Marsha Calloway terjebak dalam pernikahan yang seharusnya bukan miliknya—menggantikan kakaknya yang kabur demi menyelamatkan keluarga. Sean Harris, suaminya, pria kaya penuh misteri, memilihnya tanpa alasan yang jelas.
Namun, saat benih cinta mulai tumbuh, rahasia kelam terungkap. Dendam masa lalu, persaingan bisnis yang brutal, dan ancaman yang mengintai di setiap sudut menjadikan pernikahan mereka lebih berbahaya dari dugaan.
Siapa sebenarnya Sean? Dan apakah cinta cukup untuk bertahan ketika nyawa menjadi taruhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayyun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibalik Kilauan Berlian
Malam itu, pesta peluncuran perhiasan milik Olivia Lancaster, desainer ternama sekaligus pewaris bisnis keluarga Lancaster, digelar dengan gemerlap yang memanjakan mata. Para tamu dari kalangan elite, selebritas, serta pebisnis ternama memenuhi aula yang luas, dihiasi kristal dan lampu gantung yang berkilauan. Musik lembut mengalun, menciptakan suasana eksklusif yang begitu memukau.
Marsha melangkah memasuki ruangan bersama Sean, berusaha untuk tidak menunjukkan rasa takjubnya. Bagaimanapun, ini pertama kalinya ia menghadiri acara sebesar ini. Ia merasa seperti memasuki dunia yang berbeda—dunia Sean, dunia yang penuh kemewahan dan eksklusivitas.
Begitu mereka masuk lebih dalam, beberapa rekan bisnis Sean segera menghampiri mereka, menyapa dengan ramah.
"Sean, lama tak bertemu!" salah satu pria bersetelan mahal menjabat tangan Sean, lalu menoleh pada Marsha dengan penuh rasa ingin tahu.
Sean, dengan percaya diri yang khas, menggenggam tangan Marsha dan menariknya sedikit lebih dekat. "Kenalkan, ini istriku, Marsha."
Mata pria itu sedikit membesar, seolah terkejut. Namun, ekspresinya segera berubah menjadi senyum hangat. "Senang bertemu denganmu, Nyonya Harris."
Marsha hanya tersenyum sopan dan mengangguk. Sementara itu, Sean terus berinteraksi dengan para tamu lain. Marsha tetap berdiri di sisinya, mendengarkan obrolan mereka yang berkisar pada bisnis, saham, dan proyek masa depan.
Tak lama kemudian, perhatian mereka tertuju pada sosok wanita yang mendekat. Olivia—sang tuan rumah—hadir dengan anggun dalam gaun merah elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya cantik, penuh percaya diri, dan auranya begitu berkelas.
Marsha tak menyangka, wanita sehebat Olivia menyambutnya dengan hangat. Bahkan, Olivia memeluknya singkat sebelum berkata, "Aku menyesal nggak bisa datang di pernikahan kalian. Tapi, aku sangat senang akhirnya bisa bertemu dengan istri Sean."
Sikap ramah Olivia membuat Marsha sedikit lebih rileks. Ia tersenyum kecil, "Terima kasih, aku juga senang bisa bertemu denganmu."
Obrolan mereka berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Sean membuka topik baru.
"Aku ingin memesan satu set perhiasanmu untuk istriku," kata Sean dengan nada tegas, membuat Marsha spontan menoleh ke arahnya.
Olivia tertawa pelan, lalu melirik Marsha dengan tatapan menggoda. "Kamu beruntung punya suami seperti Sean, Marsha. Ini pertama kalinya dia membelikan perhiasan untuk wanita selain ibunya."
Marsha terdiam sejenak. Ia tidak tahu harus merasa bagaimana dengan pernyataan itu. Sean yang dikenal dingin, tidak peduli, dan nyaris tak tersentuh—benarkah dia memiliki perhatian semacam itu padanya? Namun, Sean hanya diam, tidak memberikan tanggapan apa pun.
Setelah acara peluncuran selesai, Marsha dan Sean berjalan menuju area parkir. Udara malam cukup sejuk, kontras dengan suasana pesta yang masih bergema di dalam gedung.
Marsha akhirnya tak bisa menahan rasa ingin tahunya. Ia menoleh ke arah Sean yang berjalan di sampingnya.
"Apa yang dibilang Olivia tadi... benar?" tanyanya pelan.
Sean menoleh sekilas, lalu melanjutkan langkahnya. "Maksud kamu?"
"Kalau kau nggak pernah beli perhiasan untuk wanita lain selain ibu kamu," Marsha menegaskan.
Sean berhenti sejenak, kemudian menatap Marsha dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Itu benar."
Jawaban itu membuat jantung Marsha berdetak lebih cepat.
"Tapi… kenapa sekarang?" Marsha bertanya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh deru angin malam.
Sean terdiam sejenak sebelum akhirnya menghela napas. Ia menatap langit malam, seolah mencari jawaban di antara gemerlap bintang.
"Karena kamu istriku, Marsha," ucapnya akhirnya, suaranya datar, tetapi ada sesuatu di balik nada itu yang sulit diartikan.
Marsha terpaku di tempat. Ia menatap punggung Sean yang kembali melangkah menuju mobil, meninggalkannya dengan pertanyaan yang kini memenuhi pikirannya.
Apakah itu hanya kewajiban? Atau… ada makna lain di balik kata-kata itu?
Marsha tahu bahwa pernikahan ini bukan atas dasar cinta. Tapi, sedikit demi sedikit, ada celah dalam hatinya yang mulai dipenuhi oleh sosok Sean. Dan itu membuatnya takut. Takut berharap pada sesuatu yang tidak pasti.
...***...