Apakah masih ada cinta sejati di dunia ini?
Mengingat hidup itu tak cuma butuh modal cinta saja. Tapi juga butuh harta.
Lalu apa jadinya, jika ternyata harta justru mengalahkan rasa cinta yang telah dibangun cukup lama?
Memilih bertahan atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Amplop sumbangan
"Non Mala, katanya mau mengajak pesta kebun ya?" tanya bibi dari belakang sehingga mengejutkan Mala.
Gadis itu segera menghapus air matanya. Tak ingin bersedih terlalu lama.
"Iya bi, minta tolong siapkan semuanya ya." Mala menoleh pada beberapa asisten rumah tangganya yang sudah siap membawa semua perlengkapan yang diminta Mala.
"Siap non." balas bibi sambil membawa tikar dan menggelarnya di bawah pohon belimbing yang rindang.
Asisten rumah tangga lainnya, meletakkan makanan, minuman dan cemilan di atas tikar tersebut.
"Mau bikin rujak, atau lotis ngga non, biar saya panjat buah belimbing itu." tawar Mahes.
"Wah, cocok itu Mas. Siang-siang begini rasanya makin seger kalau makan makanan yang asam-asam manis. Biar bibi buatkan sambelnya. Mau toh non?"
"Iya bi, Mala mau." Wanita itu mengangguk sambil tersenyum sumringah.
Mahes dengan cekatan memanjat pohon, lalu memetik buah berwarna hijau kekuningan itu.
Happ.. Ia pun melompat turun dengan mudah, sambil menenteng seplastik buah belimbing.
"Arghhh.... Hati-hati Mahes." pekik Mala sambil menutup matanya.
Entah kenapa melihat Mahes yang melompat dari pohon saja membuat ia ketakutan.
"Saya tidak apa-apa kok non. Anda tenang saja." ucap Mahes sambil menyunggingkan senyum di dekat Mala.
"Syukurlah kamu tidak apa-apa. Aku takut kamu jatuh dan kakinya sakit, terus tidak bisa berjalan seperti ku." tutur Mala dengan wajah sendu.
"Terima kasih non, sudah memperhatikan saya. Lain kali saya akan lebih berhati-hati." Mala pun mengangguk.
"Mas, buah mangga sekalian tuh. Biar makin komplit." ucap security sambil menunjuk pohon mangga yang tumbuh tak jauh dari tempat mereka berkumpul.
"Siap pak." Mahes kembali memanjat pohon yang cukup tinggi.
Lagi-lagi, tak perlu waktu lama ia sudah berhasil memetik buah mangga hingga seplastik penuh. Lalu dengan sigap ia melompat turun.
"Mahes!" Teriak Mala lagi. Laki-laki itu pun meringis, karena lupa dengan janji yang baru dia ucapkan tadi.
"Maaf non, lupa." ucapnya masih dengan wajah meringis.
"Awas ya, kalau sampai berbuat seperti itu lagi. Nanti aku denda kamu."
Mala mengerucutkan bibirnya, yang justru membuat gadis itu bertambah cantik di hadapan Mahes.
Mereka bekerja sama mengupas buah-buahan tersebut, dan memotongnya kecil-kecil lalu mencucinya. Setelah selesai, mereka bersama-sama menikmati hidangan itu dengan lahap.
"Pak, bi, mulai sekarang kita makan bersama-sama saja. Mala lebih suka makan bersama seperti ini. Terasa lebih nikmat." celetuk Mala disela-sela aktivitas makannya.
"Hah, terus terang kami malu non." balas bibi merasa tak enak.
Bagaimana pun juga ada batas yang tak terlihat namun jelas sekali perbedaannya. Dan itulah yang membuat para asisten rumah tangga keberatan..
"Tidak usah malu bi. Kita semua sama kok kedudukannya dihadapan Allah."
Para asisten rumah dan security saling beradu pandang, lalu mengangguk bersamaan pada majikannya.
"Mas Mahes ngga sekalian diajak non?" tanya pak security, karena sejak tadi Mala tidak menyebut nama laki-laki yang duduk disampingnya.
Laki-laki itu juga bertanya-tanya dalam hati, kenapa namanya tidak disebut oleh Mala.
"Tentu Mahes juga di ajak. Dia kan bagian dari kita." ucap Mala yang membuat Mahes seketika bernafas lega.
**
Di kediaman Doni.
Hari mulai beranjak malam. Semua tamu undangan sudah pulang. Bu Mirna menutup rapat seluruh pintu rumah, dan tak lupa menguncinya.
"Doni, Don. Ayo segera kita buka amplop sumbangan." ucap Bu Mirna sembari mengetuk pintu kamar putranya.
"Iya Bu." teriak Doni dari dalam.
Tak berselang lama, ia sudah keluar kamar bersama dengan Siska. Perempuan yang mengenakan pakaian mini itu menggamit dengan mesra tangan suaminya. Menuju ke ruang keluarga.
"Wah, banyak juga yang nyumbang ya bu." ucap Doni dengan wajah yang berbinar, melihat tumpukan amplop yang baru saja dituang ibunya dari wadah kotak kayu besar.
"Pasti hasilnya lumayan nih." ucap Siska dengan senyum sumringah.
Pasangan suami-istri itu duduk menghadap tumpukan amplop dan bersiap untuk membukanya. Setelah menuang, ibu juga duduk menghadap amplop itu.
Mata ketiganya membulat melihat amplop yang paling menonjol dari amplop lainnya. Amplop lainnya berwarna putih, sedang amplop itu berwarna coklat.
Amplop itu juga terlihat sangat tebal, sedangkan amplop lainnya sangat tipis.
Tanpa ada yang memberi aba-aba, tangan mereka bertiga serempak meraih amplop coklat itu. Sehingga kepala mereka saling beradu dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.
"Aduh." pekik mereka kesakitan sambil mengusap jidat masing-masing.
"Kenapa kalian harus berebut sih." gerutu Bu Mirna memandang anak dan menantunya bergantian.
"Ih, ibu ini yang apa-apaan. Urusan membuka yang besar, itu serahkan pada laki-laki. Karena tenaganya juga besar dan kuat."
"Harusnya menantu dong mas. Sebagai ratu sehari di rumah ini. Apapun permintaannya harus dituruti." ucap Siska tak mau kalah.
"Halah, halah. Kalian kebanyakan ngomong. Biar ibu yang buka saja." Bu Mirna kembali meraih amplop itu.
"Tidak bisa! Aku saja yang buka." ucap anak dan menantunya bersamaan.
. y.. benar si kata Mahes klo pun hamidun lg kan ada suami yg tanggung jawab,... 😀😀😀
alhmdulilah akhirnya, Doni dan Siska bisa bersatu, nie berkat mbak ipah jg Doni dan Siska menyatu... d tunggu hari bahagianya... 🥰🥰🥰👍👍👍
tebar terus kebaikanmu... Siska, bu Mirna dan Doni syng padamu, apalagi Allah yg menyukai hambanya selalu bersyukur... 😘😘😘😘
nie yg akhirnya d tunggu, masya Allah kamu benar 2 sudah beetaubat nasuha, dan kini kamu bahkan membiayai perobatan bu Mirna dan jg menjaganya... tetaplah istiqomah Siska... 👍👍👍😘😘😘