Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 - Bukan Kakak Adik
Meski kerap menyebalkan dan mengusik sejak lama tapi belum pernah sedalam ini, Zoya menutupi wajahnya kala menyadari Zayyan sudah membuatnya terbaring di tempat tidur. Canggung, kaku dan jelas saja malu bersatu dalam diri Zoya. "Jangan ditutup, biarkan aku melihat wajahmu, Zoya."
Jantung Zoya berdetak semakin kencang lagi, bahkan kini dia sampai gemetar. Permintaan Zayyan membuatnya ketar-ketir, sejak tadi dia sudah berusaha untuk menerima dan menganggap Zayyan bukan seorang kakak baginya. Akan tetapi tetap saja, lagi dan lagi Zoya memerah dan tidak memiliki daya untuk menatap Zayyan secara langsung.
"Malu, bisa Kakak lakukan tanpa minta ini itu lagi?"
Dia menggerutu, belum apa-apa dia sudah salah tingkah begini. Zayyan terkekeh dengan pasrahnya Zoya tapi masih berusaha protes begini. Adiknya sedikit sulit dirayu, terpaksa dia menepis kedua tangan Zoya perlahan. Wajah ayu yang kerap dia curi pandang beberapa tahun terakhir bisa dia pandangi dengan bebas sebagai wanitanya, bukan adik lagi.
"Look at my eyes, Azoya."
Apalagi ini, setelah berhasil mengunci tangan Azoya di atas kepala kini dia kembali meminta Zoya membuka matanya. Wanita itu ingin berteriak meminta ampun, akan tetapi nalurinya mengikuti perintah pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya ini.
"Ikhlas?"
Pertanyaan itu terlontar dari bibir Zayyan, senyum tipis yang begitu familiar di mata Zoya kini kenapa terlihat kian berbeda. Lama-lama Zoya jantungan jika begini, Zayyan yang membuatnya semakin tidak aman bahkan napas saja terasa sesak.
"Tidak perlu dijawab, kamu akan ikhlas sendiri ketika sudah merasakannya."
Ikhlas perihal apa masih Zoya pikirkan, dia tidak bodoh sebenarnya. Akan tetapi di posisi ini, Zoya tidak bisa berpikir jernih bahkan jika ditanya satu tambah satu juga dia mungkin tetap diam. Kecupan sekekian kali dia rasakan, apa mungkin Zayyan tidak bosan hingga selalu mengecupnya sebelum kemudian mennciumi rahang dan lehernya.
Ini adalah cinta yang buta atau cinta yang sebenarnya. Wanita yang mengelilingi Zayyan tidak perlu diragukan soal body, akan tetapi dia benar-benar dibutakan dan matanya hanya nyaman dengan adiknya. "Kak ...." Suara Zoya terdengar begetar.
Panas yang sejak tadi memang sudah menjalar, kini kian membakar. Meski sempat melihat tubuh Zoya dalam keadaan polos tanpa sehelai benang malam itu, akan tetapi Zayyan belum bertindak lebih.
"Hm, kenapa?"
Dia kembali bertanya, Zayyan berhenti sejenak dan kini menatap wajah merah Zoya. Bersuara salah, tapi diam saja semakin salah. Antara siap dan tidak siap, jujur saja Zoya benar-benar merasa ini seolah mimpi yang tiada habisnya.
"Ha-haus, aku boleh minum dulu?" tanya Zoya seraya membenarkan bajunya yang sedikit terangkat akibat aksi Zayyan di dua aset pribadinya.
"Hm, tunggu di sini."
Zoya sejenak menghela napas pelan, setidaknya Zayyan bisa dikendalikan sebentar. Nyawanya seakan hilang setengah, kali ini benar-benar definisi gugup setengah mati. "Dia tidak canggung? Sama sekali?" Sulit dipercaya, tapi inilah adanya dan Zoya berperang dengan perasaannya sendiri. Sementara Zayyan bersikap sebagaimana seorang suami yang menginginkan istrinya.
"Ini, minumlah."
Pria itu adalah Zayyan, tapi kenapa Zoya seperti sedang hendak diterkam malaikat maut. Mendengar suaranya Zoya mendadak merinding, dia menegak air itu hingga tandas bahkan tanpa sengaja tumpah ke dadanya hingga bellahan dibalik baju putihnya terlihat jelas.
"Su-sudah, Kak."
"Yakin? Nanti haus lagi," ucap Zayyan yang sama sekali tidak menatap wajahnya, melainkan fokus pada dada Zoya yang terlihat jelas dibalik kain basah itu.
Tenang, Zoya ... kuliahmu belum usai.
Zoya berusaha menenangkan dirinya. Akan tidak lucu jika nyawanya melayang karena jantungan, akan tetapi semakin dia menenangkan diri semakin menggila juga. Apalagi ketika Zayyan kembali dengan tatapan penuh damba yang Zoya yakini menuntut kehangatan malam ini juga.
Benar saja, Zayyan kembali merangkak ke atas tempat tidur. Kali ini dia justru sembari membuka membuka kemejanya, hingga terlihat jelaslah tubuh Zayyan yang membuat mata Zoya panas rasanya. Jangankan terpesona, belum apa-apa dia sudah malu lebih dulu.
"Kita lanjutkan lagi, setelah ini aku tidak akan memberimu kesempatan untuk menundannya, Zoya."
Zayyan kembali menuntut Azoya untuk terbaring, paham betul jika haus hanyalah alasan Zoya belaka. Pria itu menelusuri lekuk tubuh indahnya. Zayyan tersenyum kala dessahan tertahan lolos dari bibir mungil Azoya.
"Mahendra belum pernah melakukan hal semacam ini, 'kan, Sayang?" tanya Zayyan yang hanya bisa Zoya jawab dengan anggukan pelan, demi apapun dia tidak mampu lagi untuk pura-pura biasa saja.
Apalagi ketika tangan Zayyan benar-benar menelusup masuk dibalik underwarenya. Sontak Zoya terpejam dan menarik bantal untuk menutupi wajahnya. Lagi dan lagi, Zayyan menyingkirkan benda itu karena dia ingin melihat bagaimana wanitanya dalam menikmati kesenangan yang dia berikan.
"Kenapa? Malu?" tanya Zayyan menghentikan jemarinya sejenak, akan tetapi masih tetap di sana.
"Hm, kenapa selalu bertanya. Kakak tahu jawabannya tapi aakkhh...." Zayyan tertawa sumbang, pria itu kembali membuat Zoya tidak berdaya hanya dengan jemarinya. Sementara Zoya yang tidak sengaja kelepasan jelas saja malu luar biasa hingga menatap Zayyan saja dia enggan.
"Bassah, Zoya."
"Zayyan!!" Kehabisan langkah karena Zayyan tidak berhenti membuatnya salah tingkah. Sontak wanita itu memukul pundak Zayyan, sudah cukup kuat tapi hanya membuat pria itu tersenyum simpul.
"Normal, Sayang ... tidak perlu malu, nikmati Zoya, kita bukan kakak adik."
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken