Satu digit, dua, tiga, empat, lima, hingga sejuta digit pun tidak akan mampu menjelaskan berapa banyak cinta yang ku terima. Aku menemukanmu diantara angka-angka dan lembar kertas, kau menemukanku di sela kata dan paragraf, dua hal yang berbeda tapi cukup kuat untuk mengikat kita berdua.
Rachel...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Direkturnya Gila
Sejak melihat foto Jevon, Michael jadi sibuk sendiri. Semangat sekali ia minta di comblang kan, Rachel hanya tertawa menanggapinya.
"Kak, aku makan siang di bawah ya. Ngga papa kan? ".
"Iya, Ayaang ngga papa."
"Ngga pake ayang ayangan plis ini Numbers." Cerutu Rachel.
"Iya, Rachel." Vano kembali ke mode datar.
"Pergi dulu ya kak."
"Ehhem... ", Vano mengingatkan.
"Kan lagi kerja, gak profesional banget." Ledek Rachel.
"Pokoknya Ehhem.... ", ulang Vano.
Cup cup cup cup di seluruh wajah Vano yang membuat pria itu spontan terkekeh geli karena itulah Ehhem yang di maksud tadi. Barulah Rachel keluar dari ruangan itu.
Sepanjang jalan ia menuju kantin tidak ada satu pandangan pun dari karyawan yang ramah kepadanya. Semuanya menatapnya tajam kecuali ke empat orang yang sedari awal bersamanya, Michael, Nina, Kris dan Jacky.
"Kenapa sih? Apa gua udah ketahuan pacaran sama Kak Vano? Tapi perasaan sebelum pacaran dulu juga mereka kayak gitu ke gua." Batin Rachel sambil terus menyusuri jalan ke kantin dengan perasaan campur aduk.
Hingga jam makan siang hampir berakhir tapi meja mereka sudah melakukan sesi gibah.
"Gais, gua ngerasa aneh sejak kemarin, bukan kemarin, sejak lama. Cuman gua terlalu cuek selama ini. Sebenernya gua buat salah apa sampai-sampai semua manusia di Numbers ini ketus banget ke gua, kecuali kalian berempat. Apa gua ada salah yang ngga gua sadari? Atau gua salah ngomong apa gimana? Kalian pastinya tahu sesuatu kan? Plis ngomong ke gua. Gua ngga nyaman banget, di ketusin ketika gua butuh sesuatu, atau minta tolong sesuatu sama orang lain disini."
Keempat temannya itu saling tatap, terlihat ragu untuk menceritakan.
"Mikh... "
"Lu yakin mau tahu? Menurut gua lu mending bodo amat aja Hel. Selama hidup lu disini aman-aman aja dibawah kak Vano, mending lu ngga usah peduliin apa-apa."
"Berarti ada yang ngga beres kan? Lu aja deh Nin. Gua siap denger cerita lengkapnya. Gua akan dengerin. Ayo, lu semua temen gua kan? ".
"Sepulang dari nganterin lu balik dari rumah sakit. Belio ngumpulin semua staff di aula. Semuanya di marahin habis-habisan kecuali si kunti merah ini." Menunjuk Mikha. "Mungkin karena dia ikut jagain elu, gua ngga paham deh." Jelas Nina memulai.
"Seriusan? Kenapa?", tanya Rachel.
"Seumur-umur kerja di sini baru kali itu gua liat Kak Vano ngamuk. Padahal dia tipe yang ngga pernah marah atau ngomong keras sama karyawan. Dia memang dingin tapi ngga jahat sama sekali. Tapi waktu itu Hel sumpah gua takut banget. Semua orang di omelin habis-habisan. Paling kasian liat pak Khael."
"Pak Khael? OB? ".
"Iya, satu ras Ws dihancurin sama Kak Vano, dibanting-banting sambil marahin pak Khael, karena pak Khael ngga bersihin itu gudang, kenapa paku dibiarin berserakan begitu, udah tahu renovasi kenapa ngga sigap bersihin. Begitu gitu deh omelannya sambil banting-banting kayu, lu bayangin aja sendiri. Mungkin gara-gara itu satu Numbers ikutan jadi illfeel sama lu karena ngerasa lu itu diistimewakan." Jelas Nina.
"Tapi kita ngga anggep lu begitu ya, kita di pihak lu. Kita tahu lu kayak gimana." timpal Kris.
"Gimana dong? Gua jadi ngerasa bersalah banget nih, apalagi sama pak Khael. Orang tua begitu di bentak-bentak, direktur lu agak lain ya." Kesal Rachel.
Mikha mengulum senyumnya.
🍀🍀
Setelah mengetahui dimana letak rusaknya, Rachel mulai bergerak. Ia mulai dari yang paling fatal, Pak Khael, OB senior yang di maki-maki Vano. Ia menemui pria tua itu di ruangan khusus OB, melihat perawakannya yang sudah senja itu membuat Rachel ingin memutar bibir Vano yang memakinya itu, bisa-bisanya, bib!r yang sudah menjadi candunya itu berkata sejahat itu.
"Pak... Maaf ganggu. Saya mau bicara sama bapak."
"Ada apa kak Rachel? ".
"Mmm... S-saya minta maaf pak, gara-gara saya bapak yang di salahin. Maaf Pak, sumpah saya baru tahu pak." Serunya dengan mata berkaca-kaca.
Pak Khael hanya tersenyum lalu duduk berhadapan dengan Rachel. Lalu ia menyajikan dua cangkir teh melati, karena sepertinya banyak yang akan ia dengar dari Rachel.
"Maaf saya datangnya terlambat pak, saya bener-bener ngga tahu masalahnya jadi se besar ini. Saya baru tahu kemarin pak. Bapak pasti sakit hati banget sama saya, sama Kak Vano. Maaf pak, maaf banget. Saya harus ngapain pak biar bapak maafin."
"Nak Rachel, tidak ada yang mau di maafkan. Bapak yang memang teledor, bapak yang abai sama tugas bapak sendiri. Bapak yang harus minta maaf. Bapak yang akan ganti ras Ws yang rusak itu."
"Ngga pak. Rak Ws nya rusak ditangan direkturnya sendiri, kalau pun harus di ganti, itu bagian saya pak. Saya yang buat kekacauan ini."
Lama mereka berbincang, hingga suasana kembali ceria. Ia kemudian memperhatikan ponselnya yang sedari tadi bergetar, jam kerjanya juga akan segera dimulai.
"Pak, saya bawa makan siang. Nanti bapak makan ini ya. Jangan kuatirin apa-apa, saya yang akan nyelesaiin semuanya. Makasih bapak ngga marah sama kami yang masih muda tapi ngga tahu diri ini. "
Pak Khael hanya tertawa renyah mendengar ucapan Rachel.
"Nak, Rachel... "
"Iya pak... "
"Jangan terlalu menyalahkan pak dirut ya, dia ngga jahat kok. Dia cuma melindungi apa yang dia rasa itu milik dia."
"Maksudnya pak? ".
"Ahh... bapak kerja dulu ya, sudah jamnya." lalu pak Khael pergi dengan semua alat perang kebersihan yang biasa ia gunakan.
🍀🍀
Sesaat sebelum kembali, ia ke toilet sejenak, ketik hendak keluar,
"Gua ngga nyangka Rachel sifatnya gitu, mukanya doang kek orang bener."
"Iya, gila. Kita semua habis dimarahin bahkan gua ngga tahu apa-apa jir."
"Heran gua kenapa tuh anak di istimewa ini banget."
"Lu inget ngga waktu ada karyawan yang ketabrak motor didepan Numbers, lah itu dia biasa aja. Cuma nyuruh orang buat anterin ke RS, lah si Rachel ketusuk paku doang, hebohnya kayak nyelametin istri sendiri. Heran gua. "
"Apa mereka pacaran ya, atau tuh anak sugar babynya?".
"Ngga mungkin ah, masa iya Kak Vano se waddaw itu seleranya Rachel sih."
"Iya, dia kan pinter banget tuh, gara-gara itu kali. Kak Vano ngerasa rugi kalo ngelepas karyawan se gercep itu."
Begitulah pergunjingan yang didengar dari dalam bilik toilet. Sungguh hatinya sakit sekali.
"Gua tahu gua bukan siapa-siapa, gua juga sadar diri. Apalah gua kalo dibandingin ke dia.", lirih Rachel sendirian.
Sungguh ia merasa sangat bersalah akan kecerobohannya tempo hari, begitu banyak orang yang kecewa karenanya, tanpa disadarinya banyak yang dirugikan dan tersakiti. Setidaknya, ia sudah meminta maaf kepada yang paling dirugikan dari insiden itu, pak Khael.
Ia kembali ke ruangan dengan perasaan campur aduk, bahkan Vano yang menyambutnya dengan senyum lebar tidak diperhatikannya sama sekali.
"Ayang... Kenapa?".
"Yaang?".
Rachel tetap diam.
"Yaang...! ".
"Hah? Oh.. Mm.. Iya kak? Kenapa?", Rachel gelagapan.
"Kamu kenapa?", tanya Vano sudah berdiri disamping rak buku sekat mereka.
" Ohh.. Ngga. Ngga denger aja tadi." Lalu keduanya melanjutkan pekerjaannya.
Drrttt... Getar ponsel Rachel terdengar hingga ke samping, dan Vano segera memberi perhatiannya, ia ingin tahu siapa yang menelepon, akan sangat kesal jika itu Jonathan atau orang yang Rachel sebut tampan sekali dan mirip Seokjin itu.
📞 Halo? Iya pak. Atas nama Rachel Capistran, ada yang namanya Mikhaela kan pak disana. Silahkan diikuti ya pak, langsung masukin aja ke gudang. Iya pak. Terimakasih.
"Kamu masukin apa ke gudang? ", Vano berdiri lagi diantara dekat mereka dan Rachel mendongak.
"Aku beli rak Ws baru, sebagai ganti yang kamu hancurin kemarin.", jawab Rachel tenang sementara Vano sangat terkejut. " Aku bener-bener ngga tahu kalau direktur yang juga pengajar itu ngga pernah punya sejarah satu ruangan buat kerja, aku telat banget nyadar kalau aku diperlakuin khusus sama kamu. Aku kira Numbers emang begitu. Ternyata bukan Numbersnya, aku yang bego, yang kelewat pasrah.
Namaku jadi buruk banget sekarang, banyak banget gosip yang beredar di gedung ini. Bahkan udah sampai ke tahap aku macarin kamu gosipnya. Begitu juga hal-hal jorok lainnya. Aku nggak nyangka insiden gudang Ws sampai se rumit ini, Kak."
"Ayaang bukan gitu. Aku kaget banget waktu itu. "
"KAK... KAMU SADAR NGGA SIH PAK KHAEL ITU UDAH TUA BANGET, KAMU NGGA KASIAN??!! " bentak Rachel berapi-api.
"Yaang... ", Vano ciut melihat Rachel kumat.
"Kamu ngga bisa maklumin sedikit apa kalau dia jadi pelupa, pak Khael ngga sebesar itu salahnya kak sampai kamu harus tantrum didepan dia. Woaahh... Aku jadi ngerasa bego banget. Kenapa aku tahunya telat banget, kenapa setelah berbulan-bulan aku baru tahu? Woahhh... Emangnya aku siapa kak? Aku tahu diri, ngga usah segitunya, aku ngga se penting itu."
"Kamu pacarku Ayang... ".
"Iya bener. Tapi kita di Numbers. Posisi jelas, kamu atasannya aku bawahan, begitu kan kak yang kita sepakati dulu? Kenapa tiba-tiba berubah sekarang?".
"Kamu ngga paham gimana paniknya aku waktu itu...!", suara Vano mulai meninggi.
"Tapi kan kamu udah pastiin duluan aku baik-baik aja, aku masih idup. Ngga fatal-fatal amat kak, ya ampun. Kamu yang anterin aku balik ke rumah, kita sempat makan bareng, artinya semuanya udah baik-baik aja kan. Baru setelah itu kamu balik ke Numbers, lalu tantrum. Apaan... ", omel Rachel lagi.
Keduanya saling menatap tajam satu sama lain.
"Kamu berani marahin direktur kamu sendiri?", tantang Vano mulai menunjukkan tatapan dinginnya.
"Iya, berani. Direkturnya gila."
Brakk... Rachel keluar ruangan membawa laptop, ipad, dan segala yang ia butuhkan untuk bekerja, lalu melarikan diri ke tempat paling menyenangkan dan tenang menurutnya, dimana lagi kalau bukan Gudang Work Sheet tercinta.
"Ahh... Anj! n9... "
Ayangnya Rachel lagi kesel gais ☺😵💫
.
.
.
TBC... 💜