NovelToon NovelToon
101 Days To Be Your Partner

101 Days To Be Your Partner

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:728.2k
Nilai: 4.9
Nama Author: Arrafa Aris

Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.

Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.

"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.

"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.

Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.

Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

"Damar, setialah pada wanitamu. Jangan pernah khianati dia. Percayalah, dikhianati itu sangat menyakitkan. Sakitnya bahkan tak terlukiskan."

"Bagaimana, aku ingin setia kepada wanitaku. Sedangkan aku nggak memilikinya. Mana ada wanita yang menginginkanku. Baru melihatku saja, mereka pasti mundur duluan, karena aku seperti tarzan," kelakar Damar sekaligus menghibur Quin. Candaan itu seketika membuat sang designer tertawa kecil.

Damar melonggarkan dekapannya. Menyeka air mata Quin yang masih membasahi pipi. Mengecup singkat kening gadis itu lalu tersenyum.

"Seiring dengan berjalannya waktu, rasa sakit itu pasti akan terkikis. Lupakan tentang pengkhianatan Angga juga Kinar. Aku yakin kamu gadis yang kuat. Seperti badai yang akan berlalu kemudian kembali menjadi tenang," tutur Damar menyemangati Quin.

Hening sejenak ....

"Quin, ayo aku temani kamu makan," tawar Damar.

Quin menggeleng lalu membalas, "Aku masih kenyang. Soalnya di dufan tadi, aku kebanyakan ngemil.

Damar mengernyit. "So, tadi siang kamu berada di tempat itu, ya? Lain kali jika ingin bersenang-senang, ajak-ajak juga dong."

"Aku hanya butuh waktu sendiri untuk menghibur diri. Setidaknya, rasa sakit serta kecewa di hatiku sedikit terobati," sahut Quin. "Oh ya, aku hampir lupa."

"Apa itu?" Damar penasaran.

"Mau ya, aku rapikan brewok juga rambutmu. Biar para gadis nggak mengira jika kamu tarzan masuk kota," canda Quin lalu tertawa.

"Nanti saja jika aku sudah siap," dalih Damar. "Aku nyaman dengan brewok juga rambut gondrong."

Quin bergeming. Menatap lekat wajah pria itu. Meyakini jika visual asli Damar tanpa brewok juga rambut gondrong, pasti terlihat sangat tampan juga macho.

Sedangkan yang sedang dipandangi, sedikit mendekat. Menyentuh pipi mulus sang asisten turun ke bibir.

Sadar jika Damar ingin mencium bibirnya, Quin menahan dada pria itu. Ia tersenyum kemudian menggelengkan kepala.

"Never, jika kamu nggak ingin kecanduan," bisik Quin seraya menyatukan kening dengan Damar.

"Really?" bisik Damar balik.

Sedetik kemudian, Quin memeluk Damar. Membenamkan wajah ke ceruk leher pria itu sembari memejamkan mata.

Angin semilir yang sejak tadi berhembus, memaksa Quin mencari kehangatan dalam dekapan Damar. Nyaman, itulah yang dirasakannya kini.

'Ah, damn it! Semoga aku kuat menahan godaan ini,' batin Damar. Membenamkan dagu di puncak kepala Quin sembari mengelus punggung gadis itu dengan lembut.

Setelah puas memeluk Damar, Quin mengurai pelukannya seraya berkata, "Terima kasih, Damar. Berada dipelukanmu sejenak, aku merasa seperti sedang memeluk kakakku."

Seusai bertutur, Quin kemudian berpamitan. Namun, alangkah terkejutnya ia ketika akan melangkah.

"Naira?" sebutnya seraya memandangi gadis itu yang berdiri tak jauh dari mereka. Damar turut mengarahkan pandangan yang sama.

"Nai, ada apa?!" tanya Damar sedikit ketus.

Ia merasa selama gadis itu tinggal bersama mereka, gerak geriknya dan Quin seolah diawasi olehnya.

"Ah, nggak apa-apa, aku hanya ingin mencari angin segar di sini," dalih Naira. Padahal sejak tadi ia sudah berada di sana sekaligus menjadi saksi keromantisan antara Damar dan Quin.

Hatinya jelas terbakar api cemburu. Karena sudah sejak lama, ia mencintai Damar dalam diam. Hanya saja cinta itu tak pernah berbalas.

.

.

.

Keesokan harinya ....

Ketika Quin masuk ke dalam kamar Damar, alisnya seketika bertaut seraya berkata, "Tumben, dia sudah bangun."

Quin lanjut ke ruangan ganti untuk menyiapkan pakaian kantor Damar. Setelah itu, ia menghampiri etalase koleksi miniatur mobil juga motor balap pria itu.

Ekor matanya kini tertuju ke salah satu pigura foto. Di mana Damar juga team balapnya sedang mengangkat piala. Akan tetapi, Quin tak menyakini jika itu adalah Damar. Karena pria itu masih mengenakan helm.

"Who are you, Damar? Apakah itu kamu? Dan, benda-benda mahal ini ... biasanya hanya pecinta otomotif juga para pembalap yang senang mengoleksinya."

Quin memundurkan langkah. Namun, terkejut saat punggungnya menabrak tubuh seseorang. Dengan cepat ia memutar badan.

"Damar." Quin menatap lekat wajah pria itu kemudian kembali mengarahkan pandangannya pada pigura.

"Apa ada yang aneh?" tanya Damar sekaligus merasa gusar. Ia takut jika identitasnya terbongkar.

'Jika dia mengenali sosok itu, habislah aku.'

"Ah, nggak apa-apa. Sepertinya kamu sangat menyukai dunia otomotif. Mungkin saja pembalap di foto itu adalah idolamu," kata Quin.

Damar langsung bernafas lega. 'Syukurlah dia nggak mengenali Damar yang itu.'

"Aku keluar dulu, pakaianmu sudah aku gantung di tempat biasa," jelas Quin lalu akan berlalu.

Akan tetapi, Damar mencekal pergelangan tangan sang designer. Tak bisa lagi menahan, ia langsung mendaratkan ciuman di bibir gadis itu.

Mendapat serangan mendadak dari Damar, tentu membuat Quin terkejut. Ia menepuk dada pria itu untuk segera melepasnya.

"Forgive me, Quin. Aku nggak bisa mengontrol diriku," bisik Damar begitu ia melepas pagutan bibirnya.

"Never mind. Tapi, jangan ulangi lagi," balas Quin.

"Aku nggak yakin," timpal Damar lalu memeluk Quin.

"Lepasin aku, Mr. Brewok!" protes Quin.

Tak lama berselang pintu diketuk. Keduanya saling berpandangan.

"Who?" bisik Quin. "Apa mungkin mamamu?" Quin cepat-cepat melepas kedua tangan Damar.

"Tunggu di sini, biar aku yang membukanya," cetus Damar lalu keluar dari ruangan itu menuju pintu kamar.

"Naira? Ada apa?!" tanya Damar ketus dengan raut wajahnya tak suka. Oh ya, nanti, ada yang ingin aku bahas dengan kalian. Maksudku kamu dan mamamu."

Naira bergeming. Menatap tubuh sempurna Damar sambil mengigit bibir.

"Boleh ak ...." Ucapannya terputus saat melihat Quin membawa setelan kantor Damar.

"Ish, dia kenapa menatap Damar seperti itu? Sepertinya dia nafsu banget melihat si Mr. Brewok bertelanjang dada," gumam Quin.

Sedetik kemudian, otaknya langsung menimbulkan ide untuk membuat sang perawat kesal.

"Honey, come here," pinta Quin dengan suara manja disertai senyum manis. Meskipun saat ini ia merasa geli sendiri mengucapkan kata panggilan itu.

Mendengar Quin memanggilnya dengan sebutan Honey, sudut bibir Damar seketika melengkung.

Dengan hati berbunga-bunga, pria brewok itu segera menghampiri Quin. "Bisa ulangi nggak?" bisik Damar lalu merengkuhnya tanpa memperdulikan Naira.

"My Honey." Quin mengecup singkat bibir Damar. "Jangan baper, ini hanya acting untuk membuat gadis itu kesal. Sepertinya dia nafsu banget melihatmu begini," bisik Quin sembari menahan tawa.

'Damn it! Aku malah baper beneran,' batin Damar.

Seakan lupa jika Naira masih berada di ambang pintu, Damar membenamkan bibirnya ke ceruk leher Quin.

"Mr. Brewok, Naira masih di depan pintu," bisik Quin.

"Oh God, aku lupa." Damar mengurai dekapannya.

Ia pun menghampiri Naira lalu meminta gadis itu untuk menunggunya di bawah. Setelah itu, Damar menutup pintu.

Begitu pintu tertutup, Naira bergeming sembari memandang benda persegi panjang itu. Ia mengepalkan kedua telapak tangan merasa geram juga benci pada Quin.

"Awas saja kamu nanti!" ucapnya engan perasaan dongkol.

Sesaat setelah berada di meja makan, Bik Yuni menatap heran pada sang putri. "Ada apa? Kok, wajahmu kusut begitu?"

"Bagaimana nggak kusut, Damar dan gadis itu sedang mesra-mesraan di depanku tadi!" jawab Naira kesal.

Bik Yuni mengerutkan kening. Ia pun duduk di samping putri semata wayangnya.

"Mama curiga, jika gadis itu sudah sering tidur dengan Damar. Mungkin saja Damar membayarnya untuk menjadi pemuas semata," tuduh Bik Yuni dengan senyum sinis. "Dasar gadis murahan! Kamu harus bergerak cepat, Naira!"

"Aku sudah berusaha, Mah. Damar sudah banyak berubah nggak seperti dulu!" timpal Naira kesal sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.

"Oh ya, Mah, Damar bilang, ada yang ingin dia bahas dengan kita nanti. Aku berharap yang ingin dia bahas, adalah hubungan kami."

"Semoga saja," sahut Bik Yuni.

Sementara itu, di dalam kamar, Quin malah tertawa puas. Sedangkan Damar merasa kesal sembari sesekali melirik sang asisten.

"By the way, kenapa sih, kamu dingin banget pada Naira? Padahal dari tatapan matanya, terlihat banget jika dia sangat menyukaimu," tutur Quin.

"I don't care," sahut Damar sembari memasukkan ujung kemeja ke dalam celananya.

"Why?" Quin lalu membantu Damar memakaikan jas ke tubuh pria itu.

"Aku nggak tertarik dengannya," aku Damar lalu menyugar rambut gondrongnya.

Quin tergelak kemudian mengusap dada Damar sekaligus merapikan jasnya.

"Sudah," ucap Quin. Aku ke kamarku dulu, soalnya aku juga harus bersiap."

"Baiklah. Oh ya, Quin, nanti siang aku akan mampir ke butikmu."

Mengangguk dipilih Quin. Setelah itu, ia pun meninggalkan Damar.

"Honey?" gumam Damar dengan senyum penuh arti. Ia kemudian segera menuju ke lantai satu.

Sesaat setelah berada di ruang tamu, Bik Yuni juga Naira sudah menunggunya sejak tadi. Damar memilih duduk di single sofa.

"Bik, Naira," sebut Damar. "Maaf, jika aku harus mengatakan ini. Sebelumnya, aku ingin berterima kasih kepada kalian berdua. Karena sudah banyak membantuku beberapa bulan belakangan ini."

Ibu dan anak itu, saling berpandangan. Keduanya dibuat bertanya-tanya. Hal apa yang ingin dibahas oleh Damar.

"Bik, Naira, maaf, mulai besok kalian bisa kembali bekerja di rumah mama. Naira, kamu juga bisa bekerja lagi di rumah sakit seperti biasa tanpa perlu mengurus ku lagi. Quin sudah cukup untuk mengurus semua keperluanku," pungkas Damar.

"Damar!"

Suara bentakkan itu, membuat ketiganya menoleh.

...----------------...

1
Memyr 67
ternyata nyonya zahira nyonya goblog. sudah 91 hari tapi tidak tau apapun tentang asisten pribadi anaknya.
Nanik Winarni
Luar biasa
Memyr 67
pasangan ibu dan anak bodoh. bi yuni dan naira. mimpi ketinggian. tapi biar saja, biar merasakan sakitnya sewaktu jatuh.
Memyr 67
hmmmh alur lambat ya?
Memyr 67
janji gombal angga. bilang sebelumnya, yg terakhir dengan kinara, malah diulang lagi
Memyr 67
kalau nyonya zahirah cerdas, selidiki donk quin. kalau berhubungan dengan harta, pelayan setia bisa tidak jujur juga.
Memyr 67
angga nggak mau jujur sih. nikmati saja kebohonganmu ke quin sampai entah kapan.
Memyr 67
mampir. awal yg menarik
min hana
tes
Ayu Wulansari
Luar biasa
Siti Masitah
quin..seperti ani ani tanggung
Siti Masitah
lepas dari biawak di tampung buaya...hadeeh ..quin..quin
Siti Masitah
bangke
Siti Masitah
pembokat gk tau diri
Ade Salamah Alam
thor maaf aku baru nemu novel nya..novel nya bagus tp maaf nih mau nanya aku yg salah atau memang dr part 45 langsung lloncat part 78 part 46-77 nya engga ada?
Dewi Dama
Luar biasa
Ria Pohan
perempuan kl sdh kecewa, sulit untuk percaya. kok gitu tah????!!!
Yuliana Rahmawati
Luar biasa
Nurlaila Hasan
kereen,,
Bu Dewi
berasa kurang, anak2 nya blm besar dan bgm pertemanan anak2 mereka...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!