NovelToon NovelToon
Istri Ku Penghianat

Istri Ku Penghianat

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa / Dendam Kesumat
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwine

**"Siapa sangka perempuan yang begitu anggun, patuh, dan manis di depan Arga, sang suami, ternyata menyimpan sisi gelap yang tak pernah ia duga. Di balik senyumnya yang lembut, istrinya adalah sosok yang liar, licik, dan manipulatif. Arga, yang begitu percaya dan mencintainya, perlahan mulai membuka tabir rahasia sang istri.
Akankah Arga bertahan ketika semua topeng itu jatuh? Ataukah ia akan menghancurkan rumah tangganya sendiri demi mencari kebenaran?"**

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

penyesalan??

POV Mentari

Aku menatap bintang-bintang di langit malam dari balkon, sama seperti yang selalu kulakukan setiap kali hatiku merasa berat. Udara dingin menyelimutiku, tapi itu tidak seberapa dibandingkan dengan dinginnya perasaan bersalah yang menghantam jiwaku.

Arga kembali.

Nama itu terus terngiang di pikiranku sejak pertemuan singkat tadi. Wajahnya, tatapan matanya yang penuh luka dan pertanyaan, menghantui setiap detik kesadaranku. Aku tidak pernah membayangkan dia akan kembali, apalagi di saat hidupku sudah begitu berbeda.

Seharusnya aku bisa menunggunya lebih lama. Aku merasa begitu egois dan tidak sabaran. Mengapa aku tidak mencoba bertahan sedikit lebih lama? Jika aku tahu dia akan kembali, aku pasti tidak akan pernah membiarkan rasa ragu dan putus asa menguasai hatiku. Tapi sekarang semuanya sudah terlambat.

Aku telah menikah dengan Wijaya. Dia pria baik yang telah memberiku segalanya—rasa aman, rumah yang hangat, dan seorang putra yang luar biasa. Alvaro adalah segalanya bagiku. Dia adalah alasan aku tersenyum setiap hari. Tapi di sudut hatiku, ada ruang kecil yang tetap diisi oleh Arga, meski aku berusaha sekeras mungkin untuk melupakannya.

Aku merasa menjadi istri yang tidak adil. Wijaya tidak pantas mendapatkan ini. Dia mencintaiku sepenuh hati, sementara aku masih meratapi masa lalu yang seharusnya sudah kutinggalkan.

Namun, aku juga tidak bisa mengabaikan perasaan bersalahku terhadap Arga. Tatapan terluka di matanya tadi membuat hatiku hancur. Dia datang dengan harapan, hanya untuk menemukan kenyataan bahwa aku sudah menjadi milik orang lain. Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya bahwa aku tidak pernah ingin menyakitinya?

Aku menarik napas panjang, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. Tapi kenyataannya, semakin aku mencoba melupakan, semakin kuat bayangan masa lalu itu menghantuiku.

“Arga…” bisikku pelan. Nama itu terasa pahit di lidahku sekarang.

Aku tahu aku tidak bisa mengubah apa pun. Hidupku sudah memiliki jalannya sendiri, dan aku tidak berhak merusaknya hanya karena sebuah penyesalan. Tapi aku juga tahu, bagian dari hatiku akan selalu merindukan dia—pria yang pernah kucintai dengan seluruh jiwaku.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah memilih jalanku, tapi mengapa rasanya seperti aku telah mengecewakan semua orang, termasuk diriku sendiri?

Aku memejamkan mata, berharap jawaban datang dari tempat yang entah di mana. Namun, yang kudapatkan hanyalah keheningan malam, sama seperti hati yang selalu kosong meski tampak penuh.

Wijaya menatap Mentari dari kejauhan. Istrinya itu duduk di balkon, wajahnya penuh dengan kesedihan yang sulit dijelaskan. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, tetapi Mentari tidak pernah benar-benar terbuka tentang hal itu.

Dengan langkah tenang, Wijaya mendekat. Dia tidak ingin mengagetkan Mentari, namun ingin memastikan bahwa istrinya baik-baik saja. Saat akhirnya dia berdiri di dekatnya, suara lembutnya memecah keheningan.

“Mentari, kamu kenapa duduk di sini sendirian? Udara malam begini dingin.”

Mentari terkejut. Dia tidak menyadari kehadiran Wijaya. Wajahnya langsung berubah, berusaha menutupi apa pun yang sedang dirasakannya. Ia memaksakan senyum, meski hati kecilnya penuh rasa bersalah.

“Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya… menikmati udara malam,” jawab Mentari sambil menghindari tatapan Wijaya.

Namun, Wijaya mengenal istrinya lebih dari siapa pun. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Mentari, sesuatu yang berat.

“Kamu kelihatan tidak seperti biasanya, Mentari. Ada yang kamu pikirkan? Ceritakan ke aku, biar aku bisa bantu,” bujuk Wijaya dengan nada penuh perhatian.

Hati Mentari semakin mencelos. Ia tahu Wijaya sangat peduli padanya, tapi ia tidak bisa menceritakan yang sebenarnya. Jika Wijaya tahu bahwa di hatinya masih ada nama pria lain, betapa hancurnya dia. Wijaya telah memberikan segalanya untuknya—kepercayaan, cinta, dan kehidupan yang layak. Membiarkan Wijaya tahu tentang perasaannya pada Arga hanya akan menyakiti pria itu.

“Tidak ada, Mas. Aku hanya memikirkan Alvaro, bagaimana masa depannya nanti. Aku ingin dia tumbuh jadi anak yang kuat dan bahagia,” ujar Mentari sambil mencoba mengalihkan pembicaraan.

Wijaya tersenyum kecil, meski masih merasa ada yang janggal. “Kalau itu yang kamu pikirkan, kamu tidak sendirian, Sayang. Kita berdua akan memastikan Alvaro mendapatkan yang terbaik. Jangan terlalu khawatir, ya.”

Mentari mengangguk, tapi matanya tetap menatap ke kejauhan. Wijaya akhirnya meraih bahu istrinya dan memeluknya erat, mencoba memberikan kenyamanan yang bisa ia berikan.

Dalam pelukan itu, Mentari merasa semakin bersalah. Ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Hatinya memohon maaf kepada Wijaya dalam diam, karena tidak bisa sepenuhnya jujur. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mengubur nama Arga jauh di dalam hatinya, meski itu akan selalu menjadi luka yang tidak sembuh.

“Terima kasih, Mas,” bisik Mentari akhirnya.

Wijaya mengangguk, lalu mengusap rambut Mentari dengan lembut. “Apa pun yang mengganggumu, aku akan selalu ada di sini untukmu.”

Kata-kata itu menghantam hati Mentari, semakin membuatnya sadar bahwa Wijaya tidak pantas untuk disakiti oleh bayang-bayang masa lalunya. Namun, ada hal-hal yang tidak bisa sepenuhnya hilang, tidak peduli seberapa keras ia mencoba melupakannya.

Setelah Wijaya kembali ke kamar, Mentari tetap duduk di balkon. Angin malam yang dingin menusuk kulitnya, tapi dia tak peduli. Ada perasaan yang menggelayuti hatinya, membuat pikirannya terus berputar tanpa henti.

Dia mencintai Wijaya, atau setidaknya dia berusaha mencintainya. Tapi hatinya tahu kebenaran yang pahit: ruang itu tidak pernah sepenuhnya menjadi milik Wijaya. Di sudut hatinya, nama Arga masih bertahan.

"Betapa munafiknya aku," pikir Mentari sambil mengepalkan tangan.

Dia menerima Wijaya, pria yang mencintainya dengan tulus, yang memberikan segalanya untuk kebahagiaannya. Namun, dia juga tahu bahwa cinta yang dia berikan pada Wijaya tidak pernah utuh. Sebagian dari dirinya masih tertinggal di masa lalu di tempat di mana Arga pernah berdiri.

"Aku ini istri yang buruk," bisiknya pada diri sendiri. "Aku membangun hidup bersama Wijaya, tapi aku tidak bisa sepenuhnya menghapus Arga dari hatiku."

Bayangan Arga terus menghantui pikirannya. Senyum pria itu, tawa hangatnya, dan kenangan-kenangan indah yang pernah mereka bagi. Dia merasa bersalah pada Wijaya, pria yang sekarang menjadi suaminya. Tapi dia juga tidak bisa mengabaikan perasaan yang masih menggantung untuk pria dari masa lalunya.

Hatinya terbelah antara dua dunia: kehidupan yang dia miliki sekarang dengan Wijaya dan Alvaro, serta cinta yang tak pernah selesai dengan Arga.

"Jika saja aku menunggu sedikit lebih lama," gumam Mentari, matanya mulai berkaca-kaca. "Mungkin semuanya akan berbeda. Mungkin aku tidak akan menyakiti Wijaya seperti ini."

Namun, dia tahu bahwa tidak ada jalan untuk kembali. Dia sudah memilih jalan hidupnya, dan kini dia harus bertanggung jawab atas pilihan itu.

"Tapi bagaimana caranya aku bisa melanjutkan hidup tanpa merasa munafik?" tanyanya dalam hati. Air mata mulai jatuh perlahan di pipinya, membawa beban rasa bersalah yang semakin berat.

Mentari tahu, yang dia lakukan sekarang hanyalah berpura-pura. Pura-pura bahagia, pura-pura tidak ada yang salah, pura-pura mencintai Wijaya sepenuhnya. Tapi kebohongan itu lama-lama terasa semakin menyiksa.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Mentari merasa terjebak dalam penjara yang dia ciptakan sendiri penjara yang dibangun dari cinta, rasa bersalah, dan pilihan yang tidak bisa dia ubah.

1
Talnis Marsy
/Good/
Irma
semangat Thor semangat
Irma
udah di kasih suami pengertian nggak kasar mapan pula masih saja kau selingkuh manusia sekarang kurang bersyukur banget

semangat Thor
ayusw: terimakasih sudah mampir,terus ikuti ceritanya ya kak like dan komen biar aouthor semangat buat update nya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!