"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (35)
Selamat Membaca
*****
Zanna terduduk di pinggir kasur. Memandangi. sebuah foto dengan tatapan nanar. Marah, kecewa, sedih semuanya bersatu.
"Andai aku mengetahuinya lebih awal, Auris pasti tidak akan membenciku saat ini."
"Auris pasti akan tetap bersamamu hingga sekarang."
Zanna meremas kuat foto itu hingga tak terbentuk. Foto berisikan Alex dan Sofia yang tengah berciman panas di ruangan yang Zanna sangat kenali. Kamar miliknya, dua pengkhianat itu melakukan hal biadab itu di kamarnya.
Rasa jijik pun timbul setiap Zanna melangkah masuk ke dalam kamar miliknya sendiri. Kamar yang menjadi saksi bisu cintanya bersama Alex.
Beberapa hari yang lalu, saat Zanna akan pergi ke kantor untuk memberi Alex makan siang. Saat itu juga ia melihat sebuah pemandangannya yang sangat menjijikan. Dimana Alex dan Sofia saling berciuman panas di ruangan itu. Dengan sikap tenangnya Zanna memotret keduanya dan mencetak foto itu.
Zanna sengaja mencetak foto itu dan menyimpannya. Karena setiap melihat foto mereka, ia mengingat bagaimana semua perjalanannya dulu dengan Alex hingga ia menuruti segala kemauan Alex yang bahkan menyiksa Auris dan anaknya yang lain.
"Sekarang tidak lagi. Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Aku tidak akan membiarkan jalang itu merangkak menjadi ratu dan menggantikan posisiku."
"Rakyat jelata tetaplah rakyat jelata. Akan kupastikan rakyat jelata itu tidak akan pernah menjadi ratu."
Zanna benar-benar membulatkan tekadnya untuk membalas mereka semua. Esok hari ia berencana menemui Auris untuk melakukan pendekatan dan meminta maaf perlahan-lahan pada putrinya itu.
Tok..
Tok..
Zanna mengerut heran mendengar ketukan pintu itu. "Masuk!"
Pintu terbuka menampilkan Sofia yang masuk sambil tersenyum manis padanya. Zanna menaikkan sebelah aslinya melihat Sofia yang sudah berpakaian sangat rapi.
"Kau ingin pergi kemana malam-malam begini?" Zanna berdiri dari duduknya dan melipat tangannya di dada.
Sofia tersenyum. Ia memilih jari-jemarinya menatap Zanna ragu, "Aku ingin pergi dengan teman-temanku, eee.. bisakah aku meminta uang padamu?"
"Uang?" Zanna terkekeh kecil, "Sofia, bukankah sudah ku katakan untuk jangan berfoya-foya untuk saat ini? Apa kau tidak mendengarkan ku?"
"Aku-"
"Apa aku yang kurang jelas mengatakannya? Atau memang telingamu yang tidak berfungsi dengan baik?" Zanna tersenyum puas melihat Sofia yang menggeram kesal padanya namun wanita itu tetap mempertahankan senyumnya. "Kita lihat, sampai mana kau akan berusaha mengemis padaku."
"Aku mohon Zanna. Aku benar-benar membutuhkannya. Lagipula bukankah kita keluarga? Kenapa kau tidak mau memberi uang padaku? Kau kakakku Zanna, aku adalah adikmu. Jadi-"
"Sejak kapan kau menjadi adikku? Aku adalah anak tunggal, aku tidak mempunyai seorang adik." Zanna berucap datar dengan nada dingin.
"Kau kakak iparku Zan, yang artinya aku adalah adik-"
"Tidak!" Zanna menggeleng keras. "Sampai kapanpun kau bukan adikku dan tidak akan pernah menjadi adikku."
"Kau?!" Sofia menunjuk Zanna dengan napas yang menggebu-gebu. "Jangan terlalu sombong sialan! Aku bisa mengadukan mu pada Alex! dan-"
"Dan apa?!" Zanna maju lebih dekat ke hadapan Sofia, "Mengadukanku pada Alex?" Zanna tertawa terbahak-bahak. "Kau yakin?"
Zanna memutari tubuh Sofia. Ia berhenti dj belakang Sofia dan mendekatkan bibirnya ke telinga Sofia. "Kita lihat, dia akan memilihmu atau aku." Zanna menjauhkan tubuhnya kemudian tersenyum manis. "Pergilah, kamarku bisa kotor jika kau terlalu lama di sini."
*****
Aldrick yang baru saja sampai di kediaman Alessandro langsung bergegas turun dan masuk ke kediamannya.
Ia celingak celinguk menatap ke sana kemari mencari sosok istri cantik kesayangannya. Senyumnya seketika merekah melihat sosok Auris yang berada di ruang keluarga.
"Sayang."
Tanpa memikirkan adanya keberadaan orang lain, Aldrick langsung menghampiri Auris dan memeluknya erat. Yolanda dan Thalita tertawa kecil sementara Gracella memutar matanya malas.
"Mas! Malu! Kamu kenapa sih?"
"Miss you so bad my wife," lirih Aldrick menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Auris.
Auris menggeleng lirih, "Yayaya.. Bisakah lepas dulu pelukannya? Semua orang memperhatikan kita mas!"
Aldrick melepas pelukannya membuat Auris menghela napas lega. Tapi sedetik kemudian, Auris melotot kaget. "Kita ke kamar saja sayang."
Auris menggeleng sambil melotot ketika dirinya sudah berada di gendongannya.
"Kami permisi." Aldrick menundukkan sedikit kepalanya kemudian melenggang pergi dari sana membuat yang lainnya menggeleng.
"Dasar bucin! Sekalinya jatuh cinta benar-benar membuatku merinding," cibir Gracella meringis ngeri.
Yolanda dan Thalita kompak tertawa.
"Bagaimana denganmu Marshall?" tanya Yolanda. "Sudah ada yang menarik hati mu?"
Thalita menarik Marshall agar duduk di sebelahnya. Melihat Hal itu Gracella langsung duduk dengan anggun dan tersenyum malu-malu. Oh ayolah, dia benar-benar tertarik pada Marshall.
"Saya belum memikirkan hal itu tante." Tetap dengan pendiriannya Marshall berbicara dengan wajah datarnya.
"Bagaimana dengan Grace saja? Dia juga masih sendiri."
Gracella melotot pada Yolanda. "Sial! bisa-bisanya oma mengatakan itu di depan mereka secara langsung!"
"Ah benar juga, kalian sama-sama masih sendiri," kata Yolanda ikut berbicara.
Gracella memalingkan wajahnya tak berani menatap Marshall yang ternyata melihat ke arah nya. Ia sengaja menyibukkan diri dengan hp miliknya pura-pura tidak tahu aka hal itu. "Sial! Kenapa dia terus menatap ke arahku?!" Gracella tetap berusaha tenang meskipun jantungnya berdetak tidak karuan.
Tiba-tiba saja Marshall bangkit setelah melihat jam tangannya. Ia menundukkan kepalanya sedikit, "Saya permisi, ada urusan yang harus saya selesaikan."
Kepergian Marshall membuat Gracella bernapas lega. Yolanda yang melihatnya tersenyum kecil sambil melirik Thalita yang juga ikut tersenyum. Gracella memilih bangkit sebelum Yolanda menggodanya apalagi ada Thalita di sana yang notabenenya adalah ibu Marshall.
"Aku rasa mereka terlihat cocok." Thalita melempar senyum penuh arti pada Yolanda. "Kau tidak keberatan jika kita menjadi besan bukan?"
"Tentu saja. Kenapa harus keberatan? Bukankah bagus jika kita menjadi keluarga besar? Kau, Aku, dan Zanna sahabatmu itu akan menjadi sebuah keluarga besar. Itu akan menjadi hal yang menyenangkan."
"Tentu saja kak, akan kupastikan mereka akan bersatu."
*****