin terpojok.
Di tengah dilema itu, Alika dihadapkan pada dua pilihan sulit: tetap berada di sisi Adriel sebagai ibu asuhnya tanpa mengungkapkan kebenaran, atau mengungkapkan segalanya dengan risiko kehilangan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Arya Menyadari
Mulya menatap Adriel yang duduk nyaman di pangkuan Alika, jemarinya yang kasar sedikit bergerak, seolah ingin mengelus kepala bocah itu, tetapi ia menahannya. Rasa penasaran akhirnya membuatnya bertanya,
"Adriel ini... siapa?"
Arlan yang duduk di samping Alika menoleh, kemudian dengan tenang menjawab, "Dia putraku. Sejak usianya dua hari, Alika telah menjadi ibu susu dan ibu asuhnya. Adriel tak mau diasuh oleh siapa pun selain Alika."
Mulya mengangguk pelan, memerhatikan bagaimana bocah kecil itu begitu nyaman di dalam dekapan Alika, seolah memang seharusnya berada di sana. Setelah beberapa saat diam, akhirnya ia kembali bertanya, suaranya terdengar lebih hati-hati,
"Jadi... karena itu kau ingin menikahi Alika?"
Arlan menatap Mulya dengan mata yang teguh, bibirnya melengkung tipis sebelum menjawab dengan mantap, "Tentu saja tidak."
Mulya mengernyit, sementara Alika sedikit menegang di tempatnya.
"Saya sudah lama menyimpan perasaan pada Alika," lanjut Arlan, suaranya dalam dan penuh keyakinan. "Jadi saya menikahinya bukan semata-mata karena Adriel, tapi juga karena diri saya sendiri."
Alika yang mendengar pernyataan itu tanpa sadar menoleh, menatap Arlan dengan perasaan campur aduk. Ada kehangatan yang merayapi dadanya, tetapi juga kebingungan dan ketidakpastian yang membayangi hatinya. Ia tak menyangka Arlan akan mengungkapkan perasaannya di depan keluarganya seperti ini.
Mulya terdiam, mencerna jawaban Arlan, sementara Tari yang menyaksikan percakapan itu, mencoba memahami situasi yang baru saja berkembang di hadapan mereka.
Maya mengepalkan tangan di atas pahanya saat mendengar Arlan mengungkapkan perasaannya terhadap Alika di depan keluarga. Ia sendiri tak pernah mendapatkan pengakuan seperti itu dari pria yang ia cintai. Namun Alika?
Mulya menghela napas pelan, menatap Alika dan Arlan dengan ekspresi sulit ditebak. Setelah beberapa saat, akhirnya ia berkata,
"Jika kalian memang saling mencintai, aku hanya bisa memberikan restu."
Alika merasa napasnya sedikit lega mendengar kata-kata itu, meskipun ada ketegangan dalam dadanya. Sementara itu, Tari ikut bersuara, senyumnya tulus ketika berkata,
"Aku doakan semoga kalian selalu bahagia, Alika, Arlan, Adriel... dan anak-anak kalian kelak."
Alika tersenyum kecil, menunduk hormat kepada neneknya. Namun, di sisi lain ruangan, Maya tetap terdiam tanpa kata. Matanya sedikit menyipit, perasaan tidak nyaman menyelinap ke dalam hatinya. Ada rasa iri yang mulai merayap di dalam dadanya. Kenapa putrinya selalu mendapatkan keberuntungan?
Dulu, Rudy yang diam-diam ia sukai lebih memilih Alika. Sekarang, setelah berpisah dengan Rudy, Alika malah akan menikah dengan pria yang jauh lebih tampan dan gagah dari mantan suaminya. Dari penampilannya saja sudah jelas, Arlan bukan pria biasa. Penampilannya berkelas, wibawanya kuat, dan jelas lebih kaya dari Rudy. Bahkan putra sambung Alika, Adriel, adalah anak yang tampan, membuatnya semakin membandingkan hidupnya dengan putrinya sendiri.
Tiba-tiba, suara tangisan pecah dari dalam rumah.
Semua mata menoleh ke arah suara itu, dan detik berikutnya, seorang anak kecil berusia sekitar satu tahun keluar dari dalam kamar, menangis sambil mencari Maya.
Anak itu memiliki kulit yang kering, bersisik, dan kemerahan, ciri khas ichthyosis kongenital. Kulitnya tampak lebih menebal di beberapa bagian, membuatnya terlihat berbeda dari anak-anak lain seusianya. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena ia terlahir prematur, lebih bulan, atau akibat faktor genetik dari hubungan sedarah dan perselingkuhan yang dilakukan Maya.
Maya membeku di tempatnya, wajahnya memucat karena malu saat anak itu berjalan tertatih-tatih menghampirinya, tangannya terulur, menangis memanggilnya, "Ibu..."
Keheningan menyelimuti ruangan.
Tari yang tak tega melihatnya segera bangkit dari duduknya dan menghampiri anak itu, menggendongnya dengan penuh kasih sayang, menenangkan tangisannya.
Arya, Arlan, dan Alika masih terpaku, memproses pemandangan yang baru saja mereka lihat. Raut wajah mereka menunjukkan keterkejutan sekaligus rasa kasihan melihat kondisi anak itu.
Di sisi lain, Adriel yang masih berada di pangkuan Alika mulai merengek ketakutan. Bocah itu menggeliat gelisah, menyembunyikan wajahnya di dada Alika, seolah merasa tidak nyaman dengan sosok yang baru ia lihat.
Alika mengusap punggung Adriel untuk menenangkannya, tetapi di dalam hatinya, ia pun dilanda perasaan campur aduk. Ia menatap ibunya, mencari jawaban dalam ekspresi wanita itu. Namun, Maya tetap diam, rahangnya mengeras, seakan menahan sesuatu dalam dirinya.
Ruangan terasa semakin mencekam, dengan berbagai emosi yang bergulat dalam diri masing-masing orang.
Arya menatap anak kecil di gendongan Tari, menghela napas berat. Ini pertama kalinya ia melihat anak hasil perselingkuhan Maya dan Rudy secara langsung.
Anak itu tidak bersalah, tidak tahu apa-apa, tetapi harus menanggung konsekuensi dari dosa orang tuanya. Perasaan kasihan menyelinap di hati Arya. Ia kemudian melirik Mulya yang tertunduk diam, ekspresinya sulit ditebak.
Arya tahu, semua ini tidak akan terjadi jika Mulya tidak menyembunyikan aibnya. Jika saja Mulya berani mengungkapkan kebenaran sejak awal, Alika tidak akan menikah dengan pamannya sendiri. Maya pun tidak akan sampai terjerumus ke dalam perselingkuhan dengan menantu sekaligus adik seayahnya sendiri.
Suasana di dalam ruangan semakin tegang dan tidak nyaman.
Adriel semakin rewel dalam pangkuan Alika, tubuhnya gelisah seakan menangkap ketegangan di sekitar mereka.
Merasa situasi tidak lagi kondusif, Arlan akhirnya angkat bicara dengan nada tenang namun tegas.
"Kami hanya ingin meminta restu," katanya. "Dan kami tentu berharap kehadiran Kakek, Nenek, dan juga Ibu dalam pernikahan kami."
Ia melirik Alika yang tampak ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Namun, karena Adriel sudah lelah, kami pamit dulu."
Alika ikut berdiri, matanya kembali memandang kakek, nenek, dan ibunya. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tetapi situasinya tidak memungkinkan.
Adriel semakin rewel, memegangi erat bajunya, membuatnya tidak sempat menyalami keluarganya satu per satu. Dengan sedikit terburu-buru, ia mengikuti Arlan menuju pintu keluar.
Arya yang keluar belakangan berhenti sejenak di ambang pintu.
Ia menatap Maya yang masih terpaku di tempatnya, lalu berkata dengan nada peringatan,
"Tolong biarkan putriku bahagia. Jangan ganggu kebahagiaannya."
Tatapannya tajam menusuk ke arah Maya.
"Aku tidak akan tinggal diam jika kali ini ada yang mencoba mengusiknya."
Bukan tanpa alasan Arya berkata seperti itu.
Sejak tadi, ia sempat melihat bagaimana Maya menatap Alika, Adriel, dan Arlan dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ada sesuatu di sana, bukan hanya keterkejutan atau keterpaksaan, tetapi juga iri yang begitu kentara.
Dan Arya tidak akan membiarkan sejarah terulang.
Maya masih terdiam, hatinya terasa bagai ditusuk sembilu mendengar kata-kata Arya. Ia tahu, Arya melihat tatapan irinya pada Alika, dan lebih dari itu, Arya juga menyadari perasaannya yang sebenarnya.
Seolah Alika hanyalah anak Arya.
Tapi... bukankah itu kenyataannya?
Maya tak bisa menyangkal, sejak Alika lahir, ia tak pernah benar-benar menyayangi dan merawatnya dengan tulus. Saat kecil, Alika lebih banyak diasuh oleh Arya, Tari, dan Mulya.
Dan kini, setelah bertahun-tahun berlalu, ia sadar betapa jauhnya jarak di antara mereka.
Ia tak bisa berharap Alika masih menganggapnya sebagai ibu.
Apalagi, perbuatannya yang berselingkuh dengan Rudy telah menghancurkan semuanya. Ia tahu, bukan hanya rumah tangganya dengan Arya yang hancur, tapi juga hubungan ibu dan anaknya.
Tari menghela napas berat, memandangi Alika yang kini sudah berdiri di sisi Arlan.
Dalam hatinya, ia berdoa.
"Semoga cucuku bahagia…"
Sementara itu, Mulya tetap terdiam di tempatnya. Pandangannya kosong, pikirannya penuh dengan penyesalan yang tak pernah benar-benar hilang.
Semua yang terjadi hari ini adalah hasil dari keputusan-keputusan yang ia buat di masa lalu.
Dan kini, ia hanya bisa berharap… bahwa Alika akhirnya menemukan kebahagiaan yang dulu tidak bisa ia berikan.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
sungguh aku sangat-sangat terkesan.....
TOP MARKOTOP BUAT AUTHOR
semoga rejeki nya berlimpah.......
tetap semangat kak ...meski gak dapat reward yakinlah ada rezeki yang lain yang menggantikan .
sehat slalu dan rejeki lancar berkah barokah . aamiin 🤲
ditunggu karya selanjutnya kak Nana .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
di tunggu karya terbaru nya 🥰❤️❤️❤️❤️
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍