Kehidupan seorang perempuan berubah drastis saat dirinya mengalami sebuah keajaiban di mana ia mendapatkan kesempatan hidup untuk kedua kalinya.
Mungkinkah kesempatan itu ia gunakan untuk membalas semua sakit hati yang ia rasakan di kehidupan sebelumnya?
Selamat datang di kehaluan Mak othor yang sedikit keluar dari eum....genre biasanya 🤭.
Semoga bisa di nikmati y reader's 🙏. Seperti biasa, please jangan kasih rate bintang 1 ya. kalo ngga suka, skip aja. Terimakasih 🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Mba Ana?", Naura menghampiri kakaknya yang sama-sama berada di rumah sakit.
Tampak wajah Ana yang begitu muram.
"Nau!", kata Ana. Tak lama kemudian, Gatan tampak keluar dari sebuah ruangan.
"Ada apa mba?", tanya Naura.
"Asha meninggal, Nau!", jawab Ana. Naura memicingkan matanya.
"Meninggal? Bukannya itu bagus mba?", bisik Naura. Ana melotot tajam pada adiknya itu. Gatan tampak mendudukkan diri di salah satu bangku.
Badannya lemas seperti tidak memiliki tulang. Lelaki itu menangis tanpa suara. Di sudut yang tak jauh dari sana, ketiga sahabat Asha pun sama-sama berduka.
Gatan kehilangan putrinya, dan tiga pemuda itu kehilangan sahabat yang sangat mereka sayangi.
"Samperin suami mu, mba!", Naura meminta sang kakak untuk menghampiri Gatan. Naura meraih tangan Gatan yang ada di pangkuannya.
"Yang sabar mas, mungkin ini yang terbaik buat Asha. Dari pada di dunia ini dia hanya menyusahkan dan membuatmu malu!", kata Ana.
Gatan menatap nyalang istri keduanya itu.
"Jaga bicara mu sialan! Asha putri ku! Darah daging ku!", bentak Gatan. Ana sampai terkesiap di bentak seperti itu.
Naura meraih bahu Ana dan mengusapnya pelan. Jangan sampai sang kakak salah bicara di situasi seperti ini.
Jenazah Asha di bawa keluar dari ruangan itu. Gatan kembali berdiri dan menghampiri tubuh yang tak lagi bernyawa.
Isakan itu terus mengiringi tubuh Asha yang akan di bawa ke ruangan kepengurusan jenazah.
Begitu juga dengan ketiga sahabat Asha. Mereka memang gahar setiap harinya, tapi melihat sahabatnya meregang nyawa yang tak wajar tentu sebuah pukulan yang sangat berat kan?
Di ruangan Aisha, perempuan itu sudah stabil. Bahkan ia sudah membuka matanya meski tampak ada raut kebingungan disana. Banyak sosok asing yang mengelilinginya.
"Aisha!", panggil Fazal pelan. Aisha mengerjakan matanya berulang. Sungguh, ia merasa aneh dengan panggilan itu padanya.
Sekilas mirip, tapi tentu berbeda.
"Siapa?", tanya Aisha. Fazal menoleh ke arah dokter.
"Kita bawa ke ruang rawat inap ya pak, nanti kita observasi lagu kondisi kesehatan nyonya Aisha."
Fazal pun mengangguk setuju. Mungkin karena sempat kritis dan mungkin mati suri, membuat Aisha melupakan dirinya.
Aisha merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Ada rasa perih di lengannya juga punggungnya. Karena seingatnya, versi Asha tentunya....ia sedang berada di toilet sekolah. Tapi sekarang???
Beberapa perawat mendorong brankar Aisha, tak lupa memasang oksigennya lagi agar Aisha tak kesulitan bernafas seperti sebelumnya.
Aisha alias Asha masih mencerna apa yang terjadi. Tubuhnya terasa lemah tak berdaya. Padahal biasanya, sekalipun sakit dirinya bahkan masih bisa melakukan apa pun.
Fazal mendampingi Aisha di sebelah brankar. Mereka akan membawa Aisha ke ruang rawat inap. Berhubung ruangan Aisha ada di lantai atas, mereka menggunakan lift khusus.
Dan tanpa sengaja Aisha menoleh ke brankar sebelah. Sesosok lelaki yang ia kenal sedang menangis tergugu.
"Asha...maafin papa ,nak!", Gatan menangis pilu. Tak jauh dari sana, Dion, Nikala dan Visnu pun terlihat sangat menyedihkan.
Sebenarnya apa yang terjadi? Papa? Dion, Nikala dan Visnu kenapa seperti itu? Lalu ...siapa yang papa tangisi?
Fazal melihat sang istri yang tengah menatap ke brankar yang ada di pintu lift sebelahnya.
"Jangan di lihatin!", kata Fazal pelan. Ia hanya takut jika Aisha merasa takut karena melihat sosok di bawah selimut itu yang sudah tiada.
Aisha menoleh dan menatap Fazal.
Dia siapa sebenarnya??
Seperti di adegan sinetron, tiba-tiba angin berhembus cukup besar hingga menyibak penutup wajah tubuh Asha.
Mata Aisha bergerak cepat. Sosok yang sedang di tangisi papanya juga ketiga sahabatnya adalah dirinya. Wajah Asha sudah pucat.
Bagaimana mungkin? Itu aku? Ngga! Ngga mungkin!
Aisha menolak kenyataan yang ada di depannya.
"Silahkan kalian naik lift yang di sana saja ya!", kata perawat pada ketiga sahabat Asha. Tak mau berdebat, ketiga sahabat Asha bergabung di lift yang sama dengan Aisha.
Air mata Aisha meleleh. Dia tak sanggup melihat sahabatnya sampai seperti itu menangisi dirinya.
Tapi apa mungkin mereka percaya kalau Asha yang mereka tangisi ada bersama mereka??
"Aisha?", Fazal menghapus air mata Aisha yang menangis menatap ketiga sahabatnya. Dion, Visnu dan Nikala menatap Aisha.
Entah lah, mungkin karena nama yang hampir sama membuat mereka reflek menoleh pada Aisha.
"Dion, Visnu, Nikala!", kata Aisha pelan. Bukan hanya mereka bertiga yang terkejut. Fazal pun cukup terkejut mendengar sang istri menyebut nama asing itu.
Merasa di panggil, Dion menatap Aisha intens.
"Kamu mengenal mereka?", tanya Fazal. Dia merasa heran, saat tersadar tadi sang istri tak mengenali dirinya. Tapi sekarang??? Bahkan Fazal saja tak mengenal tiga remaja itu.
Tak ada jawaban apa-apa dari Aisha yang terus menatap mereka.
"Kalian mengenal istri saya?", tanya Fazal pada tiga sahabat Asha. Mereka kompak menggelengkan kepalanya.
"Apa...gadis tadi sahabat kalian?", tanya Fazal yang sempat menyimak situasi di lift sebelah.
Ketiganya pun menganggukkan kepalanya.
"Apa dia sakit?", tanya Fazal kepo.
"Tidak. Asha meninggal saat berada di sekolah."
Jawaban singkat dari Nikala membuat dirinya di tatap tajam oleh kedua sahabatnya.
Ting! Pintu lift terbuka. Aisha di bawa ke ruangannya sedang trio sahabat Asha menuju ke tempat Asha akan di urus.
Aisha masih menangis. Semua benar-benar seperti mimpi. Kalau yang mereka tangisi adalah dirinya, lalu kenapa Asha ada di tubuh seseorang yang bernama Aisha?
Fazal menemani Aisha di ruangannya. Orang tuanya sudah lebih dulu pulang dan meninggalkan Fazal saja bersama Aisha.
"Kamu mau pakai hijab mu?", tanya Fazal. Pasalnya sang istri selalu memakai hijab sejak awal keduanya kenal.
Hijab?
"Ngga!", jawab Aisha lirih. Fazal menatap sendu ke wajah ayu gadis itu.
"Aku sungguh-sungguh meminta maaf Aisha! Tolong maafkan aku! Beri aku satu kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku!", kata Fazal meraih salah satu tangan Aisha.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Aisha? Asha?!
Aisha reflek melepas tangan Fazal dari tangannya. Ia tak mengenal Fazal sama sekali.
Fazal menghela nafas panjang. Dalam hati Fazal memaklumi sikap Aisha yang sudah sewajarnya bersikap begitu. Apalagi kesalahan Fazal sudah sangat keterlaluan.
"Kamu siapa?", Aisha memberanikan diri bertanya.
"Sha, aku suami mu! Fazal Abidzar."
Hah? Suami??? Aisha menggelengkan kepalanya pelan. Ia tak percaya jika dirinya mengisi jasad seorang perempuan yang bersuami. Sedangkan dirinya saja masih belia, tujuh belas tahun!
"Sha, tolong beri satu kesempatan buat mas. Mas janji akan percaya semua kata-kata kamu. Kalau kamu mau kita pindah, ayo ...setelah keluar dari sini kita pindah rumah. Di mana pun, asal itu nyaman untuk mu."
Aisha menatap intens seseorang yang ada di hadapannya itu.
"Dan soal Naura, aku sudah mengakhiri hubungan ku dengannya. Jadi aku mohon, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Kita mulai dari awal, ya?", Fazal menyentuh pipi Aisha. Tapi gadis itu reflek menampiknya.
Selama ini, tidak seorang pun yang berani melakukan hal seperti itu padanya sekalipun tiga sahabatnya.
Karena efek obat, Aisha pun kembali memejamkan matanya. Dan perlahan, ia pun larut dalam mimpinya.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Bersambung.....😊
terimakasih 🙏