NovelToon NovelToon
WANITA MAUT

WANITA MAUT

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: PutriVijannah

Citra adalah seorang gadis muda yang cantik namun sangat angkuh dan semena-mena. Dia terbiasa hidup dalam kemewahan dan berpikir bahwa uang bisa menyelesaikan segala masalah. Hidupnya penuh dengan pesta dan pergaulan bebas, dan dia tidak pernah memedulikan orang lain, bahkan ketika dia merugikan mereka. Ketika suatu hari dia secara tidak sengaja menabrak seorang pejalan kaki dengan mobil sport mewahnya, dia mencoba menutupinya dengan uang, tanpa menunjukkan sedikit pun penyesalan. Namun, skandal kecelakaan tabrak lari ini segera menjadi berita besar, dan polisi mulai mengusut kasusnya.

Masalah semakin rumit ketika namanya juga dikaitkan dengan kasus narkoba, membuat publik semakin mencibir. Kedua orang tuanya, yang merupakan pebisnis terkemuka di kota, merasa sangat malu dan memutuskan untuk menjauhkan diri dari Citra. Mereka merasa tidak sanggup lagi menanggung dampak dari skandal yang disebabkan oleh putrinya. Dalam kemarahan dan rasa malu, mereka memutuskan untuk "membuang" Citra jauh dari kota tempat tinggal mereka. Mereka mengirimnya ke kota kecil yang tak dikenal, berharap bisa menyingkirkan masalah mereka sekaligus memberi Citra pelajaran.
Di kota kecil itu Citra mulai menyadari kesepian dan kehampaan dalam hidupnya. Dia mulai merasakan efek dari kesalahannya dan perlahan-lahan mempertimbangkan untuk mengubah sikapnya. Dalam perjalanan ini, dia bertemu dengan Dimas, seorang pemilik kafe lokal yang baik hati, yang melihat ada potensi dalam diri Citra. Dimas menawarkan pekerjaan di kafenya, memberikan Citra kesempatan untuk memulai lagi dari awal.

Di sini, Citra berada di persimpangan jalan. Akankah dia memilih untuk berubah dan membangun hidup yang lebih baik, ataukah dia akan kembali ke sifat aslinya yang angkuh dan menghancurkan kesempatan terakhirnya? Waktu akan menentukan apakah Citra mampu menemukan makna hidup yang lebih dalam dan menjalani transformasi sejati, atau apakah dia akan selamanya terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutriVijannah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pilihan terberat untuk kebebasan

Saat Citra sedang berbincang dengan para tahanan lainnya tentang program sukarela yang sedang dijalankan di penjara, tiba-tiba terdengar suara pintu sel yang terbuka. Seorang petugas sipir masuk dan memanggil namanya dengan tegas, "Citra amara!"

Para tahanan lainnya terdiam sejenak, menatap Citra dengan rasa penasaran. Apa yang di lakukan Citra sampai di panggil oleh sipir?’Sedangkan Citra, yang tak percaya dengan panggilan itu, mengangkat wajahnya. "Aku?" tanyanya, masih setengah tak yakin.

Sipir itu mengangguk. "Ada kunjungan untukmu." Perkataan sipir itu malah semakin membuat Citra bingung, kenapa baru sekarang?

Citra berdiri meninggalkan para tahanan lain yang sedang berkumpul.Dengan perasaan gugup yang sulit dijelaskan,Tangannya bergetar sedikit saat dia mengikuti langkah-langkah sang sipir menuju ruang kunjungan.

Sambil berfikir,dia mencoba untuk mencari tahu siapa yang mungkin datang menemuinya. Orang tuanya? Dimas? Ataukah Prof Adi? Tapi, setelah sekian lama tanpa ada kabar, kenapa baru sekarang?

Saat mereka mendekati ruang kunjungan, Citra merasakan kakinya semakin berat. Hatinya berdetak semakin kencang, seperti genderang perang yang siap memecah keheningan. Pintu ruang kunjungan terbuka di hadapannya, dan Citra melangkah masuk dengan hati-hati.

Di seberang kaca tebal yang memisahkan pengunjung dan narapidana, seorang pria bertubuh tegap duduk dengan tenang. Tatapan nya tajam, mengamati Citra dengan intensitas yang membuatnya merasa ciut. Pria itu mengenakan setelan formal yang rapi, dan dari cara dia duduk, terlihat bahwa dia adalah seseorang yang terbiasa mengendalikan situasi.

Citra mengerutkan kening, mencoba mengingat siapa pria ini. Dia tidak mengenali wajahnya, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tegang.

"Silakan duduk, Citra," kata pria itu dengan suara yang dalam dan tegas.

Citra duduk di kursi yang tersedia di seberang pria itu. Tangannya sedikit gemetar saat dia meraih gagang telepon yang terhubung dengan kaca pembatas. Suaranya bergetar saat dia berkata, "Siapa Anda?"

Pria itu menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Namaku Aditya. Aku pengacara yang diutus oleh kedua orang tuamu."

Mendengar kata-kata itu, Citra merasa darahnya berdesir. Orang tuanya? Dia hampir tidak percaya bahwa mereka akhirnya mengirim seseorang untuk menemuinya.

"Apa yang mereka inginkan?" tanya Citra, dengan suara yang penuh kecurigaan.

Aditya menatap Citra dengan tajam, seolah-olah menimbang-nimbang respons yang tepat. "Mereka ingin memberikanmu pilihan, Citra,"

"Kamu bisa tetap di sini dan menjalani sisa hukumanmu, atau... kamu bisa keluar dari penjara, dengan syarat kamu harus meninggalkan kota ini dan memulai kehidupan baru di tempat lain."

Citra terdiam, merasa seolah-olah dunianya baru saja terbalik. "Keluar dari penjara?" ulangnya, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Aditya mengangguk. "Ya, kamu bisa bebas, tetapi dengan satu syarat. Kamu harus pergi dari kota ini dan tidak pernah kembali. setelah itu, mereka tidak akan lagi terlibat dalam hidupmu."

Citra merasa amarahnya yang tertahan selama ini mulai muncul ke permukaan. Orang tuanya baru peduli sekarang, setelah semuanya terjadi? Setelah dia dipenjara, setelah hidupnya hancur? Dia merasa kesal dan terluka oleh kenyataan bahwa satu-satunya alasan mereka mengulurkan bantuan adalah untuk menjauhkan diriku dari mereka.

"Kenapa mereka baru peduli sekarang?" tanya Citra, suaranya terdengar getir.

Aditya menarik napas panjang, seperti sedang memilih kata-kata yang tepat. "Mereka percaya ini adalah solusi terbaik, baik untukmu maupun untuk mereka. Kamu mendapatkan kebebasan, dan mereka bisa melanjutkan hidup mereka tanpa skandal yang membayangi."

Mendengar kata-kata itu, Citra merasakan seolah-olah dunia sekitarnya tiba-tiba menjadi dingin. Dia tahu bahwa kebebasan adalah sesuatu yang selama ini dia rindukan, terutama setelah berbulan-bulan di balik jeruji besi. Namun, harga yang harus dibayar untuk kebebasan itu adalah rasa sepi yang mendalam, ditinggalkan oleh keluarganya, sendirian di tempat yang tidak dikenal.

"Aku butuh waktu untuk berpikir," kata Citra dengan suara yang datar tanpa emosi. Dia tahu,ini adalah keputusan yang tidak bisa diambil dengan mudah.

Aditya mengangguk, seolah memahami keraguan yang menyelimuti pikiran Citra. "Kamu punya waktu sampai besok pagi untuk memberikan jawabanmu. Setelah itu, aku akan kembali untuk mendengar keputusanmu."

Dengan kata-kata itu, Aditya meletakkan telepon dan berdiri dari kursinya dan beranjak pergi dari tempat tersebut. Sementara Citra tetap duduk di tempatnya, matanya menatap kosong ke arah kaca pembatas di depannya. Pikirannya berputar-putar, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Pilihan di hadapannya begitu sulit, seolah-olah semua jalan yang ada di hadapannya penuh dengan duri.

Akhirnya, Citra menarik napas dalam-dalam dan bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah gontai, dia meninggalkan ruang kunjungan dan kembali ke selnya, masih mencoba mencerna semua yang baru saja dia dengar. Kembali ke selnya, dia duduk di sudut tempat tidur, memikirkan pilihan yang harus diambilnya, dan untuk pertama kalinya, dia merasakan beban yang begitu berat karna pilihan tersebut.

Citra duduk diam di sudut selnya, matanya menatap lantai dingin yang terbuat dari beton. Pikirannya masih melayang pada percakapan dengan pengacara orang tuanya. Kesempatan untuk keluar dari penjara seharusnya menjadi kabar baik, tetapi di balik kebebasan itu, terdapat syarat yang begitu berat, yang harus dipenuhi yaitu meninggalkan semua yang dia kenal, termasuk Lisa, dan memulai hidup baru di kota yang asing.

Saat malam tiba, pikiran Citra semakin kacau. Suara-suara dari para tahanan lain yang biasanya tak ia pedulikan kini seolah berbisik ke dalam telinganya, memaksanya untuk merenung lebih dalam. Dia tahu dia harus memberi tahu Lisa keputusannya, tetapi bagaimana cara mengatakannya?

Lisa adalah satu-satunya teman yang benar-benar mengerti dan menerima dirinya, dan pikiran untuk meninggalkannya begitu saja terasa sulit.

.

.

Keesokan paginya, pengacara orang tuanya itukembali, kali ini dengan sikap yang lebih mendesak. Mereka duduk di ruang kunjungan yang dingin, hanya dipisahkan oleh meja kecil yang penuh dengan berkas-berkas hukum.

"Sudah memikirkan keputusanmu?" tanya Aditya, suaranya datar tanpa emosi.

Citra mengangguk pelan, menatap berkas-berkas di depannya yang terlihat begitu asing. "Ya, aku sudah memikirkannya. Aku setuju untuk keluar dari penjara dan meninggalkan kota ini. Aku akan memulai hidup baru di tempat lain."

Aditya mencatat sesuatu di lembaran kertasnya, tanpa sedikit pun menunjukkan reaksi. "Baik, kita akan memproses pengurusan dokumenmu. Namun kamu harus ingat Citra, jika kamu memutuskan untuk keluar dari sini, kamu harus memutus semua kontak dengan masa lalumu. Ini termasuk keluargamu. Orang tuamu merasa ini adalah kesempatan terbaik untukmu memulai dari awal. Jadi, pastikan kamu benar-benar siap." Ujar Aditya

Kata-kata itu terasa seperti beban tambahan bagi Citra, tetapi dia hanya bisa mengangguk setuju. "Aku mengerti," jawabnya dengan suara hampir tak terdengar.

Pengacara itu berdiri, menyelesaikan urusannya dengan cepat dan profesional, lalu pergi meninggalkan Citra sendirian di ruang kunjungan. Citra duduk sejenak, mencoba mencerna semuanya sebelum akhirnya kembali ke selnya dengan langkah lambat.

Begitu tiba di sel, dia melihat Lisa sedang duduk di tempat tidurnya, membaca buku usang yang biasa dia pinjam dari perpustakaan penjara. Lisa mendongak saat melihat Citra masuk, merasakan ada sesuatu yang berbeda dari temannya itu.

"Citra, kamu baik-baik saja?" tanya Lisa, suaranya penuh perhatian.

Citra berjalan mendekat dan duduk di sebelah Lisa, menarik napas panjang sebelum berbicara. "Lisa, aku harus memberitahumu sesuatu. Pengacara orang tuaku datang lagi hari ini... Aku... Aku memutuskan untuk menerima tawaran mereka."

Lisa mengerutkan dahi, mencoba memahami maksud dari kata-kata Citra. "Tawaran apa, Citra?"

Citra menundukkan kepalanya, mencoba menahan emosinya. "Mereka memberiku pilihan untuk keluar dari penjara lebih cepat, tapi dengan syarat aku harus meninggalkan kota ini, memulai hidup baru di tempat yang jauh”

“Aku... Aku setuju, Lisa. Aku akan pergi dari sini." Lanjut Citra

Lisa terdiam sejenak, menatap Citra dengan ekspresi campuran antara kaget dan sedih. "Kamu benar-benar akan pergi?"

Citra mengangguk, merasa air mata mulai menggenang di sudut matanya. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Lisa. Ini adalah kesempatan untuk memulai dari awal, tapi aku harus meninggalkan semuanya di belakang, termasuk kamu."

Lisa menutup buku di tangannya dan meletakkannya di samping, lalu memegang tangan Citra dengan lembut. "Citra, aku tahu ini pasti sangat sulit untukmu. Tapi, kamu harus ingat bahwa ini adalah hidupmu. Jika ini adalah yang terbaik untukmu, aku mendukungmu. Aku hanya ingin kamu bahagia, di mana pun kamu berada."

Air mata akhirnya jatuh dari mata Citra, mengalir di pipinya. Dia meremas tangan Lisa erat-erat, seolah tak ingin melepaskannya. "Aku akan sangat merindukanmu, Lisa. Kamu adalah satu-satunya orang yang membuatku merasa diterima di tempat ini. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melalui semua ini tanpa kamu."

Lisa tersenyum lembut, meskipun ada kesedihan yang mendalam di matanya. "Kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan, Citra. Kamu bisa melalui ini semua. Dan jangan pernah lupakan apa yang telah kamu pelajari di sini. Perubahan itu sulit, tapi kamu sudah memulainya. Lanjutkan, meskipun aku tidak ada di sampingmu."

Citra menunduk, membiarkan air matanya jatuh tanpa menahannya lagi. "Terima kasih, Lisa. Terima kasih untuk segalanya. Aku akan selalu mengingatmu, dan aku akan mencoba menjadi orang yang lebih baik... untuk diriku sendiri, dan orang lain."

Lisa memeluk Citra erat, merasakan betapa rapuhnya temannya itu dalam pelukannya. "Aku percaya kamu akan berhasil, Citra. Jangan pernah ragu pada dirimu sendiri. Dan ingat, di mana pun kamu berada, kamu tidak pernah benar-benar sendirian."

Setelah beberapa saat, pelukan mereka terlepas. Citra menghapus air matanya, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk perpisahan yang akan terjadi.

"Aku akan selalu mendoakanmu, Citra. Semoga kamu menemukan kedamaian dan kebahagiaan di hidupmu yang baru." Ujar Lisa

Citra tersenyum dengan lirih, tetapi hatinya merasa lebih ringan setelah percakapan mereka. "Terima kasih, Lisa. Aku juga mendoakan yang terbaik untukmu. Dan juga tidak akan melupakan hal baik yang kamu lakukan selama ini padaku "

Dengan kata-kata terakhir itu, Citra berbalik dan berjalan keluar dari sel, meninggalkan Lisa di belakangnya. Hatinya berat, tapi dia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambilnya. Dengan tekad yang baru, dia bersiap untuk menghadapi hidup barunya, dengan semua tantangan dan harapan yang menyertainya. Namun, di dalam hatinya, pertemanan dengan Lisa akan selalu menjadi bagian penting dari perjalanan panjangnya menuju perubahan.

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka
gabung cbm yu
untuk belajar dan main brg
caranya follow dl ya
nnti ak mskn gc thx
AteneaRU.
Alur yang mengalir lancar dan tak pernah membosankan.
Diamond
Terkesan!
Enoch
Langsung jatuh cinta deh!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!