Bagaimana perasaanmu jika kamu di madu di saat pernikahanmu baru berumur sepekan? Itu yang aku alami, aku di madu, suamiku menikahi kekasihnya yang teramat di cinta olehnya.
Aku tak pernah dianggap istri olehnya, meski aku istri pertamanya. Namun cintanya hanya untuk istri keduanya
Aku menjalani pernikahan ini dengan begitu berat. mungkin ini cara ku untuk membalas kebaikan pada Ayah Mas Alan, beliau begitu baik membiayai kuliahku selalu menjaga dan melindungiku setelah Ayah dan Ibuku meninggal saat diriku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Aku tak habis pikir jika kisah hidupku akan serumit ini, di tinggal orang tua, menikah pun di madu. Sungguh tragis kisah hidupku.
Hingga akhirnya Ayah sangat membenci Mas Alan setelah tahu kelakuan anaknya, dan Ayah membawaku pergi jauh dari kehidupan Mas Alan dan Maduku setelah aku dan Mas Alan bercerai.
Cerita ini karena terinspirasi tapi bukan plagiat! Bacalah, dan temukan perbedaannya🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winda W.N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19. Banyak alasan
Kenapa Lena bisa mempunyai rencana seperti itu. Ini bukan seperti Lena yang aku kenal, ada apa dengannya. Dia berambisi menyingkirkan Lala dari Mas Alan. Tapi sepertinya bukan itu aja rencana Lena. Aku harus bisa mendesaknya.
Malam hari, saat aku dan Lena keluar makan malam. Lagi lagi Mas Alan menghampiriku, dia tiba tiba ikut duduk di sampingku. Bahkan dia juga ikut memesan makanan yang sama denganku. Dugaanku tak salah lagi jika Mas Alan selalu mengikutiku.
"kau mengikutiku lagi," tanyaku pada Mas Alan.
"aku tidak mengikutimu, aku kebetulan lewat. Dan gak sengaja lihat kamu masuk warung ini. Jadi aku ikut ke sini, boleh kan?" ucap Mas Alan.
"kenapa selalu ber alasan kebetulan lewat. Apa kamu tidak ada kerjaan lain. Selain mengikutiku?" ketusku padanya.
"memang salah kalau aku kebetulan lewat?" tanyanya.
"aku bukan anak kecil yang bisa di bohongi, lihatlah bajumu. Baju yang sama saat kau pakai dari pagi, sampai sore kau antar aku balik. Jika kebetulan lewat, seharusnya kamu sudah berganti pakaian santai. Dan mengajak Lala," ucapku. Mas Alan diam, dia tidak akan bisa mengelak lagi.
"sehabis antar kamu pulang, aku kembali ke kantor. Ada meeting," sungguh banyak sekali alasan Mas Alan.
"kamu lupa lagi?" tanyaku dengan senyuman sinis pada Mas Alan.
"lupa apa," jawabnya polos.
"kamu lupa, bukankah arah pulang mu tidak melewati jalanan sini?"
Kini Mas Alan terdiam lagi, apa lagi alasan yang akan dia buat. Kenapa dia menjadi bodoh seperti itu, tidak bisa mencari alasan. Yang bisa sedikit masuk akal dan bisa sedikit ku percaya.
"aku kebetulan sedang lapar tadi, dan keliling mencari makanan. Tapi belum menemukan yang cocok. Sampai aku tak sadar melewati jalan sini. Jadi kebetulan lihat kalian, aku ikut masuk kesini." ucapnya. Mencoba meyakinkanku, jika ini hanyalah kebetulan saja.
"terserah kamu saja, mau beralasan apa saja," ketusku. Sekali berbohong tetaplah berbohong.
"Nia, aku pergi aja ya. Takut mengganggu," ucap Lena canggung. Lena beranjak dari duduknya, namun langsung aku tarik tangannya.
"jangan, kalau kamu pergi. Aku juga ikut," ucapku. Lalu berdiri menggandeng tangan Lena. Mas Alan pun langsung mencegahku dengan menahan tanganku.
"jangan pergi, duduk Nia. Lena duduklah, aku hanya ingin makan bersama kalian," ucap Mas Alan. Lalu kami pun duduk kembali, karna makanan yang kami pesan sudah terhidang di meja.
"silahkan Neng, Kang," ucap Cak Malik.
"terima kasih Cak," ucapku bersamaan dengan Lena.
Kami pun makan tanpa bersuara, aku yang kurang nyaman berada di dekat Mas Alan. Hanya mengaduk aduk makananku, pikiranku masih memikirkan Mas Alan. Untuk apa dia selalu mengikutiku. 'Apa karna dia menghawatirkanku, ohhh...tidak mungkin. Itu sangat mustahil bukan'.
"Nia, kenapa makannya hanya di bolak balik terus," ucap Lena menyadarkanku dari lamunan.
"aku udah kenyang Len, balik yuk." ajakku. Entah kenapa rasa lapar itu tiba tiba hilang.
"ntar dulu, Nia. Makananku belum habis," ucap Lena dengan mulut penuh dengan makanannya.
Aku duduk kembali, memalingkan pandangan di jalanan. Mas Alan pun hanya diam, dia masih asyik dengan makananya.
"Cak, aku pesan ayam bakar satu," teriak seseorang yang tak asing bagiku. Suara itu terdengar nyata, ahh...mungkin itu hanya perasaanku saja. Aku tak mencoba melihat sumber suara itu, aku masih asyik menatap jalanan.
"siap Kang Bule," ucap Cak Malik.
"braaakk....," Ello menggebrak meja. Aku sontak tersadar dari lamunanku, dan segera menatapnya.
"Ello.....," teriakku kesal. Ternyata itu benar Ello, aku pikir hanya halusinasiku saja.
"kenapa kau melamun, apa yang kau pikirkan kawan. Suamimu?" tanya Ello. Membuat Mas Alan tersedak mendengarnya.
Spontan aku pun membantunya, memberikan minuman pada Mas Alan.
"kau tak apa apa Mas?" tanyaku khawatir.
"aku tidak apa apa. Terima kasih," ucapnya. Mas Alan tersenyum dan mengusap lembut punggung tanganku. Aku membalas senyumannya, Lalu aku tersadar dan menarik tanganku dari gengamannya.
"hey...Tuan, jangan sentuh tangannya," teriak Ello. Dia berdiri, dengan tangan mengepal dan wajah memerahnya.
"memang kenapa anda melarang saya?" tanya Mas Alan. Dia pun ikut berdiri dan saling berhadapan. Dan mereka Saling menatap tajam satu sama lain.
Ohhhh tidak, aku takut mereka berdebat di warung Cak Malik. Aku tak ingin terjadi kerusuhan di tempat ini. Apa lagi pengunjung di sini lumayan rame, bisa bisa semua pelanggan Cak Malik kabur.
"stop...," teriakku.
Mereka saling menghentikan tatapan tajam mereka. Tapi tatapan tajam itu justru berpindah padaku. Aku sekarang di tatap tajam oleh dua pria yang sedang marah. Tatapan yang tak pernah aku lihat dari Ello, tapi tatapan yang sering aku lihat dari Mas Alan. Tatapan yang sangat sangat menakutkan. Aku pun menelan salivaku dengan susah payah.
krn lala wujud iblis berbentuk manusia.
lala sudah menghancurkan pernikahan nia dan alan.