sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.
Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.
Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Chapter 19: Apa Yang
"Setiap hari adalah kesempatan untuk berubah jadi lebih baik. Tak apa jatuh hari ini, masih ada hari esok."
\#\#\#
Harka menganggukkan kepalanya seiring dengan musik yang diputar pada ponselnya.
Heningnya suasana mobil Sabiru tanpa pemiliknya dan earphone yang menggantung pada telinga Harka itu adalah surga baginya.
Namun tak lama setelahnya, kenikmatan itu harus di rusak oleh suara pintu mobil yang dibanting.
Brak!
Harka menoleh, lalu melepas earphone-nya. Sabiru telah duduk di kursi kemudi dengan menenggelamkan kepalanya di hadapan stir. Gadis itu hanya diam, tak bergerak cukup lama.
"Gim-"
"Hiks,"
Harka terdiam.
Pemuda itu meneguk ludahnya sendiri, dengan wajah menegang. Ah, bagaimana ya. Pasti di dalam ada pertengkaran hebat hingga Sabiru bisa sampai seperti ini.
Harka sendiri tidak berani mengusik Sabiru dengan isakkannya. Bagi Harka, ini pemandangan yang cukup menegangkan. Tentu, santapan sehari-hari Harka adalah kemarahan dan kejahilan Sabiru, seolah gadis itu kuat. Bukan air matanya.
"Sabiru..." Harka meraih pundak Sabiru.
"Hiks. Gue bukan kakak yang baik buat dia, Harkaa..." ujar Sabiru dengan bibir bergetar. Ia tidak bisa menahan isakkannya lagi. "Padahal gue udah berusaha. Gue khawatir, gue cuma pengen jaga dia... Apa gue salah...?"
Harka terdiam cukup lama.
"Sabiru.... nggak apa-apa. Semua itu butuh waktu."
--- Olimpiaders ---
Liam menekan tombol lift lantai 3. Kala lift itu mulai naik, Liam menghela nafasnya panjang.
Liam tahu ia akan terlambat menuju ke ruang belajarnya. Tapi terserahlah, Liam sedang menikmati nafas leganya usai menang berdebat dengan Sabiru. Meski tak bisa dipungkiri, ada masalah lain yang tengah menghadang pemuda itu.
Tapi sekali lagi, terserah. Liam sedang ingin menikmati hidupnya.
Ting!
Lift terbuka, Liam pun langsung melangkah keluar. Namun siapa sangka, sudah ada yang menyambutnya di depan pintu lift.
"Liam! G-gimana tadi?"
Liam menatap iris gadis yang ada di hadapannya, lalu mengisi paru-parunya penuh dengan oksigen sebelum menghela nafasnya panjang. Liam merasa menemukan dunianya pada seorang Kania Abygail.
"Liam...?"
Pemuda itu menarik senyum tipis dan meraih tangan Kania. Liam menarik tangan Kania menjauh dari lift. Begitu sudah dirasa tidak menghalangi jalan, Liam pun membalikkan tubuhnya, menatap Kania dengan begitu teduh.
"Kamu nggak masuk kelas? Kelasnya udah dimulai dari tadi loh,"
Kania menggeleng. "Aku nggak bisa. Aku kepikiran banget."
Liam lagi-lagi hanya terdiam. Ia menatap lekat raut khawatir itu, lalu tersenyum tipis. "Ya udah, nggak usah belajar sekalian."
"Hah???"
"Jalan aja, yuk. Kita cari cake yang enak." ajak Liam tanpa menerima jawaban dari Kania. Pemuda itu segera membawa Kania meninggalkan hotel dengan tas yang masih tersangkut di bahu.
Sudahlah, Liam hanya ingin menikmati waktunya dengan Kania.
--- Olimpiaders ---
Kania mengunyah potongan red velvet yang telah mereka pesan. Liam yang melihatnya jadi kesusahan meneguk ludahnya sendiri.
Batinnya mengumpat. Apa tidak bisa Kania berhenti jadi menggemaskan sehari saja? Ah, kalau begini caranya Liam bisa diabetes dan mati muda.
"Teh Sabiru tadi bilang apa aja?" tanya Kania membuyarkan lamunan Tanjirou.
"Banyak," jawab Liam menelan potongan cake-nya. "Intinya, dia cuma pengen kamu belajar di rumah. Dia nggak mau kamu ikut karantina karena takut sama resikonya. Well, memang kalo kita di karantina, kita juga bakal banyak ketemu orang asing."
"Terus, Liam bilang apa?"
Liam menatap Kania, lalu tersenyum tipis. "Apa yang Kania mau."
"Apa yang aku mau?"
Liam mengangguk yakin.
Kania tak langsung menyahut. Ia kembali mengambil potongan cake di meja, lalu menyuapkannya ke dalam mulutnya.
"Liam tau, kan.... Kania bertahan disini karena ada mimpi yang lagi Kania perjuangin.
Bukan, bukannya Kania nggak mau pulang."
Liam mengangguk paham. "Aku paham, Kania. Makanya aku bantu pertahanin kamu di sini. Karena mimpi yang sedang berusaha kamu wujudkan, itu juga sedang aku perjuangkan."
✩₊̣̇. To Be Continue