NovelToon NovelToon
Ketika Benci Menemukan Rindu

Ketika Benci Menemukan Rindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19. Tatapan Sendu

"Arlen!" Kalila berteriak seraya menghampiri Arlen yang terduduk lesu di atas lantai teras yang masih basah. Wajah pria itu sudah sepucat kertas. Noe di sana juga menampilkan ekspresi khawatir dan cemas yang sama besarnya seperti Kalila.

"Kenapa ga dibawa masuk ke dalam mobil?" Kalila bertanya sembari mengecek suhu tubuh Arlen dengan menempelkan telapak tangannya pada kening Arlen.

"Tuan menolak, Nona." jawab Noe dengan nadanya yang putus asa. "Sepanjang malam saya mencoba membujuk Tuan untuk masuk ke dalam mobil. Tapi Tuan menolak. Saya bawakan payung juga malah dirusak. Tuan bilang, dia harus menghukum dirinya." ujar Noe menjelaskan sembari membantu Kalila mengangkat tubuh Arlen yang sudah lemah.

"Apa kemarin dia makan? Minum obat?"

Noe hanya menggeleng.

Baru saja Noe menggeleng, Arlen tiba-tiba memuntahkan cairan keruh.

"Astaga!" Seru Kalila tidak percaya. "Kita ke rumah sakit sekarang, Noe."

"Baik Nona."

Kalila dan Noe langsung membawa Arlen masuk ke dalam mobil, Kalila bahkan tidak sadar, kakinya tidak memakai alas kaki. Rasa kekhawatirannya membuatnya melupakan kepentingan dirinya sendiri.

Mobil pun melaju, meninggalkan area rumah Miska. Dari dalam rumah, di balik jendela, Miska menyeruput kopinya sambil menggeleng, tapi juga tersenyum.

"Seharusnya sejak dulu pria bodoh itu melihat hatimu, La."

Noe membawa mobil layaknya seorang pembalab liar. Dia melesat dengan gesit hingga mereka sampai di depan pintu UGD rumah sakit yang dikatakan Miska berjarak sepuluh menit itu.

Noe langsung turun dan mencari bantuan untuk membawa Arlen yang udah pingsan sejak dalam perjalanan menuju rumah sakit. Para perawat pun keluar dengan membawa brankar, tubuh Arlen yang lemas dipindahkan di atas brankar dan dibawa secepatnya masuk untuk segera ditangani.

"Saya akan mengurus administrasi, Nona." kata Noe kepada Kalila yang menunggu dengan cemas di atas kursi tunggu di depan pintu UGD.

Tak lama setelah Noe meninggalkan Kalila di depan UGD, seorang perawat memanggil Kalila dan mengatakan bahwa Arlen harus rawat inap karena dehidrasi dan gerd-nya yang kambuh. Hati Kalila mencelos begitu mendengar kondisi Arlen. Dia menyesal karena tidak mengikuti kata hatinya untuk menemui Arlen sejak semalam.

Kalila menghampiri ranjang di balik tirai bilik dimana Arlen terbaring disana dengan selang infusan yang terhubung ke permukaan punggung tangannya.

Air mata sudah kembali menetes, tapi buru-buru Kalila mengusapnya. Dia tidak ingin Arlen melihatnya menangis.

Tangannya terulur untuk menyentuh tangan Arlen, tapi kemudian dia mengurungkan niatnya, dia tarik lagi tangannya. Ada sebuah perasaan yang takut jika Arlen belum bisa menerima dirinya. Perasaan takut Arlen akan menyalahkannya karena hubungannya yang kandas dengan Miranda.

Meskipun Noe sudah menjelaskan dengan singkat bagaimana Arlen menyesal dengan apa yang sudah dia lakukan pada Kalila, namun setitik ketakutan akan penolakan itu masih ada dalam hati Kalila.

Tiba-tiba, kelopak mata Arlen perlahan terbuka, mereka saling beradu pandang untuk sesaat, sampai akhirnya Kalila yang lebih dulu memalingkan pandangannya.

"A-aku akan panggil suster untuk periksa kamu lagi."

Grep!

Tangan Arlen menahan pergelangan Kalila, tidak dengan cekalan yang kuat, hanya cekalan lemah yang menghentikan langkah Kalila untuk keluar dari dalam bilik itu.

"Aku...mau muntah..." ujar Arlen lemah dan lirih.

Secara spontan Kalila langsung membantu Arlen untuk duduk, kemudian ia menarik lengan hoodienya dan menempelkan kedua telapak tangannya di depan mulut Arlen.

"Muntah di tanganku aja." katanya dengan cukup serius.

Arlen sempat terkejut mendengarnya, lalu menggeleng.

"T-tahan dulu muntahnya, aku panggil suster dulu."

Arlen mengangguk.

Tak lama kemudian, Kalila datang membawa kantong kresek bekas, dan seorang perawat ikut bersama Kalila. Arlen langsung mengeluarkan cairan keruh dari perutnya yang kosong.

Setelah selesai, Arlen kembali merebahkan tubuhnya, sementara perawat memeriksanya. Lagi, mereka harus menunggu.

"Kenapa ga makan dan minum obatmu? Aku sudah menyiapkan semuanya di atas meja makan kemarin sebelum pergi." kata Kalila seraya menyeka sudut bibir Arlen dengan ujung hoodie yang dikenakannya.

Dia kembali menyentuh kening Arlen untuk memeriksa suhu. "Kamu masih demam. Dokter bilang kamu harus rawat inap. Noe sedang mengurus administrasi dan..." kata-kata Kalila berhenti begitu mata Arlen yang biasa melihatnya dengan sorot dingin kini menatapnya dengan tatapan sendu yang layu.

Kalila segera mengalihkan pandangannya, tangannya kembali dia tarik tapi Arlen menangkapnya.

"Aku ga pantas mendapatkan kepedulianmu seperti ini. Seharusnya kamu biarkan aku, abaikan aku."

"Kalo begitu, seharusnya kamu ga datang semalam, seharusnya kamu berteduh di dalam mobil. Seharusnya kamu minum obat dan makan."

"Maaf aku menyakitimu selama ini, La. Apa yang aku rasakan sekarang, ga akan sebanding dengan sakit dan terlukanya kamu karena aku."

Kalila membuang napas pelan. Dia kembali mengalihkan pandangannya. Dia tidak akan kuat melihat bagaimana sendunya Arlen melihatnya.

Arlen mengangkat tangan Kalila yang masih digenggamnya. Ia melihat kebiruan pada pergelangan tangan Kalila.

"Ini karena aku, kan?"

Kalila baru menyadari dia belum menurunkan kembali lengan hoodie-nya. Buru-buru Kalila menarik tangannya dan menutupi lebam pada pergelangan tangannya.

"Maaf aku terlambat menyadari apa yang aku lakukan kepadamu malam itu."

"Bisa kita ga membahas soal itu dulu? Pulihkan dulu tubuhmu. Kita akan bicara lagi setelah keadaanmu stabil."

Kali ini Arlen tidak membantah. Dia mengangguk lalu kembali memejamkan kedua matanya.

* * *

Satu jam kemudian, Arlen sudah dipindahkan ke kamar perawatan VIP, seorang perawat kemudian memberikan pakaian khusus pasien kepada Kalila agar bisa membantu Arlen mengganti pakaiannya.

Kalila sempat terdiam, hanya menatap lurus pada pakaian pasien yang ada dikedua tangannya. Ingatan menyakitkan itu kembali muncul, malam yang nahas itu terjadi ketika Kalila hendak menggantikan pakaian Arlen. Apakah sekarang dia juga harus menggantikan pakaian Arlen lagi?

"La?" Panggilan suara Arlen yang lemah menyentak Kalila dari lamunannya di dekat pintu. Perawat sudah lama pergi, tapi Kalila masih mematung di tempatnya.

Terlihat ragu-ragu Kalila mendekati brankar, ia meletakkan pakaian pasien itu di atas perut Arlen.

"Itu pakaian pasien yang harus kamu pakai." kata Kalila dengan tenang. Tapi, Arlen dapat melihat sorot cemas dan takut di dalam kedua mata Kalila sejak menghampirinya. Ia bahkan melangkah mundur beberapa langkah setelah meletakkan pakaian itu.

"Kamu bisa ganti baju sendiri, kan? Atau mau tunggu Noe datang? Biar Noe yang membantumu ganti baju?"

"Kamu ga bisa bantu aku?"

"Hah?" Kalila kembali mundur satu langkah. "A-aku bisa, t-tapi aku harus keluar sekarang. A-aku mau beli sendal."

"Sendal?" Mata Arlen bergerak turun melihat sepasang kaki Kalila yang tidak memakai alas kaki apa pun.

"Sendal kamu kemana?"

"Sepertinya aku memang ga pakai sendal dari rumah Miska."

Arlen sampai menaikkan kedua alis matanya, cukup terkejut dengan pengakuan Kalila.

"Kamu lupa pakai sendal?"

Kalila mengangguk.

"Aku keluar dulu, ya."

"Ga usah keluar, La. Telepon Noe saja, biar dia yang beli sendal untukmu."

"T-tapi Noe ga tau ukuran kakiku."

"Tiga puluh tujuh. Aku tau." jawab Arlen seraya mencari ponselnya. "Dimana ponselku, ya?"

"Ga perlu, ga perlu! Jangan ngerepotin Noe lagi. Biar aku beli sendiri. Kamu istirahat lah setelah ganti baju." ucap Kalila yang kemudian langsung berbalik badan dan keluar dari kamar itu.

"Kenapa dia kelihatan ketakutan? Padahal sebelumnya biasa saja." Arlen bertanya-tanya dengan keningnya yang berkerut.

1
Kiky Mungil
Yuk bisa yuk kasih like, komen, dan ratingnya untuk author biar tetep semangat update walaupun hidup lagi lelah lelahnya 😁

terima kasih ya yang udah baca, udah like karya aku, semoga kisah kali ini bisa menghibur teman-teman semuanya ❤️❤️❤️

Saranghae 🫰🏻🫰🏻🫰🏻
Ana Natalia
mengapa selagi seru2nya membaca terputus ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!