Sekar ayu terpaksa harus jadi pengantin menggantikan kakaknya Rara Sita yang tak bertanggung jawab.Memilih kabur karena takut hidup miskin karena menikahi lelaki bernama Bara Hadi yang hanya buruh pabrik garmen biasa.
Namun semua kenyataan merubah segalanya setelah pernikahan terjadi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shania Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB SEMBILAN BELAS
Sekar sejak tadi tidak bisa tidur terlelap, memikirkan keadaan suaminya. Padahal bukan ingin perang, hanya untuk memata- matai para penghianat ditempat kerja Bara. Namun tetap saja hati seorang istri tak pernah tenang sebelum dapat kabar dari suaminya. Sudah berbagai posisi tidur yang ia lakukan, dari miring ke kanan, juga miring ke kiri untuk supaya bisa tertidur. Tetap tak berefek apapun untuk kantuknya, segera ia bangun melangkah keluar kamar untuk menuju ruang tamu berharap kantuk segera datang. Ketika saat melihat jam di dinding, ia malah semakin kepikiran. Apalagi melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas hampir tengah malam.
Sekar langsung mengeluarkan hp disaku daster yang dia pakai untuk menghubungi suaminya itu, menanyakan keberadaannya sekarang. Setelah menemukan kontak yang dicari yang diberi nama (Mas Bara) segera ia kirimi pesan.
Sekar: Mas Bara, udah pulang ke rumah?
Bara yang baru saja keluar dari kamar mandi, lalu mengambil hp yang berdering dimeja melihat siapa yang mengirimi pesan. Saat melihat nama istrinya segera ia membalasnya.
Bara: Baru sampai.
Tak lama pesan kembali masuk ke hp Sekar yang dari tadi dimainkan.
Bara: kenapa belum tidur?
Sekar: belum ngantuk, mas.
Bara: jangan tidur malam-malam, besok gue mau ajak lo pergi.
Sekar: kemana, mas?
Bara: Lihat aja besok.
Sekar : jam berapa, mas?
Sekar yang diajak Bara untuk jalan-jalan, merasa bahagia karena ini pertama kalinya mereka akan pergi berdua. Membuat Sekar tersenyum senyum sendiri, membayangkan kegiatan apa yang akan mereka lakukan dihari esok.
Sekar jadi bingung harus pakai baju seperti apa? pakai dress atau pakai kaus. Mas Bara suka rambut dia yang digerai atau diikat, aduh Sekar jadi pusing memikirkannya.
"Ngapain kamu? segitunya lihat hp."
Sekar yang dari tadi melamun, langsung terlonjak kaget dan hampir menjatuhkan benda yang sejak tadi dipegang. Ibunya ini selalu tiba tiba berbicara tampa Sekar tau kapan ke datangnya.
"Ibu ngagetin Sekar, aja," ucapnya sambil mengelus dada.
"Ya, kamu. Serius banget lihat hp sampai ibu ada aja kamu gak lihat. Bukannya tidur malah main hp terus."
"Mas Bara ngirim pesan, Bu. Ya aku balas."
"Halah, rumah deket juga. Tinggal pulang ke sini, sok soan sms-an segala," ucap ibu sinis.
"Ibu kan tau, kalau tengah malam bahaya pulang kesini. Rawan begal."
"Masa, takut sama begal. Tinggal lawan aja gampang," ucap ibu, sambil berlalu pergi ke arah dapur.
"ibu memang gitu, Sekar. Ngeyelan, coba kalau dia yang dibegal. Auto ketar-ketir ketakutan," gerutu Sekar dalam hati, dengan bibir mengerucut.
Karena tak ada pesan balasan dari Bara, Sekar langsung beranjak bangun untuk ke kamar. Takut ibunya marah marah lagi, tak lupa ia memeriksa pintu dan jendela takut lupa dikunci. Setelah dirasa aman, ia langsung mematikan lampu.
Saat sampai dikamar, barulah ia bisa tidur nyenyak. Karena telah diberi kabar oleh Bara.
Adzan subuh berkumandang, Sekar langsung mengerjakan pekerjaan rumah. Dari mulai menyapu, mengepel, juga memasak. Dia lakukan penuh semangat, karena akan pergi berkencan dengan suaminya.
Setelah ia melaksanakan tugas, langsung saja ia bersiap dengan outfitnya yang jadi andalannya. Celana jeans hitam juga kaos yang dilapisi kemeja kotak-kotak, supaya gampang ketika nanti naik turun motor.
Saat sedang semangat-semangatnya menunggu Bara datang, wajah Sekar berubah murung saat jam menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Namun Bara belum juga datang.
"Apa lupa sama janji nya ngajak jalan, aku?" keluh Sekar dalam hati.
"Ngapain manyun gitu?" tanya Rara, yang tiba-tiba duduk di sofa. Menguap lebar seperti baru bangun tidur.
"Kakak, kapan pulang? kok, aku gak tau."
"Yee, malah balik nanya lagi, lo."
"Ya soalnya, aku bingung aja. Semaleman aku disini. Gak tau kakak datang."
"Lo, nungguin si Bara, ya?" pertanyaan yang tepat sasaran sekali yang hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Sekar.
Dengan melipat tangan didada, Rara melanjutkan ucapannya, "kasian banget sih, lo. Dimainin dia, untung gue gak jadi kawin sama dia. Emang baik banget tuhan sama gue, tunjukkin aslinya pas belum kejadian kawin."
"Tapi, Kakak jadiin aku tumbal."
"Ya, itu derita lo," ucap Rara, berlalu meninggalkan Sekar sendirian di ruang tamu.
"Masih aku liatin, nanti kalau tau kenyataannya aku ketawain lu," ucap Sekar dalam hati, dengan tertawa jahat.
"Ya ampun, gini banget hidup dibumi. Mas Bara janji aja, aku tungguin. Gak taunya, gak ada pyuhh," ujar Sekar, meniup poni nya. Menahan amarah yang ingin meledak.
Lelah menunggu, tak lama Sekar mendapatkan notifikasi pesan masuk.
Ting
Bara: Sekar, sorry. Gue gak bisa pergi hari ini, opa masuk rumah sakit.
Tangan Sekar langsung gemetaran, karena terkejut dengan kabar yang diberikan oleh suaminya. Segera ia mencoba menghubungi nomer Bara, namun setelah beberapa kali dicoba hanya panggilan operator yang terdengar.
"Nomer yang anda tuju, sedang tidak aktif. Cobalah, beberapa saat lagi."
"Pasti, Mas Bara lagi kalut. Gara-gara, kabar ini," dugaannya sambil menggigit bibir, mondar-mandir di ruang tamu.
"Ngapain lagi sih, Sekar. Dari kemarin banyak tingkah terus," tanya ibu yang pusing melihat kelakuan anaknya itu.
"Opa nya, Mas Bara. Masuk ke. rumah sakit," ucap Sekar tampa sadar.
"Laganya opa-opa kayak orang berduit aja"
Ingin Sekar menjawab, "memang banyak duitnya gak berseri malah."
Hanya saja takut ibunya tak percaya, jadi hanya bisa menjawab "ya, aku gak tau kan Mas Bara yang panggilnya, gitu."
"Terus, Lo. Gak diajak ketemu Opa nya kan, waktu nikah gak bawa juga keluarga dia cuman bawa diri aja."
"Lupa, mungkin?"
"Itu mah, lo nya aja yang gak penting, kasian amat." ucap Rara yang entah sejak kapan muncul lagi.
"Astaga ucapannya bikin pikirannya jadi mikir yang gak enggak aja, apa segitu gak penting nya aku ya, Mas," keluh Sekar dalam hati dengan raut wajah berubah murung.
"Udah, jangan nangis. Nasib lo aja kurang beruntung," tutur Rara meledek adiknya tersebut.
Langsung saja Sekar berlalu ke kamar. Namun sebelum sampai kamar, ia masih mendengar ledekan Rara kepadanya.
"Ibu! siapin ember buat nampung air mata, takut kebanjiran nanti kan bahaya, haha,"
Setelah ia menutup pintu, Sekar langsung mencoba menghubungi lagi suaminya.
(untungnya dia bukan orang baperan, jadi omongan tadi hanya dianggap angin lalu saja olehnya)
Saat panggilan telpon yang ia coba ke lima kalinya, barulah diangkat.
"Halo, mas Bara. Gimana keadaan Opa, Mas ba..."
"Sorry, Sekar. Gue masih harus sibuk ngurus- ngurus disini. Nanti, gue hubungi lagi." Setelah itu, hp di tangan, Sekar. Berubah gelap tanda berakhirnya panggilan.
"Memang segitu gak pentingnya, ya. Aku buat mas Bara," keluh Sekar dalam hati, tampa sadar air mata menetes di pipinya.
"Kenapa diledekin ibu sama kak Rara aku gak nangis, tapi cuman karena Mas Bara cuekin aku bikin hati nyesek luar biasa?! Apa aku mulai ada rasa sama dia?" pikir Sekar sambil menyeka air mata yang terus menerus menetes, karena memikirkan tingkah suaminya itu.
paksa hancurkan pernikahan anaknya..