NovelToon NovelToon
META

META

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Keluarga / Persahabatan / Romansa / Bad Boy / Enemy to Lovers
Popularitas:428
Nilai: 5
Nama Author: hytrrahmi

Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehilangan sosok yang ia harap mampu melindunginya, membuat hati Meta kian mati rasa.

Berbagai upaya telah Meta lakukan untuk bertahan. Dia menahan diri untuk tak lagi jatuh cinta. Ia juga menahan hatinya untuk tidak menjerit dan terbunuh sia-sia. Namun kehadiran Aksel merubah segalanya. Merubah pandangan Meta terhadap semesta dan seisinya.

Jika sudah dibuat terlena, apakah Meta bisa bertahan dalam dunianya, atau justru membiarkan Aksel masuk lebih jauh untuk membuatnya bernyawa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hytrrahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Tersebarnya Aib Keluarga (b)

Selepas beradu otot di lapangan bersama Putra, menunjukkan dengan berani pada warga sekolah betapa hebatnya kekuatan seorang Aksel, keduanya kini mendekam di ruangan Pak Arman selaku guru yang berwenang. Guru yang diketahui satu sekolah sosok yang tegas namun semena-mena itu, menginterogasi Aksel dan Putra bersama wali kelas Meta. Menanyakan tentang kebenaran yang menyebabkan kekacauan di antara mereka.

"Kamu bisa mempertanggungjawabkan apa yang kamu katakan di dalam video itu, Aksel? Perkara status, kamu nggak boleh main-main, akan berdampak buruk bagi Meta nantinya."

Wanita cantik yang memakai kerudung berwarna senada dengan seragam kebanggaannya itu bertanya pada Aksel. Menatap wajah muridnya yang tertunduk masam dengan penuh tuntutan. Namanya Rara, guru yang mengajar bahasa Inggris, dikenal ramah namun tegas dalam bertindak.

Perlahan, Aksel mengangkat kepalanya untuk menatap Bu Rara yang butuh jawaban. "Bisa, Bu. Tapi sejujurnya saya nggak mengharapkan ini terjadi. Kalau bukan karena Putra, masalah ini nggak akan sampai mempermalukan Meta sama keluarganya."

"Bikin kesalahan sendiri malah nyalahin orang lain. Laki bukan?" Putra merespon dengan senyuman miring dengan kepala yang masih tertunduk.

Aksel langsung menggerakkan kepalanya, menatap Putra dengan horor seolah akan menelan hidup-hidup cowok sialan itu.

"Putra," tegur Bu Rara, membuat senyuman Putra ikut lenyap. Cowok itu pun meminta maaf, Bu Rara sontak melihat raut wajah Aksel. "Lain kali perhatikan ucapan kamu, Aksel. Ibu khawatir sama Meta kalau seandainya dia dan lingkungannya tiba-tiba berubah."

Kedua murid laki-laki itu hanya pasrah mendengarkan ceramah panjang Bu Rara tentang pergaulan, cara bicara, dan sikap di lingkungan sekolah sebagai seorang pelajar. Di sampingnya, Pak Arman mendampingi dengan mengangguk, membenarkan seluruh perkataan wanita di sampingnya.

"Maaf, Bu. Saya nggak bermaksud memperburuk keadaan." Aksel menunduk setelah wanita di hadapannya selesai bicara.

"Lain kali perhatikan sikap kamu, Sel. Untuk kali ini bisa Ibu maafkan, kamu dan Putra hanya Ibu skorsing selama dua hari."

Putra dan Aksel mengangguk serempak, tak membantah sama sekali perkataan gurunya. Beda cerita kalau dengan Pak Arman, Aksel pasti sudah menumpukan kepalan tangan pada tulang pipi laki-laki itu. Sebab ketika Pak Arman bicara selalu menyulut emosi, bawaannya minta dipukul terus. Beruntung Bu Rara ada di sana, membuatnya tenang sesaat, sampai wanita itu pergi setelah memberikan surat pernyataan bahwa mereka telah diberikan sanksi berupa skorsing selama dua hari.

Ceramah rohani Bu Rara dilanjutkan Pak Arman, sebagai murid berprestasi, Putra tentu mendengarkan. Lain halnya dengan Aksel, cowok itu malah mengorek telinganya pertanda tidak peduli.

"Beda tampang beda perlakuan, ya. Kalau nggak good looking kurang mendapatkan perhatian."

"Bukan kurang, Pak, tapi emang nggak pernah diperhatiin!" tegas Aksel kurang ajar, menyentak tubuh Pak Arman agar segera sadar dengan siapa ia berhadapan.

...***...

Renata serta dua temannya tiba di ruang BP setelah melewati lapangan. Mereka sampai dengan wajah panik dan tidak sabaran, langsung menghadang Bens serta Dewa yang sedang berdiri di depan pintu. Kedua cowok itu tidak memberikan akses masuk, dan tentu saja Pak Arman juga tidak mempernankan mereka masuk ke dalam. Karena memang tidak punya urusan penting dengan beliau.

"Minggir, aku mau ketemu sama Aksel!"

Bens yang paham dengan nada suara Renata, menggeser tubuhnya ke samping setelah melirik Wulan yang enggan memaksakan kehendak. Dia paham kalau saat ini, Renata sedang menahan diri untuk tidak adu mulut dengan pacarnya.

"Kamu nggak liat sekarang ada di mana? Sekalipun aku izinin masuk, Pak Arman nggak akan bukain pintu buat kamu."

"Aku harus ngomong sama Aksel. Ini penting, menyangkut sahabat aku."

"Bukan sekarang, Ren, waktunya. Kalau kamu sahabatnya Meta, seharusnya kamu tahu hal ini dari awal!"

Kayla tersentak, begitu juga dengan Bens dan Wulan yang kini telah bersisian. Saling lirik dengan tatapan meringis melihat perdebatan tanda bahaya yang dilakukan Renata dan Dewa. Sebagai sesama perempuan, Kayla dan Wulan tahu rasanya dibentak oleh orang yang kita sayang di depan banyak orang.

Renata yang diperlakukan sedemikian kasar oleh Dewa terdiam, pandangannya yang sempat menantang perlahan menurun menatap ubin. Kemudian melemparkan pandangan ke sekeliling, matanya menemukan beberapa orang yang menatap rendah dirinya. Dewa mempermalukan Renata secara tidak sengaja, hatinya nyeri, sakit sekali.

Sembari menahan air matanya, Renata menabahkan hati. "Masalah aku nggak ada urusannya sama kamu, nggak usah bentak-bentak aku kayak gitu!"

Melihat reaksi yang Kayla tahu sesaknya seperti apa, gadis itu maju, menyentuh kedua pundak Renata. "Ren, lo tenang dulu. Kita tunggu sampai Aksel keluar dari ruangan Pak Arman. Jangan ngomong sama orang yang bahkan saat ini nggak tahu perasaan lo seperti apa," bujuk Kayla, menatap sinis sosok jangkung di depannya.

Tanpa banyak bereaksi, Renata mengangguk dengan kepala tertunduk. Tubuhnya seketika diajak mundur, sedang Dewa memerhatikan tiap gerakan gadisnya. Ada rasa sesal dalam hatinya setelah membentak Renata, membuatnya merasa bersalah. Namun karena ego yang mendadak terlalu tinggi, Dewa terpaksa berpaling muka.

"Nggak tau diri, ya, sahabat kamu."

Tiba-tiba, Bens ikut terkena semprot perempuan di sebelahnya dengan lirikan tajam. Membuat Bens memasang ekspresi bingung, lalu cewek itu pun mendekati kedua sahabatnya.

"Lan, yang nggak tau diri biasanya yang paling sayang sama ceweknya."

"Kata siapa?" sambar Kayla.

Bens mendelik. "Kata gue barusan, lo nggak denger?"

"Denger, barusan cowok bangsat ngomong sama jempol kaki gue."

"Yang bangsat itu mulut lo!" ketus Bens sambil berjalan meraih tangan Wulan agar kembali ke sisinya. "Kamu jangan deket-deket dia, nanti tertular, kan, bahaya."

"Aku lebih takut sama kamu, Bens, daripada sama Kayla!"

Wulan pun memukul lengan Bens, memperlihatkan wajah kesalnya pada cowok itu. Sementara Kayla memilih untuk diam, menenangkan Renata sembari menunggu Aksel ke luar. Tak perlu menunggu lebih lama, Putra pun ke luar lebih dahulu dengan wajah lelah penuh beban. Disusul oleh Aksel dengan ekspresi seperti orang kematian istri. Kacau sekali.

Renata menghadang cowok itu tanpa membiarkannya menenangkan diri. "Jelasin apa maksud omongan lo di video itu, Sel!"

"Aksel, jelasin!" desak Renata saat cowok itu mencoba berlalu dari hadapannya. Aksel hanya mampu menundukkan wajahnya, terkesan dingin dan menyeramkan untuk dimintai keterangan. Tapi Renata ingin sekali tahu.

"Fakta itu bener. Untuk hal lainnya, lo bisa tanya langsung ke orang yang bersangkutan. Sahabat lo."

"Terus kenapa lo berantem sama Putra?"

"Ranah pribadi seseorang kayaknya bukan jangkauan lo. Maaf udah memperkeruh keadaan. Gue cabut dulu."

...***...

Berapa banyak orang yang telah gagal menjalankan kehidupan seperti ini dengan menyerahkan nyawanya pada Tuhan? Meta ingin sekali tahu, supaya bangga pada diri sendiri karena berhasil bertahan sejauh ini. Rasa sakit yang menyeruak sampai ke kepala mencabik-cabik perasaan Meta, memaksanya bungkam demi menahan segala perihnya.

Saat ini Meta duduk di kursi teras, memandangi pagar dengan tatapan tak bermakna. Ingatan semalam menusuknya kembali, sakitnya dipukuli masih terasa nyata. Hingga membuat netra kelamnya memanas, perlahan air yang tergenang di sana menyusut. Ponsel di tangannya berdering. Sebuah panggilan masuk dari seseorang yang tak pernah Meta harapkan datang.

Di pintu, ada Risa yang sedang mengamati putrinya. Sejak pagi ia tahu, jikalau gadis berwajah lebam itu menghindari ponsel agar tidak diteror oleh teman-temannya. Lali selesai mengecek, sebuah panggilan pun masuk dan Risa sudah tahu siapa yang menghubunginya.

"Kalau nggak mau angkat teleponnya, seenggaknya kamu kirim pesan, Ta. Mama kamu pasti khawatir. Bagaimanapun juga, dia tetap ibu kandung kamu."

Risa meninggalkan pijakannya di pintu, mengambil posisi di hadapan Meta yang tak berani menatap wajahnya.

"Bu, aku punya Ibu. Aku nggak butuh dia ataupun uangnya!"

"Tapi, mama kamu seperti ini karena dia sayang kamu, Ta. Makanya dia mengorbankan dirinya sendiri."

Meta mengangkat kepala, matanya membesar. "Sekaligus mengorbankan aku demi tujuan hidup yang sia-sia. Aku udah kasih pilihan sejak awal. Pilih aku atau kerjaan kotor itu!" balasnya geram.

"Kamu juga nggak tau apa yang mama kamu hadapi di luar sana. Setelah mengandung, melahirkan dan membesarkan kamu, derita kamu sekarang sepadan dengan semua kesakitan yang mama kamu terima?"

Meta menarik napasnya, tidak dipungkiri ada perasaan menyesal telah membenci wanita itu.

"Terus Ibu mau aku gimana?"

"Tinggalin Ibu, Ta. Temui mama kamu dan ceritakan semuanya." Risa memandang ke dalam manik mata putrinya, menunjukkan bahwa harapannya amatlah besar untuk anak yang bukan darah dagingnya itu.

Tak setuju dengan keputusan Risa, Meta pun bangkit untuk mengutarakan penolakannya. "Aku nggak mau, Bu! Aku nggak akan tinggalin Ibu sekalipun Ibu mau ninggalin aku."

"Jawab panggilan itu, Ta. Kamu harus selamat dari keluarga ini."

"Terus Ibu gimana? Aku juga mengenal siapa bapak, Bu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!