Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Kasus Suap Sang Ayah
"Kak Zia, tolonglah, katakan dimana Kak Karina sekarang," pinta Ralina.
"Kamu itu ya, sudah aku bilang tidak tahu ya artinya tidak tahu! Kenapa membuntutiku sampai ke sini, hah?"
Zia terlihat kesal. Ralina tidak henti-hentinya mengganggu. Menemuinya di kantor, di kafe, sampai di klab malam seperti sekarang hanya untuk menanyakan tentang keberadaan Karina.
"Tidak mungkin kakak tidak tahu. Kalian kan teman dekat." Ralina masih berusaha merayu Zia untuk berkata jujur.
Ia sudah mendatangi semua teman kakaknya untuk mencari tahu keberadaan Karina. Ia yakin ada sesuatu yang kakaknya sembunyikan.
"Demi Tuhan, Ralin! Kakakmu itu belum menunjukkan batang hidungnya! Jangan kamu ganggu aku terus!" maki Zia.
"Ini adiknya Karina?" tanya lelaki yang sejak tadi bersama Zia. Lelaki itu hanya menyimak pembicaraan mereka sembari menghisap rokoknya.
"Ya!"
"Sialan sekali Karina kabur sekarang dia terus mengikutiku."
Lelaki itu tersenyum. "Hei, dari pada mencari kakakmu, lebih baik ikut kita minum-minum." Ia menawarkan gelas berisi alkohol kepada Ralina.
"Jangan ganggu dia, suaminya arogan," tegur Zia.
"Dia sudah menikah?"
"Ya, dia yang menggantikan Karina menikah. Dia sibuk mencari kakaknya paling juga disuruh suaminya."
"Aku mencari kakakku atas kemauanku sendiri, bukan disuruh siapa-siapa," kilah Ralina yang mendengar percakapan mereka.
"Terserahlah! Intinya aku tidak tahu dimana Karina. Coba kamu tanya ke yang lain. Mau bertanya seribu kali juga jawabanku tetap sama, aku tidak tahu. Bobby juga menanyakan tentang Karina, aku jadi pusing! Aku bukan pawangnya, mana aku tahu?" gerutu Zia.
"Sekarang, cepat pergi dari sini! Kamu sangat mengganggu!" usirnya.
Terpaksa Ralina pergi tanpa memperoleh informasi. Ia berusaha keras mencari kakaknya karena menurutnya ia bisa terbebas dari pernikahan itu jika kakaknya ditemukan.
"Kenapa aku harus mencari Kak Karina lagi?" gumamnya.
Tiba-tiba terlintas di pikirannya jika mungkin saja kakaknya sudah pulang ke rumah. Karina tidak mungkin betah hidup menderita di luar rumah. Setidaknya sang kakak pasti menghubungi orang tuanya untuk meminta uang.
Ralina langsung berjalan ke tepi jalan. Ketika ada taksi melintas, ia melambaikan tangan menghentikannya.
"Ke perumahan XXX nomor 58, Pak!" kata Ralina ketika sudah naik ke dalam taksi.
Sejak acara pernikahan itu, ia juga belum pernah pulang ke rumah. Ponsel utama tidak pernah diaktifkan. Entah apa nanti sambutan keluarganya ketika ia pulang. Kalau sampai Tristan mengabarkan dirinya kabur, sudah pasti ia akan dimarahi.
"Semoga Kak Karina ada di rumah," harapnya.
Tiga puluh menit perjalanan terlewati, akhirnya Ralina sampai di depan rumahnya.
Ada pemandangan yang aneh di sana. Beberapa mobil polisi berjajar rapi di depan pagar rumah. Pintu gerbang juga terbuka lebar. Perasaan Ralina seketika menjadi khawatir. Pasti sudah terjadi sesuatu yang serius di dalam sana.
Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari masuk. Tepat yang ia perkirakan, ada banyak polisi di sana.
"Maaf, untuk sementara tidak ada yang diperkenankan masuk ke dalam."
Seorang polisi menghalangi saat Ralina hendak masuk ke dalam rumahnya.
"Saya tinggal di sini, Pak. Saya ingin melihat papa dan mama saya." Ralina berusaha membujuknya agar dibiarkan masuk.
Suasana malam itu terasa sangat menegangkan. Ia tidak tahu mengapa sampai ada banyak polisi di dalam.
"Maaf, tidak bisa."
"Tapi kenapa? Apa yang terjadi dengan orang tua saya? Dimana mereka?" Ralina tampak cemas.
"Mereka ada di dalam, masih menjalani pemeriksaan. Lebih baik kamu di sini saja, tunggu sampai selesai," nasihat polisi tersebut.
"Memangnya ada masalah apa? Kenapa orang tua saya diperiksa? Mereka salah apa?" Ralina semakin panik takut hal yang buruk menimpa orang tuanya.
"Kamu anak pertama atau anak kedua?" sahut polisi lain yang terlihat sudah cukup tua.
Ralina tidak bisa mengenali identitas mereka karena seragamnya tertutup oleh jaket polisi.
"Saya anak kedua, Pak," jawab Ralina.
"Oh, jadi kamu yang kemarin baru menikah?"
Ralina mengangguk. Ternyata mereka tahu tentang pernikahannya.
"Kamu yang masih kuliah itu, ya?"
Ralina kembali mengangguk. Tenyata orang itu juga tahu tentang dirinya.
"Kenapa kamu datang ke sini sendiri? Seharusnya kamu bersama suamimu saja supaya lebih aman."
"Soalnya kakakmu juga kemungkinan akan jadi buronan."
Napas Ralina terasa tercekat. Seolah telah terjadi masalah yang sangat serius sampai kakaknya juga terlibat.
"Tapi kenapa, Pak?"
"Ayahmu diduga melakukan suap dan penggelapan pajak selama 10 tahun. Nama kakakmu juga tercantum dalam daftar kasus tersebut."
Ralina tertegun. Ia benar-benar tidak percaya sang ayah dan kakaknya bisa melakukan hal seperti itu.
"Kamu kan pasti tidak tahu apa-apa, bagaimana kalau kamu pulang saja. Kasihan jika sampai suamimu juga terbawa-bawa namanya. Kami bisa mengantarkanmu pulang," bujuk polisi tersebut.
Ralina tidak tahu apa yang dirasakannya sekarang. Tempat untuk pulang saja sepertinya tidak ada. Ia sudah kelelahan memikirkan pernikahan yang seperti jebakan. Kini, ditambah dengan permasalahan yang menimpa keluarganya.
"Jangan bawa suami saya! Dia tidak bersalah! Semua itu fitnah! Tidak ... Jangan ...."
Dari arah pintu terdengar suara teriakan Laurent yang terdengar keras sampai semua orang mendengar. Ibu Ralina menjerit histeris berusaha menghalangi para polisi yang menggelandang paksa ayahnya keluar dari rumah. Laurent meraung-raung melihat suaminya diseret keluar dan masuk ke dalam mobil polisi.
"Jangan bawa suamiku ... Tidak ... Tidak ...."
"Mama!"
Ralina berlari menghampiri ibunya. Ia mendorong para polisi yang memegangi ibunya dan memeluk wanita itu.
"Mama ...."
Ralina ikut menangis melihat ibunya menangis. Ia juga melihat sang ayah yang sudah masuk ke dalam mobil polisi hanya bisa memandangi mereka dari sela-sela teralis kaca mobil.
"Ralina ... Papa dibawa polisi ... Papa tidak bersalah ...." Laurent terus menangis sembari memeluk Ralina.
Mobil polisi yang membawa John Arthur mulai bergerak meninggalkan halaman rumah itu. Para polisi juga satu persatu pergi hingga suasana kembali sepi hanya tersisa Ralina, Laurent, dan para pembantu yang bekerja di sana.
"Ralin, kamu datang ke sini bersama Tristan, kan? Mana Tristan? Dimana dia?" tanya Laurent tiba-tiba. Wanita itu mengarahkan pandangan ke segala penjuru mencari menantunya.
"Mama, aku datang ke sini sendiri," jawab Ralina seraya menyeka air matanya.
"Apa? Kenapa kamu datang sendiri? Seharusnya kamu datang bersama suamimu!" Laurent tampak kecewa.
Ralina sadar ternyata Tristan tak menceritakan tentang permasalahan mereka. Ibunya sama sekali tidak tahu jika dia kabur di malam setelah pernikahan.
"Kak Karina mana, Ma?" tanyanya.
"Kamu ini kenapa menanyakan tentang Karina? Dia masih belum pulang sejak pernikahan itu! Dia tidak pulang ke rumah dan tidak bisa dihubungi!"
"Tapi untunglah dia tidak pulang, itu lebih baik."
"Adikmu juga mama suruh untuk tinggal sementara di rumah temannya."
"Ralina ...." Laurent menggenggam kedua tangan anak keduanya. Tatapan matanya seperti penuh harapan kepadanya.
"Bagaimana hubunganmu dengan Tristan?" tanyanya.
"Apa dia baik kepadamu? Dia tidak marah kan, karena Karina kabur?"
Ralina tak bisa menjawab. Ia sendiri belum bertemu dengan Tristan lagi. Ia harap juga tidak akan bertemu lagi selamanya. Ia yakin Tristan pasti murka karena dia ikut kabur.
"Ralin, dia kan sekarang suamimu ... Kamu harus bisa mengambil hatinya."
"Belajar seperti kakakmu yang bisa meluluhkan hati pria dengan mudah."
Ralina mulai merasakan firasat yang tidak enak.
"Kamu menyayangi papamu, kan?" tanya Laurent.
"Tentu saja, Ma."
"Apa kamu tega melihat papamu dipenjara hanya karena fitnah?"
Ralina menggeleng.
"Bujuk Tristan agar mau membantu papa keluar dari penjara, Sayang ... Hanya dia yang bisa melakukannya," pinta Laurent.
Jarang sekali Laurent berbicara dengan lembut terhadapnya. Tutur katanya terdengar seperti seorang ibu yang sangat tulus terhadap putrinya sampai membuat Ralina terharu. Setidaknya ibunya memang punya rasa sayang kepadanya.
"Kamu bisa membujuk Tristan, kan?" tanya Laurent meyakinkan.
"Tapi, Ma ...."
"Kamu harapan mama satu-satunya, Sayang. Tolong bantu keluarga kita, ya ...."
Ucapan Ralina terpotong. Wajah penuh harap sang ibu membuatnya tak kuasa untuk menolak.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"
klo g kabur masa iya tristan rela jd suami karina yg urak an demi mnjaga ralina udah dikuras uagnya msih korban raga pdhl udah menyadari klo suka sama ralina... buang " ttenagadan harta tristan
ralina kabur kemana nih
iklaskn ralina yg sudah di incar trintan dr kecil