Lanjutan dari "Cinta Di Penghujung Nafasku".
Seorang dokter muda dan tampan bernama William Anderson terlibat ONS bersama dengan dokter Koas dirumah sakit tempatnya bekerja hingga membuat sang gadis hamil.
Viona Harumi,seorang mahasiswi kedokteran yang tengah menjalani masa koas harus terlibat skandal dengan dokter pembimbing nya dirumah sakit hingga membuatnya hamil.
Bagaimana kisah Viona dan William yang terpaksa menikah demi anak yang dikandung oleh Viona??
Lalu bagaimana dengan kisah cinta William dan sang kekasih yang sudah berjalan hampir lima tahun??
Lalu bagaimana dengan Kanaya yang tiba tiba harus menerima kenyataan pahit saat kekasihnya harus menikahi keponakan nya sendiri??
yuukkk simak kisah cinta segitiga mereka disini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelima
"Viona masih belum mau makan?"tanya Ayah Bagas pada Bunda Ana saat tak mendapati gadis itu dimeja makan.
"Iya,dia bilang masih kenyang dan mau tidur lagi karena tidak enak badan."jawab Bunda Ana.
" Apa Vio baik baik saja? Tidak biasanya dia seperti ini," tanya Ayah Bagas lagi.
"Mungkin hanya kelelahan, Yah. Menjadi dokter koas di rumah sakit besar pasti tidak mudah. Biarkan saja, biarkan dia istirahat." jawab Bunda Ana sambari menyiapkan menu sarapan untuk suaminya itu.
Meski merasa ada yang aneh, tapi Ayah Bagas pun akhirnya memilih untuk diam setelah mendapat jawaban dari Bunda Ana. Dua hari sudah Viona melewatkan makan paginya dan itu adalah hal yang tidak pernah Viona lakukan sebelumnya. Sejak kepulangan nya dari hotel,Viona memang terus saja mengurung diri didalam kamar.
Setelah kejadian malam itu,Viona memang memutuskan pulang ke rumah Bunda Ana. Selain karena memang setiap akhir pekan Viona akan menghabiskan waktu di rumah Bunda Ana. Namun, untuk kali ini. Viona masih belum siap untuk tinggal seorang diri karena kerap dihantui oleh bayang bayang pria yang sudah menghancurkan hidupnya.
Iya, hidup Viona kini sudah hancur dan semua harapan nya akan masa depan seakan musnah bersama dengan hilangnya kesucian dan juga kehormatan nya karena perbuatan seorang pria yang cukup Viona kenali.
Tangis Viona kembali pecah, saat teringat dengan apa yang sudah dia alami malam itu. Niat hati ingin bersenang senang dan menghabiskan waktu bersama dengan teman temannya setelah melalui hari penuh dengan kesibukan.
Eh malah tercebur kedalam sebuah nestapa yang membawanya ke sebuah penyesalan yang mendalam. Viona bahkan tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri karena sudah setuju untuk ikut dalam acara sahabatnya.
Viona juga merasa sangat kecewa dengan kedua sahabatnya itu karena mereka berdua tiba tiba saja menghilang dan tidak ada kabar apapun lagi dari keduanya meski dua hari telah berlalu dari kejadian malam naas itu.
Entah kemana perginya mereka dan entah apa yang terjadi pada keduanya. Karena sampai saat ini, ponsel keduanya pun mati dan tidak bisa dihubungi.
...***...
"Kamu sudah siap kerja? Bukannya kemarin kamu bilang tidak enak badan?" tanya Bunda Ana saat melihat Viona sudah berpakaian rapih dan siap untuk pergi ke rumah sakit.
"Sudah lebih baik Bun, di rumah juga tidak ada kerjaan dan itu pasti bikin jenuh. Dari pada menghabiskan waktu tidak jelas, bukan kah sebaiknya aku ke rumah sakit dan lagi, ini juga hari pertama Vio masuk ke poli umum. Nggak enak kalau dihari pertama sudah izin," jawab Viona sembari mengambil roti isi yang sudah siap dimeja makan lalu memakan nya.
"Baiklah kalau begitu. Bunda hanya takut kamu kenapa napa,"
"Vio sudah lebih baik kok Bun. Ya sudah, kalau begitu Vio berangkat ya Bun, Assalamualaikum," pamit Viona pada Bunda Ana.
"Iya, sayang. Hati hati, wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
Setelah berpamitan dengan Bunda Ana, Viona pun segera pergi ke rumah sakit tempatnya bertugas sebagai dokter koas. Meski masih terasa sulit dan berat, tapi Viona pun akhirnya memutuskan untuk mengakhiri keterpurukan nya dan mencoba bangkit lagi.
Viona tahu betul, jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk dirinya meratapi semua yang sudah terjadi. Saat ini, Viona harus bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya karena masih banyak orang diluar sana yang membutuhkan nya sebagai tenaga medis.
Bukan hanya itu, Viona juga berharap dengan kembalinya dia ke kesibukannya sebagai tenaga medis, Viona bisa melupakan malam naas itu. Meski mungkin akan sangat sulit, tapi Viona akan berusaha untuk mengatasi semuanya demi masa depan dan juga cita citanya menjadi seorang dokter.
...***...
Setelah mengabiskan waktu hampir satu jam dalam perjalanan. Viona pun akhirnya tiba di rumah sakit. Viona segera memarkirkan mobilnya diparkiran khusus karyawan. Setelah itu, Viona langsung pergi menuju ke poli umum. Dimana tempat itu akan menjadi tempatnya bertugas saat ini.
Setelah mendekati poli umum,Viona berhenti sejenak untuk merapihkan pakaian dan jas putih kebanggan nya yang sedikit kusut. Saat tiba di sana, Viona melihat sudah ada beberapa orang dokter koas yang juga akan bertugas di sana dan tengah menunggu poli umum itu dibuka.
Akan tetapi, Viona tidak melihat sahabatnya Melia diantara orang orang yang ada di sana. Padahal, ini adalah hari pertama keduanya bertugas di poli itu.
"Hai, masih belum dibuka ya, ruangannya?" tanya Viona pada salah satu rekan yang ada di sana.
"Belum. Nah itu mungkin suster yang akan membukakan pintunya untuk kita."jawabnya sembari menunjuk ke salah satu suster yang memang tengah berjalan mendekati mereka.
Benar saja, suster itu pun langsung membukakan pintu ruangan itu. Lalu menyuruh para dokter koas itu masuk dan menunggu dokter yang bertugas datang.
Semua calon dokter itu pun akhirnya masuk dan berdiri berbaris didepan meja kerja Dokter umum yang bertugas hari ini.
Saat tengah menunggu, Viona pun iseng mengedarkan pandangan nya. Menatap ke setiap penjuru ruangan dan seketika, tatapan Viona tertuju pada sebuah name tag yang tertempel di jas putih yang tergantung tepat dibelakang meja kerja Dokter umum yang akan menjadi pembimbingnya saat ini.
"William Anderson?" gumam nya dalam hati saat membaca nama dokter yang akan menjadi pembimbingnya saat ini.
"Selamat pagi semua. Maaf, saya terlambat."
Deg....
Belum lagi hilang rasa keterkejutan Viona akan nama dokter yang akan menjadi pembimbingnya. Seketika itu juga, jantung Viona serasa dibuat berhenti berdetak saat mendengar suara bariton dari seseorang yang baru saja masuk kedalam ruangan itu.
Suara yang sampai detik ini masih di ingat betul oleh Viona. Suara yang berulang kali memanggil nama Kanaya saat pria itu menggauli tubuhnya.
Tap...
Tap...
Set...
Deg...
Tubuh Viona bergetar ketakutan, saat melihat siap pemilik suara bariton itu. Namun, Viona tetap berusaha bersikap tenang agar tidak menimbulkan kecurigaan dari rekan rekan nya.
Ruangan yang luas itu pun kini terasa sempit dan sesak. Bahkan, saking sesaknya, dada Viona menjadi terasa sakit karena kehadiran pria yang sudah berhasil menghancurkan hidupnya.
Meski begitu, William sendiri masih tampak fokus dengan pekerjaan nya. Menjelaskan apa saja yang harus para dokter muda itu lakukan tanpa memperdulikan ekspresi wajah Viona yang sudah berubah pucat setelah kehadiran nya.
"Maaf, Doker. Diantara dokter Koas yang hadir ada satu yang izin dikarenakan kondisinya tidak memungkinkan untuk melakukan tugasnya saat ini," ucap suster asisten yang sedari tadi berdiri disamping William.
"Memangnya dia kenapa? Dan siapa namanya?" tanya William.
"Dia mengalami kecelakaan Dok dan lukanya cukup parah. Kaki dan tangan nya patah, jadi mengharuskan dia di rawat dengan waktu yang cukup lama. Namanya Melia Fahrani Dokter." jawab suster lagi.
Deg...
Viona langsung mengangkat kepalanya saat suster itu menyebutkan nama sahabatnya, Melia. Tanpa sadar, Viona pun menatap intens ke arah depan dimana William dan sang suster berada.
Dan hal itu tidak luput dari pandangan William yang menangkap gelagat aneh dari salah satu dokter muda yang kini berada didepannya.