Pasangan rumah tangga Kisman dan Mawar kehilangan anak satu-satunya karena sakit. Mereka tidak bisa menerima kenyataan pahit dan menginginkan putri mereka kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bebas
Lima bulan sudah berlalu dengan perenungan rasa penyesalan yang sangat mendalam.
Tidak akan lagi Kisman berulah seperti ini. Ia tidak mau lagi mengulangi catatan buruknya menjadi seorang penghuni bui.
Penyesalan terbesarnya tentu saja meninggalkan Mawar di rumah seorang diri. Laki-laki macam apa dirinya? Kisman akan memperbaiki semuanya sebagai bukti cintanya kepada Mawar yang selama ini selalu mendukungnya.
Keluar dari lapas Kisman pulang ke kampung. Pulang ke rumahnya.
Setelah peristiwa penangkapannya yang turut disaksikan beramai-ramai oleh warga. Lingkungan tempat tinggal Kisman menjadi berbeda. Orang-orang itu telah berubah untuk Kisman dan juga istrinya.
Pertama kali Kisman menginjakkan kaki di tanah desanya sendiri sepulang dari masa tahanan. Orang-orang tidak lagi sama seperti sebelumnya mereka saling mengenal.
Kisman yang mengawali bertegur sapa hanya mendapat balasan tatapan sinis.
Ketika berada di dalam penjara Kisman selalu khawatir kepada istrinya yang ia tinggal seorang diri. Kisman selalu menguatkan hati Mawar ketika istrinya datang untuk menjenguk.
Untungnya masih ada sedikit orang yang masih mau berbaik hati kepada keluarga Kisman. Sehingga Mawar bisa tegar dan bertahan di tengah-tengah orang-orang yang mencibir dan mengucilkannya.
Karena nilai setitik rusak susu sebelanga. Begitulah kata peribahasa.
Apalagi dengan apa yang telah dilakukan oleh Kisman dan istrinya. Aib kejahatan mereka selamanya akan selalu dikenang oleh orang-orang desa.
*
“Bu”,
“Aku pulang”,
Kisman berdiri tepat di depan pintu rumahnya yang terbuka. Ia melihat Mawar yang sedang melamun di ruang tamu.
“Pak”,
Mawar berlari menyambut kepulangan sang suami.
Dalam pelukan Kisman yang telah lama pergi, Mawar menangis.
“Sudah, sekarang aku sudah bebas”,
“Kamu tidak perlu menangis lagi”,
*
Malam itu Kisman dan Mawar begadang sampai tengah malam di dalam kamar di atas tempat tidur yang seprainya acak-acakan. Melepaskan semua kerinduan yang lama tertahan.
“Bu”,
“Apa kamu mau melihat anak kita lagi?”,
Pertanyaan Kisman begitu menggetarkan dada Mawar. Keduanya berada di bawah selimut berpeluh keringat di waktu malam yang sudah surut.
“Maksud kamu pak?”,
“Apa kamu mau melihat Seroja lagi?”,
“Di dalam penjara aku berkawan dengan seseorang”,
“Aku bercerita tentang Seroja kepadanya”,
“Orang itu bilang mengenal seseorang yang bisa mengabulkan keinginan kita untuk bertemu dengan anak kita lagi”,
“Bagaimana menurutmu bu?”, tanya Kisman kepada Mawar.
Tiba-tiba air mata Mawar mengalir dengan deras tanpa terbendung.
“Tentu saja aku ingin sekali bertemu dengan Seroja”, kata Mawar gemetar.
Bayangkan harapan itu ada di masa-masa sulit kehidupan pasangan suami istri Kisman dan Mawar yang begitu malang.
Tinggal di dalam rumah sendiri. Di kampung kelahiran sendiri. Tapi sekarang mereka seperti tinggal di tengah hutan yang sepi.
Sebagian besar warga menjauhi mereka. Mengejek dan membuat sakit hati.
*
Pagi harinya Kisman mengajak Mawar untuk pergi mencari Bandi. Orang yang mengaku bisa mempertemukan mereka dengan orang sakti.
Kisman mengajak Mawar bukan tanpa alasan. Ia sekaligus ingin mengajak istrinya untuk mencari hiburan setelah penat di rumah sendirian selama lima bulan. Kisman mengajak Mawar pacaran.
“Memangnya tempat kawanmu itu dimana?”, tanya Mawar.
“Dia tinggal di kota kumuh”, jawab Kisman.
Kisman dan Mawar pergi berjalan kaki. Mereka sudah tidak punya sepeda lagi.
Kisman menyuruh istrinya untuk menjual sepeda yang biasa ia gunakan untuk berjualan beserta mainan dagangannya sebagai modal hidup sewaktu ia berada di dalam penjara.
“Awas minggir”,
“Bocah-bocah minggir”,
“Ada pasutri penculik”,
“Mau kemana?”,
“Mau culik anak orang lagi?”,
Begitulah sayup-sayup terdengar suara cemoohan dari orang-orang kampung ketika melihat Kisman dan Mawar.
Tidak terbayang bagaimana perihnya hati Mawar saat sendiri.
“Sudah biarkan saja”,
“Mereka cuma anak-anak”,
Kata Kisman menguatkan istrinya.
Untuk sampai di kota kumuh mereka harus naik kendaraan umum. Setidaknya dua kali.