Mempunyai paras cantik, harta berlimpah dan otak yang cerdas tidak membuat Alsava Mabella atau gadis yang kerap di sapa Alsa itu hidup dengan bahagia.
Banyak yang tidak tahu kehidupan Alsa yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu Alsa dari luarnya saja.
Sampai akhirnya kehidupannya perlahan berubah. Setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk menikahkannya di usianya yang terbilang masih sangat muda itu dengan lelaki yang sangat di kenalinya di sekolah.
Lelaki tampan dan juga memiliki otak yang cerdas seperti Alsa. Bahkan Dia juga menjadi idola di kalangan siswi di sekolahnya.
Mau menolak? Jelas Alsa tidak akan bisa. Bukan karena dia memiliki rasa, tetapi keputusan kedua orang tuanya adalah mutlak.
Follow ig riria_raffasya ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi Yang Sial
Suara sepatu seorang gadis yang sedang berlari kencang di koridor kelas terdengar cukup nyaring. Rambut yang dibiarkan tergerai menari-nari dengan indah sesuai arah mata angin. Hari ini dia kembali telat datang ke sekolah. Keadaan sekolah sudah cukup sepi. Semua murid-murid sudah duduk di bangku kelasnya masing-masing.
Dengan sedikit tergesa. Alsa berlari kecil melewati lorong-lorong kelas. Namun tiba-tiba seseorang menghentikkan langkahnya.
"Berhenti!" suara bariton terdengar dari arah belakang.
Alsa berhenti di tempatnya. Matanya terpejam kesal. "Mampus! pasti si ketos alay," gumamnya seraya memejamkan mata.
Bukan karena Alsa takut dengan ketua osis di sekolahnya. Tetapi dia malas harus berurusan dengan semua anggota OSIS yang ujung-ujungnya akan memberi hukuman untuknya. Hukuman yang terkadang juga tidak masuk akal dengan kesalahan yang dilakukan olehnya.
Alsa memanglah salah saat ini. Dia terlambat berangkat sekolah. Tetapi bukan Alsa namanya jika tidak berani untuk menolak.
Disaat kakinya ingin kembali melanjutkan jalan. Tiba-tiba almamaternya seperti ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Alsa yakin ini pasti kelakuan si ketos alay itu.
"Mau kemana?" tanya seseorang dari arah belakang.
Kedua alisnya saling bertautan, ia bingung mendengar suara yang tiba-tiba berubah. Jika tidak salah mendengar, diawal tadi jelas suara ketua OSIS pongah dan alay itu, namun kini suara itu terdengar sangat berbeda.
Dengan rasa yang masih bingung, perlahan Alsa menoleh ke belakang. Dan benar saja di belakangnya sudah berdiri dua laki-laki yang merupakan anggota OSIS. Pantas saja jika suara itu tadi berubah, rupanya si ketua OSIS bersama antek-anteknya.
Gerald si ketua OSIS yang paling dibenci olehnya sedang berdiri dengan tatapan dingin ke arahnya. Tidak jauh dari Gerald, anggota OSIS lainnya yang bernama Abim juga menatapnya dengan tatapan angkuh. Bahkan tangan Abim masih menarik almamater Alsava.
"Lepasin!" teriak Alsa tidak mau kalah.
Abim langsung melepaskan tangannya dari almamater Alsa. "Jangan kabur lo," ucap Abim mengingatkan Alsa, dia tahu gadis seperti apa yang sedang mereka hadapi itu.
"Gue nggak mungkin kabur. Tapi malas lagi-lagi harus berurusan dengan kalian," Jawab Alsa seraya menunjuk ke arah Abim dan ketua OSIS di depannya.
"Ral langsung bawa aja nih cewek apa gimana?" tanya Abim kepada cowok yang merupakan ketua OSIS sekaligus sahabat karibnya.
Gerald menghela napas dalam. Cowok tampan, cerdas dan sangat dingin itu mempunyai pesona yang sangat luar biasa. Bukan karena otaknya saja yang cerdas sampai membuat gadis-gadis memujanya. Tetapi tentu saja karena Gerald yang begitu good looking di mata mereka sampai membuat para siswi tidak bisa untuk berdiam diri dan membiarkan begitu saja cowok tampan yang menjabat sebagai ketua OSIS itu.
"Bawa aja Bim ke ruangan kita," suruh Gerald lalu pergi begitu saja.
Abim mengangguk patuh, menuruti apa yang dikatakan oleh Gerald. Dia segera menggiring Alsa untuk ke ruang OSIS.
"Nggak usah pakai alat alay kayak gini juga kali. Gue bisa jalan sendiri Abimanyu..." Alsa merasa tidak diperlakukan dengan baik oleh Abim.
Bagaimana bisa Abim menggiringnya dengan pentongan kayu yang biasa dipakai oleh Bapak-Bapak yang sedang melakukan tugas ronda malam hari di kampungnya. Entah darimana Abim mendapatkan alat aneh seperti itu.
"Nggak buat mukul lo juga kali Al, protes aja," jawab Abim masih dengan menggiring Alsa sampai ke ruangannya.
Sedangkan Gerald memutuskan untuk berpatroli kembali di sekolah. Mungkin saja masih ada siswa atau siswi yang telat datang ke sekolah seperti Alsa tadi.
Setelah semua gedung sekolah dan jalanan sempit bahkan belakang sekolah dia cek dan dirasa aman. Gerald memutuskan untuk kembali menuju ke ruangannya.
"Yah, nih cewek lagi, bosan gue ngasih hukuman ke dia," ucap Ninda salah satu anggota OSIS yang memang tidak menyukai Alsa sejak lama.
Alsa menatap Ninda malas. "Gue juga bosan liat muka receh lo," jawab Alsa tidak mau kalah.
"Eh! Sembarangan ya lo kalau ngomong! Nggak ngaca banget yang receh siapa," cibirNinda mulai terlihat kesal.
"Gue udah ngaca dan gue cantik. Lo mau apa?" tantang Alsa tidak mau kalah.
Apa yang dikatakan oleh Alsa membuat Ninda seketika semakin naik pitam. Ninda jelas saja tidak terima sekalipun apa yang dikatakan Alsa memang benar. Ninda tidak menyukai Alsa sedari dulu. Mau Alsa bikin ulah atau berubah menjadi anak baikpun Ninda tidak akan pernah suka.
Langkah Ninda perlahan mulai maju ke depan, ia berusaha untuk menyerang Alsa. Tetapi Abim dan anggota yang lainnya segera melarai pertengkarang di antara mereka.
"Woy! Bantuin gue napa!" teriak Abim meminta bantuan teman-teman OSIS lainnya.
Mereka mencekal tangan Alsa dan juga Ninda. Keduanya tadi hampir saja saling tarik-tarikan rambut. Dan itu sudah hal yang biasa bagi keduanya. Dimana ada Alsa dan Ninda di situ juga pasti akan ada keributan. Beruntung Abim dan teman-temannya tadi sigap untuk melerai.
"Pusing gue, kalian beruda kayak anak kecil ngrebutin mainan tahu nggak!" kesal Abim seraya bertolak pinggang.
Matanya menatap Alsa dan Ninda secara bergantian.
"Bim lo tahu sendiri kan kalau si Alsa pembuat onar," ucap Ninda tidak terima jika dirinya ikut disalahkan.
"Sudah jangan ada yang saling menyalahkan. Tunggu sampai Gerald datang!" tegas Abim merasa tidak sanggup untuk menangani Alsa dan Ninda yang sama-sama kolot.
"Lagian lo Nin, harusnya bairkan saja Alsa. Lo tahu sendiri kan dia nggak mungkin mau kalah," ucap Abim membuat Ninda merasa semakin kesal dan tidak terima.
Ninda menatap Alsa dengan tatapan penuh kebencian. Bagiamana mungkin kesalahan Alsa membuat dirinya ikut disalahkan juga?
"Apa?" tantang Alsa tanpa mengeluarkan suara. Lagi-lagi Alsa membuat Ninda semakin naik pitam.
Sampai akhirnya suara pintu terdengar terbuka. Gerald dengan sorot mata tajamnya menatap mereka secara bergantian.
"Lo belum kasih hukuman buat dia?" tanya Gerald melihat Alsa yang masih berada di ruangannya.
"Belum apa-apa juga nih berdua udah bikin pusing," adu Abim seraya menunjuk ke arah Alsa dan juga Ninda menggunakan dagunya.
Gerald menatap Alsa dan Ninda secara bergantian. Jelas saja mereka bertengkar. Lihatlah sekarang Alsa bahkan cuek seperti baru saja tidak terjadi apa-apa. Berbeda dengan Ninda yang terlihat berwajah merah menahan kesal karena Alsa.
"Telat dan bikin rusuh. Lo bersihin kamar mandi sana," suruh Gerald dengan santai.
Sontak saja Alsa menatap Gerald tidak percaya "Maksud lo? Gue apa dia?" tanya Alsa seraya menunjuk Ninda dengan dagunya.
"Yang telat masuk lo kan tadi?" tanya Gerald seraya berdiri dari duduknya.
Terlihat Ninda yang menyunggingkan senyumnya. Dia merasa menang atas Alsa kali ini. Lihat saja Gerald hanya memberi hukuman untuk Alsa. Meskipun tadi dia yang memulai pertengkaran.
"Gue cuma telat beberapa menit aja, dan lo ngehukum gue buat bersihin toilet? Gue nggak mau!" tolak Alsa dengan tegas.
"Oke, lo bisa keliling lapangan seratus kali kalau gitu," jelas Gerald membuat Alsa memelototkan matanya tidak percaya.
Bukan hanya Alsa saja yang terkejut. Tetapi anggota OSIS lainnya juga sama terkejutnya dengan Alsa atas hukuman yang diberikan oleh Gerald.
"Fine. Ketos alay," tekan Alsa lalu pergi dari ruangan itu dengan perasaan kesal.
Sebelum pergi Alsa sempat melirik ke arah Ninda yang sedang tersenyum mengejeknya. Dengan perasaan yang membuncah karena kesal Alsa sengaja menginjak kaki Ninda dengan kasar. Lalu pergi keluar untuk melakukan hukuman yang diperintah oleh Gerald tadi.
"Alsa! Sialan lo!" teriak Ninda tidak terima.
Mendengar jeritan dari Ninda membuat Alsa tersenyum senang. "Dasar Mak Lampir," gumamnya menuju ke toilet sekolah untuk menjalani hukumannya.