NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

Status: tamat
Genre:Tamat / dosen / nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Pernikahan Kilat / Beda Usia
Popularitas:22.5M
Nilai: 4.8
Nama Author: Desy Puspita

Niat hati mengejar nilai A, Nadine Halwatunissa nekat mendatangi kediaman dosennya. Sama sekali tidak dia duga jika malam itu akan menjadi awal dari segala malapetaka dalam hidupnya.

Cita-cita yang telah dia tata dan janjikan pada orang tuanya terancam patah. Alih-alih mendapatkan nilai A, Nadin harus menjadi menjadi istri rahasia dosen killer yang telah merenggut kesuciannya secara paksa, Zain Abraham.

......

"Hamil atau tidak hamil, kamu tetap tanggung jawabku, Nadin." - Zain Abraham

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15 - Terang-Terangan

Lagi-lagi Zain tersedak, selalu saja ada kejadian dimana Nadin membuat jantungnya tersentak. Siapa yang gugup sekarang? Setelah tadi dia tampak santai dan begitu percaya diri lantaran yakin Nadin tidak akan sadar dengan kecupan di bibirnya, kali ini Zain panas dingin dan memerah dalam satu waktu.

Istrinya bercerita, tepat di hadapannya dan sesantai itu Nadin mengatakan jika pelakunya adalah jin. Entah sarkas atau memang hanya menerka-nerka, tapi yang jelas saat ini Zain tengah berusaha untuk melindungi diri, sudah tentu lantaran gengsi.

"Sepertinya begitu, kamu tidak baca doa mungkin."

"Masa sih? Tapi rasanya aku doa kok, tiga surah pendek sekaligus ayat kursinya juga tidak ketinggalan."

Zain menghela napas panjang, jelas saja takkan mempan dibacakan apapun, dia bukan dari bangsa jin yang benar saja. "Mungkin ilmunya kuat ... jadi tidak mempan."

Penjelasan Zain hanya membuat Nadin mengerjap pelan, tatapan tak terbaca yang pada akhirnya membuat Zain beranjak lebih dulu. Tatapan wanita itu berbahaya, bisa-bisa dia akan mengaku tanpa sengaja nantinya.

Agaknya akan lebih baik jika dia menghindar saja. Nadin masih terus menatapnya, hingga Zain berdiri di ambang pintu juga tetap begitu. "Cepat makannya, aku tunggu di mobil."

"Kelasku dimulai jam 10 nanti, duluan saja, Mas."

Zain memejamkan mata, dia baru saja mendapat penolakan secara mentah-mentah. Padahal, sengaja Zain menyiapkan sarapan bahkan menyempatkan diri untuk membuang sampah semalam agar bisa pergi bersama.

Alasannya agar Nadin tidak banyak alasan dan dia bisa sekaligus mengantar sang istri. Namun, setelah mendengar jawaban Nadin mendadak Zain kesal sendiri. "Oh iya? Kenapa tidak sekarang saja?"

"Ya ngapain? Masih dua jam lagi, Mas ... aku pergi sendiri saja nggak apa-apa kok." Nadin pikir Zain pagi ini memang sangat baik lantaran peduli, padahal ya karena dia ingin Nadin pergi cepat saja sebenarnya.

"Apa kamu tidak ingin menyiapkan diri untuk perbaikan nilai ujianmu kemarin? Kalau tidak salah D, iya 'kan?" Tak terima mendapat penolakan, Zain melayangkan umpan dan hal itu benar-benar terdengar menyebalkan bagi Nadin sungguh.

"Perbaikan? Serius ada perbaikan?"

"Hm, aku akan memberi satu kesempatan, jadi ada baiknya maksimalkan waktu untuk cari referensi belajar di perpustakaan. Aku lihat sumber referensimu sangat terbatas, dan aku tidak begitu fokus dengan buku yang kamu gunakan."

"Eum kalau nanti ada perbaikan, kira-kira bisa berubah jadi A?" tanya Nadin penuh harap, jika Zain mengiyakan maka dia tidak akan menolak untuk pergi ke kampus pagi ini, sungguh.

"Tentu saja ... bahkan A+ akan kuberikan di perbaikan nanti."

"Janji dikasih A+ ya?"

"Hm, janji."

Mendengar janji manis Zain, tanpa pikir panjang Nadin segera menyelesaikan sarapan dan ditutup dengan minum air mineral yang juga Zain siapkan di sana.

Awalnya dia sudah ikhlas dengan nilai itu, tapi begitu mendengar kata perbaikan dari Zain, medadak dia merasa ada harapan. Bukan tanpa alasan, tapi menurut pengakuan para senior dalam ujian Zain tidak mengenal yang namanya perbaikan, sistem nilai yang dia berikan memang nilai pasrah dan harus diterima apa adanya.

Jelas saja kali ini dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Cepat sekali Nadin bersiap, tak butuh waktu lama dia sudah berdiri di hadapan Zain dan mengatakan siap untuk pergi. "Ayo, Mas!!"

"Kunci dulu pintunya, koperku mahal."

Baru saja Nadin memujinya, dan pria itu mendadak narsis hingga sang istri mengerjap pelan. Agaknya, perkara sendal semalam masih terus membekas dalam diri Zain. Dia memang sempat bercerita tadi malam, tapi Nadin tidak begitu penasaran karena ya menurutnya sendal hilang di masjid adalah hal yang lumrah.

"Iya ... ini mau dikunci, lagian siapa juga yang mau nyolong koper," celetuk Nadin seraya mengunci pintu kost mereka.

Hanya karena hilang sendal, dia menuduh tetangga sekitar terbiasa maling. "Bisa saja, sendalku saja hilang apalagi yang lain," sahutnya kemudian walau sebenarnya tidak diajak bicara.

"Masih tentang sendal? Ikhlasin aku bilang ... di warung banyak, paling juga 25 ribu."

Zain tak menjawab lagi, jika diteruskan besar kemungkinan pembicaraan mereka tidak akan ada ujungnya. Sebenarnya bukan perkara harga, bukan pula tak ikhlas sendalnya itu hilang. Hanya saja, Zain berusaha untuk waspada dan tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya.

Sepanjang perjalanan keduanya kembali seolah tak kenal, diam dan memang belum terlalu banyak topik untuk dibahas. Sesekali Zain melirik sang istri melalui ekor mata, sementara Nadin masih terus fokus membaca buku kecil yang berisikan catatan materi penting terkait pelajarannya.

Dia terlihat tenang, Zain merasa lega sang istri perlahan membaik. Tidak hanya fisik, tapi juga mentalnya. Terlihat jelas saat ini dia sudah mulai berani banyak bicara, tidak juga menjauh ketika didekati. Ya, walaupun masih saja menunduk ketika ditatap, tapi setidaknya Zain merasa keputusan untuk menikahi wanita itu tidak salah.

.

.

"Mas, berhenti di halte."

"Kenapa begitu? Bukannya masih agak jauh?"

Sejenak Nadin menghentikan kegiatannya, dia menatap sang suami seraya menghela napas panjang. Agaknya Zain lupa terkait perjanjian yang beberapa saat sebelum menikah, statusnya rahasia dan tidak boleh ada orang yang tahu.

"Masih pagi ... tidak akan banyak yang tahu."

"Tidak banyak, bukan berarti tidak ada, 'kan?"

"Sekalipun ada yang tahu kita pergi bersama apa salahnya? Juga, apa pergi bersama itu bisa disimpulkan suami istri? Lihat tukang ojek itu, apa yang dia anter istrinya?" Analoginya sangat masuk akal, sekalipun ketahuan pergi bersama belum tentu rahasianya akan terbongkar.

Namun, bagi Nadin tetap saja, walau memang mereka tidak akan tahu yang terjadi sebenarnya, tapi bukan tidak mungkin jika dianggap mereka ada apa-apanya. Terlebih lagi, dosen yang bersangkutan adalah Zain. Sejak kapan dia membawa seorang wanita pergi ke kampus bersamanya? Bisa dipastikan Nadin adalah yang pertama.

Sayangnya, sekalipun Nadin sudah meminta Zain adalah pria keras kepala yang mendadak tuli ketika dia tak suka. Dia masih baik, berhentinya di depan gerbang, tidak masuk ataupun berhenti tepat depan perpustakaan.

"Turunlah."

Ingin marah, tapi tidak bisa, tak bisa dipungkiri Zain adalah suami. Dalam keadaan kesal, Nadin masih mengulurkan tangannya. "Kartuku sudah kamu pegang, aku tidak punya uang cash."

Siapa juga yang mau uang, Nadin mengerjap pelan dan bingung salahnya dimana. "Salim, Mas, bukan minta uang," jelasnya kemudian yang membuat Zain tertawa sumbang.

Tak segera mengulurkan tangannya, pria itu meratapi kebodohannya lebih dulu. Barulah setelah itu dia menyambut tangan Nadin, kecupan di punggung tangannya membuat Zain berdegup tak karu-karuan.

Bukan pertama kali, tapi yang kali ini terasa sangat berbeda. Beberapa saat setelah Nadin melepaskan tangannya, Zain masih terpaku, seolah bingung hendak bagaimana lagi.

"Aku pergi ya, Mas ... Assal_"

"Nadin tunggu!!" Zain menahan pergelangan tangan sang istri, memintanya untuk mengurungkan niat hingga Nadin menutup kembali pintu yang baru saja terbuka beberapa saat lalu.

"Kenap_"

Cup

Tanpa izin, tanpa peduli sang istri mau atau tidak Zain mendaratkan kecupan di kening Nadin hingga mata sang istri seketika membola. "Kata pak ustadz sering-sering cium kening istri biar akrab," ucap Zain seraya merapikan hijab sang istri yang sedikit berantakan akibat ulahnya.

.

.

- To Be Continued -

Hai, maaf kemarin cuma satu up ... aku bayar tiga di hari ini ya💃 Menuju 20 bab, mohon jangan tumpuk bab, sepakat?! Sepakat yak, emmuaaach

1
Olla Second
Buruk
Juney Likin
/Drool//Drool/
Diana diana
buahahahahahaha . . ya Allah , sungguh ini adalah hiburan buat emak emak yg keseharianY tongkrongin kompor
Diana diana
dosen cab*l . . hahahaha
Diana diana
allahhu Akbar , bapak satu ini
Diana diana
ah , yang bener aja Jesika hamil
Diana diana
cieeeee , ternyata masih terngiang ngaing dengan ucapan Nadin
Diana diana
bapak bapak manja . .
Diana diana
syakil , Mikhail . . kok aku kayak gak asing sama nama nama ini . .
Diana diana
Nadinku . . hahahaha
Diana diana
wadidawwww . .
Diana diana
bolu stunting . . hahahahaha
gak pernah cek k posyandu sech
Siti Ria Ningrum
aku balik lagi di mari.
setiap baca keluarga megantara ujung2nya balik ke couple Zain Nadin
.🥰🥰
Diana diana
sokooooorrrr . .
nova vaw
serebu?mau bikin gempor nadun
Diana diana
hahahaha . . edukasi
Diana diana
dia gak sadar klo dia sendiri mesyum dan membawa pengaruh buruk buat Nadin . . hahahaha
Diana diana
mulut emak emak bigos ach Anggara mah . .
Diana diana
omayyy . .
Diana diana
hayo lohhhhh . .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!