Laura adalah seorang wanita karir yang menjomblo selama 28 tahun. Laura sungguh lelah dengan kehidupannya yang membosankan. Hingga suatu ketika saat dia sedang lembur, badai menerpa kotanya dan dia harus tewas karena tersengat listrik komputer.
Laura fikir itu adalah mimpi. Namun, ini kenyataan. Jiwanya terlempar pada novel romasa dewasa yang sedang bomming di kantornya. Dia menyadarinya, setelah melihat Antagonis mesum yang merupakan Pangeran Iblis dari novel itu.
"Sialan.... apa yang harus ku lakukan???"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGHIANAT!
Pukul 01.35, Alder bergantian tidur dengan Arozt. Adler duduk di lantai dan melipat lengannya di depan dada sambil memakan makanan yang Arozt bawakan. Dia memejamkan matanya saat makanannya sudah habis. Namun, dia masih tidak bisa tidur dengan tenang. Dia teringat dengan ucapan Crizen. Dia kembali membuka matanya, melihat sekitarnya yang sunyi.
Jantung Adler berdebar. Kepalanya berdenyut berat.
"Meninggalkan Pangeran Ash, Aku tidak punya tempat tujuan lagi. Aku juga tidak bisa pergi tanpa bantuan healer jika Iblis itu ada di tubuhku. Sangat sulit memisahkan Iblis yang tertarik dengan Healer, apalagi Iblis mesum itu sudah tertarik dengan Edith. Aku tidak mau menyeret diriku ke arah Edith. Ini sama seperti bunuh diri" Adler sangat membenci sesuatu yang tidak bisa dia urus dengan baik. Bagi Adler, Edith sangat merepotkannya dan banyak kesialan yang terjadi disekitarnya saat dekat dengan Edith.
"Tapi, disisi lain, memang benar. Pangeran Ash tidak pernah bisa bebas. Jika aku menginginkan kebebasan Pangeran, tentunya, kebebasan yang Pangeran Ash inginkan adalah Kerajaan Benerick jatuh di tangannya. Entahlah.... Semakin aku berfikir, kepalaku semakin sakit...."-BRUK!
Tubuh Adler terjatuh di lantai marmer. Arozt yang berdiri di depan pintu kamar Ash menoleh ke arah Adler. Dia tersenyum tipis. "Senior.... jangan tidur di lantai seperti ini" Arozt berjongkok dan membalik tubuh Adler.
Dia menepuk nepuk bahu Adler beberapa kali tidak mendapatkan respon. Senyuman di wajahnya semakin melintang. "Ya, Senior. Selamat malam. Sudah waktunya bagi kami membebaskan Pangeran Ash. Benarkan, Dokter Crizen?" Arozt melirik ke arah jendela dimana Crizen bersembunyi dengan jubah silvernya yang masih mentudung di kepalanya.
"Bagus, Arozt. Bawa ke tempatku. Aku akan membawa Ash, setelah ini" Crizen membuka pintu kamar Ash dan masuk ke dalamnya.
Arozt menatap tubuh Adler yang lebih tinggi dan lebih berat darinya. "Haaah, kenapa aku selalu dapat bagian yang berat-berat...." Lirih Arozt menyiapkan dirinya untuk membopong Adler keluar.
...■□■...
Crizen masuk ke dalam kamar Ash. Pheromon Ash tercium pekat di ruangan kamar itu. Dia berjalan dan mendekat ke arah Ash yang tidur dengan lelap. Dia duduk di ranjang tempat Ash tidur.
"Pangeran...." Suara Crizen membangunkan Ash dari tidurnya.
Ash menoleh pelan ke arah Crizen. Crizen menunjukkan senyumannya. "Anda sudah bangun?"
"Yah. Kenapa kau kemari tengah malam begini?" Tanya Ash dengan suara yang serak dan memunggungi Crizen.
"Saya akan mengeluarkan Iblis di dalam tubuh Anda" Ucapan Crizen itu, membuat kedua mata Ash terbelalak lebar. Dia langsung duduk. Keningnya terlihat berkerut.
"Siapa yang mengizinkanmu memindahkan Iblis di dalam tubuhku?" Tanya Ash dengan nada yang meninggi.
Wajah Crizen selalu terlihat tenang. "Saya tidak butuh izin dari siapapun. Ratu mulai bergerak, saya sudah tidak bisa mencari cara untuk menjaga kesadaran Anda, jika Anda mengonsumsi Armaros"
"Armaros?"
"Tunggu! Iblis ini mau kau pindahkan kepada siapa? Aku tidak mau jika Adler menanggung beban lag-" BUGH!
Crizen memukul perut Ash dengan keras. "UGH...." Kedua mata Ash terbelalak lebar. Perutnya dipukul dengan keras oleh Crizen. Ash membungkuk memegang perutnya yang perih panas. "BAGH!" Saat Ash membukuk, Crizen memukul tengkuk Ash. Crizen tau betul dimana saja letak titik vital manusia. Pukulan di tengkuk Ash itu, tentunya memicu aliran darah ke kepala terhenti beberapa saat dan Ash pingsan begitu saja.
...♤♠︎♤...
Di kamar Edith, Lilith baru saja masuk. Lilith, rekan sekamar Edith. Dia gadis berambut pirang yang selalu di kepang meski saat dia tidur.
"Tumben malam sekali Kamu kembalinya. Apa semuanya baik-baik saja?" Yang Edith tau, Lilith keluar untuk menitipkan surat pada rekannya untuk keluarganya di desa.
Senyuman di wajah Lilith selalu tampak cerah. "Ya! Semuanya berjalan lancar, Edith! Waktunya tidur!" Lilith melemparkan tubuhnya di ranjang miliknya.
Edith memeluk bantal miliknya. Dia tiba-tiba memikirkan apa yang sudah dia lakukan pada Adler sangat berlebihan, sampai melempar jubahnya seperti itu. "Besok, aku akan meminta maaf padanya dan membawakan permen cokelat yang banyak untuknya" Edith perlahan tertidur.
Pemandangan tak asing, terlihat di hadapan Edith. Dia melihat cermin yang memantulkan dirinya. Itu bukanlah wajah Edith. Perempuan dengan blezer dan rambut panjang yang selalu kuncir kuda adalah dirinya yang sebelumnya.
"Kau sudah melihat sebagiannya kan?" Suara perempuan, mengejutkan Edith. Dia menoleh ke belakang, ke asal suara itu.
Kedua mata dengan iris cokelat itu terbelalak, melihat seorang gadis dengan rambut merah muda sebahu dan iris matanya yang hijau. "Edith....?"
"Itu namamu sekarang. Ya, kau pasti sudah tau apa yang terjadi di Mansion itu. Semua yang ada di sana hanyalah kumpulan orang gila. Jika kau ingin mengubah takdirmu, pergi dari tempat itu. Ya, pergi sejauh-jauhnya. Tidak perlu memikirkan orang lain" Ucap gadis dihadapannya
"Tentu. Aku pasti akan kabur dari tempat itu. Aku hanya ingin hidup dengan tenang"
Sosok berambut merah muda itu tersenyum. "Kekuatanmu sudah bangkit, jangan sampai orang lain tau. Cukup dirimu sendiri yang tau"
"Kekuatan? Kekuatan apa?"
"Kekuatan SSHHHHHTTTT BZZZT!" Suara gadis itu mendistorsi.
Edith kembali membuka matanya, Dia tidak sadar jika dia bermimpi. Dia melihat sekelilingnya. Lilith sudah pergi, dan tentunya langit sudah cerah. Edith menarik napas panjang dan dia menghembuskannya dengan panjang. "Huuuufff.... Aku harus minta maaf kepada Alder...." Edith seperti ingin menjadi debu. Dia tidak bisa tenang jika dia tidak meminta maaf.
Sampai di lorong kamar Ash, Edith tidak melihat siapapun di lorong itu. Edith memegang saku di depan perutnya, dia sudah membawa banyak permen cokelat sebagai permintaan maafnya kepada Adler. "Apa, Tuan muda sedang keluar?" Edith meneruskan jalannya, sambil mendorong meja sajinya yang berisi sarapan untuk Ash.
Sekitarnya terasa sunyi. Edith mengetuk pintu kamar Ash. Tidak ada jawaban. Dia masuk ke dalam kamar Ash dan sungguh tidak ada orang di dalam sana. Hawa kamar Ash cenderung dingin. Edith melihat kamar Ash yang rapi, tapi tidak dengan ranjangnya yang berantakan. Bantal dan selimut jatuh di lantai. "Apa Adler sedang melakukan pengawalan? Ya, nanti juga ketemu dengannya" Edith merapikan kamar Ash kemudian dia keluar.
Edith tidak tau jika Adler berada di dalam bahaya.
BAMMMM!
PATSSSSSH!!!!
Kursi yang digunakan untuk mengikat tubuh Adler hancur. Lantai kayu yang dipijak oleh kursi itu, turut berantakan. Adler menyaksikan secara langsung bagaimana Ash yang kesakitan saat jiwa Iblis itu dipisahkan secara paksa oleh Exorcist yang bekerja sama dengan Crizen.
Kedua tangan Adler berusaha merusak kurungan besi yang dilapisi sihir pensucian untuk Iblis buatan Saint yang menghilang itu. Kedua telapak tangan Adler mulai mengeluarkan asap karena terbakar oleh sihir yang melapisi kurungan besi itu.
"CRIZEN! DENGAR UCAPANKU! KAU ADALAH MANUSIA PERTAMA YANG AKAN MATI DI TANGANKU!" Teriak Adler. Wujud Alder separuh sudah berubah menjadi Iblis. Matanya sudah merah menyala. Taringnya sudah memanjang, begitu juga telinganya yang meruncing.
Crizen melirik ke arah Adler sambil tertawa, "Lakukan saja jika bisa" Jawab Crizen tanpa takut.