Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teka-teki Kepergian Nirmala
Galen tidak pulang ke Rumah, dia memilih menghabiskan waktunya di dalam Apartemen ini. Memeluk buku catatan milik Nirmala dengan sesekali mengulang membaca isi dari buku catatan itu.
"Kau bahkan tidak tahu, jika aku lebih lama memiliki perasaan ini padamu"
Saat itu, pintu Apartemen terbuka. Galen sudah tahu siapa yang datang. Karena yang mengetahui sandi pintu Apartemennya ini hanya dirinya dan Johan saja.
"Tuan, saya sudah menemukan ponsel Nona"
Galen menoleh dan menatap bingung Johan yang berdiri di samping sofa tempatnya duduk saat ini. "Ponselnya? Maksudnya lokasi terakhir nomor ponsel Nirmaku aktif?"
Johan menggeleng pelan, dia mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku jasnya. Menyimpannya di atas meja. Galen mengerutkan keningnya, dia mengambil ponsel itu yang jelas dia juga tahu jika ponsel itu adalah milik Nirmala.
"Nomor ponsel Nona terdeteksi terakhir kali aktif di Bandara. Sampai aku datang kesana untuk mengecek keberangkatan malam itu, tapi nama Nona tidak ada dalam daftar. Dan seorang pekerja kebersihan mengatakan menemukan ponsel terjatuh di toilet Bandara, tepat pada saat aku disana. Dan ketika aku cek, itu adalah ponsel milik Nona"
Seketika Galen langsung mengerutkan keningnya. Tatapannya begitu tajam pada ponsel dalam genggamannya ini. "Seperti ada yang janggal. Jika Nirmala di kirim ke Luar Negara, seharusnya ada dalam daftar penerbangan. Tapi kenapa bisa tidak ada?"
"Aku akan mencoba untuk mencari tahu kejelasannya Tuan"
"Cari tahu semuanya, Jo"
Johan hanya mengangguk saja, dia segera berlalu dari sana. Meninggalkan Tuannya yang terlihat kacau.
Sementara Galen masih kebingungan dengan semua ini. Dia mencoba melihat ponsel Nirma, dan keadaan ponselnya memang mati. Ada sedikit goresan di bagian layarnya, entah karena terjatuh atau terinjak. Galen pergi ke kamarnya, mengambil pengisi daya untuk ponsel Nirmala ini. Karena ia yakin jika ponselnya mati karena kehabisan baterai.
Duduk di pinggir tempat tidur, menatap ke arah nakas dimana ponsel Nirmala disana, sedang di isi daya. Perasaan Galen begitu kacau sekarang, apalagi dengan hal-hal membingungkan atas kepergian Nirmala saat ini.
"Sebenarnya kemana kamu pergi, kenapa meninggalkan teka-teki begini?"
Galen menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan satu lengah menjadi bantalan kepalanya. Menatap langit-langit kamar dengan pikiran menerawang, dimana dia pertama kali bertemu gadis kecil dengan rambut dan baju seragam sekolah yang berantakan.
"Jika kisah kita harus penuh pengorbanan dan perjuangan seperti ini, maka aku akan terus berjuang dan banyak berkorban"
Galen menghembuskan nafas kasar, masih begitu teringat bagaimana Nirmala yang menjadi gadis begitu tulus dan dewasa. Bahkan di usia remaja saja, dia sudah bisa mengurus Laura yang terkadang sangat manja, dan Nirmala bisa menjaganya dengan begitu baik.
Suara dering ponsel membuat Galen tersadar dari segala lamunan. Dia bangun dan duduk di pinggir tempat tidur, mengambil ponsel di atas nakas. Hanya mampu menghela nafas kasar ketika melihat Mamanya yang menelepon.
"Ada apa Ma?"
"Kenapa tidak pulang? Kau berada dimana sekarang?"
"Hanya ingin menenangkan diri saja di Apartemen. Ada apa? Jika tidak ada hal serius dan penting, aku matikan dulu"
"Tunggu Galen!" terdengar suara Mama yang setengah berteriak, agar Galen tidak segera menutup sambungan telepon. "... Besok kita bertemu dengan pihak perencana pernikahan. Kamu dan Laura harus datang, karena kalian yang akan menentukan temanya. Urusan lainnya biar Mama dan Nyonya Arganta saja yang urus"
"Terserah saja mau ambil tema seperti apa. Tapi, aku tidak bisa datang karena harus pergi ke lokasi proyek"
Galen langsung menutup sambungan telepon tanpa ingin mendengar lagi ucapan Mamanya. Hembusan nafasnya menunjukan bagaimana dia yang terbebani dengan semua ini.
*
"Jadi kenapa harus pindah Apartemen, Ben?"
Benji duduk di kursi depan meja kerja Atasan sekaligus temannya ini. "Aku sudah lelah terus berharap pada kekasih orang. Lagian dia akan segera menikah dengan kekasihnya"
Willy yang sedang menandatangani beberapa berkas, langsung mendongak dan menatap Benji dengan menghela nafas pelan.
"Carilah perempuan lain. Pastinya akan mendapatkan yang lebih darinya. Aneh juga, kenapa kau bisa suka dengan kekasih orang sih"
Benji juga menggeleng pelan, bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya tentang kekasih orang lain yang akan membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya.
"Apa dia akan mencarimu? Mungkin dia mencarimu ke Apartemen"
Benji mengangkat bahunya, mungkin memang Laura akan mencarinya ke Apartemen. Tapi mulai sekarang, Benji harus memutuskan hubungan apapun. Bahkan dia sengaja mengganti nomor ponselnya. Karena terus berhubungan dengan Laura, akan berimbas pada kehidupannya dan Adiknya.
"Aku tahu mereka adalah orang berada, jadi pasti akan bisa melakukan apa saja padaku dan adikku. Jadi, lebih baik aku mundur saja"
Willy mengangguk saja, karena mungkin ini yang menjadi pilihan terbaik bagi sahabatnya itu. "Kamu pasti bisa menemukan yang lebih baik"
Benji tidak menjawab, pikirannya melayang pada kejadian dua hari lalu. Dimana seorang pria bertubuh tegap datang menemuinya di Apartemen. Pria dan seorang wanita yang mengaku sebagai orang tua Laura.
"Tinggalkan anak kami jika tidak ingin adikmu menjadi sasaran? Bukankah dia masih harus di rawat? Bagaimana jika aku buat dia tidak bisa mendapatkan perawatan terbaik di Rumah sakit kita"
Ucapan dari orang tua Laura itu, membuat Benji memilih mundur sekarang. Karena yang dia perjuangkan saat ini bukan hanya tentang kebahagiaannya, tapi kesembuhan untuk adiknya juga yang sedang terbaring di Rumah sakit atas kecelakaan yang terjadi, dan dia masih koma hingga saat ini.
Benji tahu jika ancaman yang mereka berikan, bukanlah sebuah ancaman biasa. Mereka pasti akan melakukannya jika Benji tidak menuruti perkataan mereka.
"Ben.. Benji! Hey!"
Benji mengerjap kaget saat suara Willy terdengar setengah berteriak padanya. Benji terhanyut dalam lamunan, hingga tidak mendengar panggilan Willy.
"Masih memikirkan dia? Aku jadi penasaran seperti apa wanita itu, sampai membuat temanku ini tergila-gila"
Benji hanya tersenyum tipis, dia berdiri dari duduknya. "Aku pergi dulu, banyak pekerjaan harus di selesaikan. Terima kasih sudah menjadi teman ceritaku, Tuan Willy. Haha"
"Ck, dasar anak buah kurang ajar!"
Benji hanya tertawa saja sambil berjalan keluar dari ruangan Atasan sekaligus sahabatnya ini.
*
Ruangan sempit dengan pencahayaan yang remang. Seseorang meringkuk di atas lantai tanpa alas apapun. Bukan tertidur, tapi dia begitu lemah setelah orang-orang memukulinya. Pakaiannya robek disana sini. Memar di sekitar tubuhnya,
"Kau masih ingin mempertahankan?" Suara seorang pria yang menuruni anak tangga. Sepertinya ini adalah ruangan bawah tanah.
Perlahan mata bengkak karena bekas pukulan itu, terbuka. Menatap pada pria itu. "Lebih baik aku mati, daripada harus menyerahkan kesucianku padamu!"
"Kau masih berani, baiklah akan aku buat kau mati sekalian"
Pria itu kembali memukulinya tanpa ampun dengan sebuah cambuk. Sangat sadis dan tidak merasa kasihan sama sekali.
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪