Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantang Mundur
Selang beberapa hari kemudian dari pengumuman kelulusan, Smandong akan mengadakan hajatan yaitu melepas siswa-siswi mereka. Ya... hari ini adalah hari pelepasan siswa kelas XII. Selain guru-guru, anggota OSIS juga tengah sibuk menyiapkan jalannya acara ini.
"Udah siap semuanya, Dis?" Tanya Sang Ketua OSIS.
Gendhis yang ditunjuk menjadi sie acara itu terlihat sibuk mengecek kesiapan acara perpisahan.
"Udah, Mas. Tinggal nunggu tamu undangan dateng semua, trus nunggu komando dari Bu Mila, acara kita mulai." Jawab Gendhis.
"Okey...! Ini buat kamu..." Kata Riko sambil membawa dua bingkisan.
"Apa ini Mas Riko?" Gendhis bingung, ia tak merasa memesan apapun dari Riko.
"Kamu kan berangkat pagi banget tadi buat bisa prepare acara hari ini. Aku yakin kamu pasti belum sempet sarapan. Makanya tadi aku pas beli sekalian buat kamu, itu satu lagi buat Tina." Kata Riko seolah tahu kalau Gendhis dari tadi pagi belum makan.
Memang banyak yang harus disiapkan untuk acara hari ini, karenanya anggota OSIS wajib datang pukul 06.00 WIB harus sudah sampai di sekolah.
"Tapi, Mas. Saya nggak pesan ini." Meski belum makan, Gendhis tak mau memanfaatkan keadaan. Dia tak boleh secara cuma-cuma menerima pemberian Riko.
"Gendhis... kalau aku mau ngasih sesuatu untuk orang lain, apakah aku harus nunggu orang itu pesen dulu baru aku kasih? Nggak kan?" Kata Riko.
"Tapi, Mas..." Gendhis masih mengelak.
"Udah deh, Dis... kamu makan sekarang, dari pada kamu sakit. Tenang aja, aku tulus, nggak minta imbalan apapun, jadi kamu nggak perlu khawatir!" Kata Riko sambil meletakkan bingkisan itu di atas meja tempat duduk Gendhis lantas pergi berlalu begitu saja meninggalkannya.
"Makasih, ya Mas..." Terima kasih Gendhis seolah tak digubris oleh Riko.
"Dasar, cowok aneh..." Gendhis bicara sendiri.
"Ada apa, Dis?" Tanya Tina yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Gendhis.
"Eh, Tin... kebetulan kamu di sini. Ini ada titipan dari Mas Riko." Kata Gendhis.
"Apa ini, Dis? Buat ku? " Tina penasaran.
"Nggak tau apa isinya. Aku juga belum liat." Jawab Gendhis.
Tina membuka bingkisan itu lantas berkata,
"Waaaahh... bubur ayam? Pas banget, Dis. Dari tadi pagi aku emang belum sarapan. Tau aja sih, kita lagi butuh asupan pagi ini... hi... hi..." Tina nampak bahagia seolah baru mendapatkan doorprize.
"Kita??? Kamu... kali bukan kita." Jawab Gendhis.
"Alaaah... sama aja. Mumpung belum mulai, yuk Dis... cap cuz... kita makan dulu." Ajak Tina.
"Tapi aku masih nyiapin daftar hadir tamu undangan ini belum selesai Tin..." Gendhis mengelak.
"Gampang... itu nanti aja setelah makan aku bantuin, yuuuukkk..." Ajak Tina.
"Udah... ayuuuuk...." Tina memaksa.
Akhirnya Gendhis pun ikuti saja kemauan sahabatnya itu.
"Beneran ya, nanti bantuin!" Kata Gendhis.
"Iya-iya... beressss!" Kata Tina.
Mereka ahirnya menikmati makanan yang dibelikan Riko.
Dari kejauhan, diam-diam Riko masih mengamati Gendhis dan Tina yang sedang menyantap makanan pemberiannya. Ia lega, ahirnya... ini pertama kalinya Gendhis mau menerima pemberiannya.
"Dis... Dis... sampai kapan kamu mau terus menghindar dari ku." Riko bicara sendiri.
"Tapi apa iya? Saat tunangannya itu tak ada di sini lagi, dia masih bisa menghindar? Syukurlah, ahirnya aku ada kesempatan lagi buat deketin Gendhis." Riko masih bicara sendiri.
Waktu sudah semakin siang, para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi kursi yang sudah disiapkan di lapangan sekolah. Lengkap dengan snack, dekorasi, tenda, juga panggung yang akan digunakan untuk acara pelepasan.
Hiburan pun dimulai sambil menunggu semuanya siap. Hiburan sengaja disiapkan diambil dari siswa-siswi Smandong yang bertalenta. Jadi, semacam pentas seni sekolah. Ada yang menampilkan kreasi tari tradisional, seni drama dan teater, akustik, hadroh, menyanyi solo, baca puisi dan juga melawak. Semua itu dikoordinir oleh Bu Mila dan Pak Agung.
Setelah semua tamu undangan datang, Bu Mila sang pemandu acara pun memulai acara pelepasan. Semua tampak khikmad mengikuti rangkaian acara. Hingga tiba saat di mana Pak Budi menyampaikan sambutannya.
"Saya ucapkan selamat dan sukses untuk putra putriku semuanya yang sudah berhasil lulus dengan nilai cukup membanggakan." Ucap Kepala Sekolah.
"Semoga setelah lulus dari sini, kalian bisa menjaga almamater sekolah kita. Raih mimpi dan cita-cita kalian setinggi-tingginya." Tambah Pak Budi.
"Bapak Ibu wali murid, dan siswa-siswi ku semuanya, di kesempatan ini, saya juga mengucapkan selamat kepada salah satu murid kita atas prestasinya. Dan saya minta, siswa yang namanya saya panggil untuk naik ke atas panggung bersama dengan orang tuanya untuk menerima cinderamata dari sekolah."
Hadirin nampak menoleh ke kanan dan ke kiri. Mereka penasaran, siapakah siswa berprestasi yang dimaksud Pak Budi.
"Siswa atas nama Jatmika Lintang Bramantya, putra Bapak Argo, silakan naik ke atas panggung." Panggil Pak Budi.
Hadirin bertepuk tangan dan semua mata tertuju pada dua orang yang tengah berjalan menuju panggung perpisahan. Sesampainya di atas panggung, Pak Budi memberikan cinderamata sekaligus menyampaikan pada seluruh yang hadirhadir siang itu,
"Bapak Ibu, perlu kita ketahui bahwa siswa kami yang bernama Lintang ini, telah berhasil membawa nama baik sekolah kita. Dia termasuk salah satu yang lolos seleksi masuk di Akademi Militer Magelang. Mudah-mudahan kedepan, makin banyak siswa kita yang akan mengikuti jejaknya." Ucap Pak Budi penuh rasa bangga mewakili Bapak Ibu guru yang lain.
Yang paling bangga adalah Pak Argo dan Bu Parti. Mereka tak dapat lagi membendung air mata bahagia mereka yang mengalir menganak sungai tak bermuara. Tiada henti mereka mengucap syukur atas prestasi anaknya.
Acara demi acara telah terlaksana dengan lancar. Dipenghujung acara, akan ditutup dengan persembahan terbaik putra-putri Smandong.
Bu Mila memanggil melalui pengeras suara,
"Tibalah kita di penghujung acara siang ini, yaitu sebuah persembahan terbaik yang akan dibawakan oleh ananda Gendhis Manis Ayunindya."
Hadirin bertepuk tangan, sambil tak sabar menyaksikan persembahan dari siswi Smandong.
Semua mata tertuju pada gadis cantik di atas panggung. Nampak cantik dan anggun Gendhis siang itu. Dengan dibalut gaun berwarna putih, dan hijab phasmina berwarna merah muda, Gendhis naik ke atas panggung.
"Terimalah persembahan dari kami, sebuah lagu teriring untuk kakak-kakak yang telah berhasil menempuh pendidikan selama tiga tahun penuh di sekolah ini. Selamat dan Sukses, semoga kami adik-adikmu, bisa mengikuti jejak kalian. Satu buah lagu dengan judul PANTANG MUNDUR, dari Eyang Titik Puspa..." Ucap Gendhis.
Musik pun mengiringi dengan lembut seolah suasana berubah menjadi haru mendengar suara Gendhis nan merdu.
..."Kulepas dikau pahlawan...
...Kurelakan dikau berjuang...
...Demi keagungan negara...
...Kanda pergi ke medan jaya...
...Bila kanda teringat...
...Ingatlah adik seoarang...
...Jadikan daku semangat...
...Terus maju pantang mundur...
...Air mataku berlinang...
...Karena bahagia...
...Putra pertama lahir sudah...
...Kupintakan nama padamu pahlawan...
...Sembah sujud ananda...
...Dirgahayulah kakanda...
...Jayalah dikau pahlawan...
...Terus maju pantang mundur."...
Semua yang hadir seolah tak dapat membendung air mata haru mereka. Menyaksikan putra putri mereka telah berhasil menyelesaikan pendidikan mereka, bersiap menuju kehidupan mereka yang sesungguhnya. Mereka pun saling bersalaman, dengan orang tua, guru mereka, lantas teman-teman mereka, dengan berlinang air mata.
*****
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?