Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
019 - Neraka Hardcore (4)
Mata Gray, yang dipertajam oleh kekuatan gelap yang mengalir di dalam tubuhnya, menyapu area sekitar reruntuhan. Ia menghitungnya dengan hati-hati; lima golem batu, besar dan kokoh, berpatroli di sekitar tembok kastil yang lapuk. Mungkin ada beberapa lagi yang bersembunyi di dalam, tetapi lima ini yang terlihat.
"Lima... mungkin ada beberapa lagi tersembunyi,"
Bisik Gray, suaranya hampir tak terdengar di antara desiran angin.
"Kita serang satu per satu. Diam-diam."
Ren mengangguk setuju, tangannya sudah siap menggenggam belati yang tersembunyi di balik jubahnya. Kecepatan dan ketangkasannya akan menjadi kunci keberhasilan penyerangan diam-diam ini. Jazul, dengan ekspresi serius, mulai mengocok kartu-kartunya, seolah mempersiapkan mantra-mantra yang akan ia gunakan untuk mendukung serangan mereka. Anya, dengan tenang, menyiapkan beberapa ramuan penyembuhan kecil, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Taro, elf yang selalu waspada, memeriksa kembali busurnya, mata elangnya mengamati setiap gerakan golem-golem tersebut. Wajah Rabu tampak pucat, namun ia tetap teguh di tempatnya, siap membantu dengan cara apapun yang ia bisa.
Gray memimpin, bergerak dengan kecepatan luar biasa yang hanya dimilikinya berkat pelatihan kakeknya dan kekuatan gelap yang mengalir di dalam dirinya. Ia mendekati golem pertama dengan hati-hati, memilih golem yang posisinya agak terpisah dari yang lain. Dengan cepat dan tepat, ia menggunakan kekuatan gelapnya untuk menciptakan sebilah pisau energi yang tajam, menancapkannya tepat ke celah di antara lempengan batu golem tersebut, sebuah titik lemah yang telah ia amati sebelumnya. Golem itu meraung, tubuhnya bergetar, namun sebelum ia sempat bereaksi lebih lanjut, Ren sudah melompat, menusukkan belatinya ke bagian yang sama di mana Gray menancapkan pisau energinya, melemahkan golem tersebut lebih jauh.
Sementara itu, Jazul melemparkan sebuah kartu yang bersinar dengan cahaya merah menyala ke arah golem tersebut, menciptakan ledakan kecil yang mengguncangkan golem itu. Anya dengan sigap menyemprotkan ramuan ke luka yang dibuat oleh Gray dan Ren. Taro, dari jarak aman, melesatkan anak panah yang tepat mengenai mata golem tersebut. Golem itu akhirnya runtuh, menjadi tumpukan batu yang hancur.
Empat golem lainnya masih berpatroli, menyadari adanya serangan. Mereka bergerak menuju sumber suara, dan ketegangan pun meningkat. Pertempuran yang lebih besar sudah pasti menunggu mereka.
Perhitungan Gray keliru. Saat debu dari golem pertama yang mereka kalahkan masih mengendap, tujuh golem batu, lebih besar dan lebih mengerikan daripada yang sebelumnya mereka hadapi, muncul dari balik tembok kastil. Goliath-goliath batu ini memancarkan aura ancaman yang lebih kuat, permukaannya dihiasi dengan ukiran-ukiran aneh yang berkedip-kedip dengan cahaya merah suram. Keheningan melanda sejenak, hanya diiringi oleh deru angin dan detak jantung mereka yang berdebar kencang.
"Tujuh,"
Gumam Taro, suaranya sedikit gemetar, tangannya masih memegang busur.
"Lebih banyak dari yang kita perkirakan."
Anya, wajahnya pucat, sibuk menyiapkan ramuan penyembuhan tambahan. Ren, dengan tenang, sudah bersiap untuk pertarungan jarak dekat, belati-belatinya berkilauan di bawah cahaya redup. Jazul, dengan konsentrasi tinggi, menyusun strategi di dalam benaknya, kartu-kartu pokernya berkilauan samar di tangannya.
Namun, yang mengejutkan semua orang adalah Rabu. Pemuda yang sebelumnya tampak lemah dan pendiam itu kini berdiri tegak, dengan tatapan yang berapi-api. Dari tangannya, berkembang bola-bola kecil cahaya biru pucat, yang kemudian ia luncurkan dengan akurat ke arah golem-golem tersebut, memicu ledakan-ledakan kecil yang menggoyahkan golem-golem itu. Ini bukanlah sihir tingkat tinggi, tapi serangan-serangan mendadak yang mengalihkan perhatian dan memberi kesempatan kepada yang lain untuk melancarkan serangan mereka.
"Aku… aku bisa menggunakan sihir dasar,"
ucap Rabu, suaranya masih sedikit gemetar, namun dengan nada bangga yang tak terduga.
"…aku berlatih di lab sebelumnya sedikit."
Gray tersenyum tipis, mata tajamnya menilai situasi. Ia yakin bahwa kerja sama tim mereka adalah kunci untuk mengatasi situasi ini.
"Bagus, Rabu!"
Deru Gray, suaranya penuh semangat,
"Kita hadapi bersama!"
Ia kemudian memberi isyarat kepada timnya untuk memulai serangan terkoordinasi, menggabungkan kekuatan mereka untuk menghadapi ancaman baru ini. Pertempuran yang jauh lebih berat daripada yang mereka bayangkan pun dimulai.
Di tengah hiruk pikuk pertempuran, di saat golem-golem batu itu mengayunkan pukulan-pukulan dahsyat, dan mantra-mantra Jazul serta anak panah Taro berhamburan di udara, Gray tiba-tiba berhenti sejenak. Ia memperhatikan dengan seksama setiap gerakan golem, setiap retakan kecil pada permukaan batu mereka yang kokoh. Pengamatannya yang tajam, yang diasah oleh kekuatan gelap dan pengalamannya di Abyss, menemukan sesuatu yang luput dari perhatian yang lain. Dengan suara lantang yang memotong hiruk pikuk pertempuran, Gray mengumumkan,
"Aku tahu kelemahan mereka!"
Semua serangan berhenti sejenak. Ren, Jazul, Taro, dan Anya menatap Gray dengan penuh harap.
Bahkan Rabu, yang masih sibuk menembakkan bola-bola cahaya kecil, tampak berhenti sejenak, fokus pada Gray.
"Mereka terbuat dari batu,"
Lanjut Gray,
"Tapi batu itu bukan tanpa cela. Lihatlah! Ukiran-ukiran itu bukanlah sekadar hiasan! Mereka adalah titik-titik lemah!"
Ia menunjuk pada ukiran-ukiran yang berkedip merah pada golem-golem tersebut.
"Jika kita fokus menyerang ukiran itu, kita bisa menghancurkan mereka lebih cepat!"
Mata Jazul berbinar. Ia segera memahami strategi Gray.
"Aku bisa memperkuat serangan kita dengan sihir!"
Serunya, tangannya bergerak cepat, menyusun kartu-kartunya untuk menciptakan mantra yang lebih kuat dan terarah. Taro mengangguk setuju, membidik busurnya dengan lebih presisi, fokus pada ukiran-ukiran tersebut. Ren, dengan gerakan yang lincah dan mematikan, mencari celah untuk mendekati golem-golem itu dan menyerang ukiran-ukiran tersebut dengan belatinya.
Anya mempersiapkan ramuan yang lebih kuat, bersiap untuk menyembuhkan luka yang mungkin mereka terima selama serangan yang lebih terfokus ini. Wajah Rabu tampak lebih percaya diri, ia kini juga fokus pada ukiran-ukiran tersebut, bola-bola cahayanya menjadi lebih akurat dan lebih kuat. Dengan strategi baru yang diusulkan Gray, pertempuran memasuki fase yang baru. Akankah mereka berhasil mengalahkan tujuh golem raksasa tersebut dengan memanfaatkan kelemahan yang baru mereka temukan?
Jazul, dengan kecepatan yang mengagumkan, mengacak-acak kartu pokernya. Kartu-kartu itu berputar-putar di udara, membentuk pola rumit sebelum menyatu menjadi sebuah kilatan cahaya putih yang menyilaukan. Cahaya itu melesat, tepat mengenai ukiran merah pada golem terdekat. Suara gemuruh mengguncang tanah saat bagian batu golem itu hancur, debu dan pecahan batu berterbangan ke segala arah.
Taro, dengan keahlian memanah yang luar biasa, melepaskan anak panah yang dipenuhi energi magis. Anak panah itu melaju dengan kecepatan luar biasa, menembus udara dan mengenai ukiran merah pada golem lain. Kali ini, sebuah retakan besar muncul di tubuh golem, menunjukkan efektivitas serangan terfokus ini.
Ren, lincah seperti kucing hutan, melompat dan menari di antara kaki-kaki golem yang raksasa. Dengan belatinya yang tajam, ia menusuk ukiran merah pada golem yang hampir jatuh akibat serangan Jazul. Golem itu meraung keras, tubuhnya terpecah menjadi beberapa bagian besar.