kisah cinta seorang gadis bar-bar yang dilamar seorang ustadz. Masa lalu yang perlahan terkuak dan mengoyak segalanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19
Malam itu, Faraz terus berceloteh, menceritakan tentang teman sekolahnya dan keseruan kala itu. Adiba pun menanggapi sampai mereka terlibat obrolan seru berdua saja di kamar, meski Satri juga ada di sana membuat pembukuan tokonya. Sesekali ia melirik Adiba dan Faraz yang duduk di atas ranjang, melihat keduanya seakrab itu membuat Satria tersenyum.
Setengah jam berlalu, Adiba dan Faraaz masih saling bertukar kata, sedang Satria sudah selesai dengan pekerjaannya. Ia menutup laptopnya dan menyimpan di atas meja. Lalu mendekat "Udah malam, ayo tidur!"
"Bentar lagi, Abi," rengek Faraaz.
"Besok masih sekolah, loh."
"Yah, Abi mah...." Faraz cemberut. "Lagi seru-serunya juga."
Adiba terkekeh, lalu ia berpura- pura menguap. "Huuaaammm, umi juga ngantuk, Faraz. Tidur, yuk," ajaknya seraya membenahi letak bantal.
"Ayok, huaaamm.... " Faraz ikut- ikutan menguap.
"Heem, nurut banget sama umi-nya," ledek Satria. "Sama Abi aja nggak mau."
"Biarin!" Faraz menjulurkan lidahnya lalu memeluk Adiba.
"Ayo tidur!" Abida berbaring miring, Faraz juga ikut berbaring di depan Adiba.
"Faraz di tengah ya Umi, ya Abi."
"Iya."
Satria ikut berbaring setelah menarik selimut yang sama, menaungi mereka bertiga. Ia tidur berhadapan dengan Adiba dengan Faraz yang jadi pemisahnya. Bocah Lima tahunan itu menenggelamkan wajahnya di dada Adiba, dan memeluk sang umi. Adiba juga memeluk Faraz seperti anaknya sendiri. Dalam sekejap saja, Adiba langsung menyukai bocah kecil yang menggemaskan itu.
Satria menepuk bokong Faraz sembari menyenandungkan lagi kosidahan dan sholawat. Mata Satria sesekali mencuri pandang wajah gadis di hadapannya. Gadis yang terlihat sangat cantik dengan poni yang dibiarkan tergerai menutupi keningnya. Mata keduanya bersiborok, sekali dua kali, mengalihkan pandangan, tapi kembali lagi saling menatap tanpa sengaja.
"Mas Satria ngapain lihat-lihat terus?" protes Adiba yang juga merasa gugup sekarang.
"Mas lagi mandangin wajah istri mas."
Adiba berdecak. Satria mengulas senyum.
"Memandang wajah istri itu ada pahalanya, Diba," tutur Satria, "menyentuh juga jadi ibadah kalau sama istri."
"Iya percaya."
"Faraz udah tidur?"
"Udah." Adiba menunduk memastikan Faraz benar-benar sudah tidur.
Hening.
Tapi, dari jangkauan pandangan matanya, Adiba bisa melihat Satria yang sedang memandangnya. Ia memberanikan diri dengan debaran di dada, mengangkat wajahnya. Benar saja, pandangan matanya langsung bertemu dengan mata teduh milik suaminya.
"Mas liat apa sih?" tanya Adiba dengan pipi yang bersemu merah.
"Liatin bidadari surga-nya, mas."
"Iiisshhhh."
"Kenapa?" Satria menahan senyuman.
"Emang siapa bidadari surga-nya mas Satria?"
"Siapa hayo?" goda Satria.
"Nggak tau." Adiba mengalihkan pandangan.
Tangan Satria yang sedari tadi menepuk bokong Faraz berpindah menyentuh wajah Adiba. Membawa desiran aneh yang tersalur di setiap denyut nadinya. Jari pria itu menyingkirkan anak rambut ke belakang telinga Adiba. Membawa debaran tersendiri di di dada gadis itu.
Satria sendiri tak terus menahan rasa yang timbul di dalam dirinya. Berulang kali meneguk ludahnya setiap memandang wajah cantik istrinya. apalagi bibir pink alami Adiba yang kadang terbuka sedikit, sangat menggoda sekali untuk dicicipi. Tapi, ia sudah berjanji tak akan memaksa Adiba jika belum siap. Saat ini, ia sangat yakin jika Adiba belum siap.
"Ayo tidur, udah malam," ucap Satria menarik tangannya yang seperti enggan lepas dari wajah Adiba. Jempol pria itu bahkan hampir menyentuh bibir Adiba jika tak lekas dikendalikan.
Satria menutup mata, bersenandung lirih lagi untuk istrinya. Kini, giliran Adiba yang mencuri pandang pria dihadapannya. Ia mengulas senyum kecil lalu ikut memejamkan mata. Adiba sedikit terperangah saat merasakan tangan Satria menarik tangannya dan melintangkan sampai di perut pria itu. Lalu dia menepuk lembut lengan Adiba agar tertidur juga.
Adiba mengulas senyuman lagi, betapa manis sikap suaminya ini.
***
"Faraaz!"
Adiba memanggil Faraz sambil melambaikan tangannya saat menjemput bocah Lima tahunan itu di play group. Adiba sengaja meminta agar dia saja yang menjemput Faraz. Satria yang memang ada urusan pun langsung mengiyakan, toh, Adiba dan Faraz sudah sangat dekat dan akrab.
"Umi!" Faraz yang sadar umi-nya menjemput langsung berhambur memeluk Adiba.
"Kok umi cantik yang jemput?"
"Loh, Faraz nggak mau di jemput umi ya?"
"Mau!!"
"Ayok!" ajak Adiba mengandeng Faraz.
"Abi mana, umi?"
"Abi lagi ada urusan, makanya, umi yang jemput Faraz." Adiba menjelaskan.
Faraz hanya ber-oh ria.
Setelah sampai di rumah, Adiba langsung duduk selonjoran di teras saking capeknya.
"Duh, nggak pernah jalan jauh, bisa kempor nih kaki kalau tiap hari jalan terus kayak gini," keluhnya.
"Umi! Faraz udah ganti baju." Faraz muncul dengan sudah memakai kaus setelan Ipin Upin.
"Wah, pintar anak umi, bisa ganti sendiri." Adiba mencubit gemas pipinya.
"Umi, sekarang kita ngapain?"
"Hhhmmm, ngapain ya?" Adiba mengetuk-ngetuk dagu nya. "Makan dulu aja, Raz."
"Faraz udah makan tadi di sekolah."
"Oh, udah ya?"
"Apa ya?" Mata Adiba mengedar mencari apa yang bisa dilakukan. Di pojokan, ia melihat ada sebuah kolam terpal.
"Main itu yuk?" ajaknya sambil menunjuk kolam terpal. Faraz melihat ke arah yang Adiba tunjuk dengan kening berkerut.
"Sini!" ajak Adiba mendekati kolam, kebetulan kolamnya kosong. "Pas nih, kosong. Bisa kita isi air dan renang di dalamnya."
Adiba dengan semangat mengambil selang dan mengisi kolam itu dengan air.
"Segini aja, ya, airnya," kata Adiba seraya mengukur dalamnya air dengan tangannya.
"Eng-enggak usah ajalah, umi," tolak Faraz dengan wajah yang mulai memucat.
"Loh, kenapa? Asyik loh main air. Kamu belum pernah renang ya? Umi ajarin, oke? Ada umi, tenang aja," rayu Adiba menepuk dadanya sendiri.
Setelah mendapat rayuan dari Adiba, Faraz akhirnya mau masuk ke kolam juga walau takut-takut.
"Tuh, Asyik kan?" seru Adiba memasukan kakinya di kolam. Ia juga memasukan berbagai macam mainan milik Faraz ke kolam agar Faraz senang.
"Umi nggak ikut masuk?"
Adiba menggeleng, "nanti kolamnya jebol kalaua umi masuk. Kakinya aja ya," katanya nyengir.
Tiba-tiba gawai Adiba berdering, "Bentar ya, umi angkat telpon dulu."
Adiba melangkah ke teras dimana ia simpan gawainya. Rupanya, Satri yang menelpon.
"Abi, Raz!" Serunya tanpa menoleh dan mengangkat telponnya.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wa barokatuh," sahut suara Satria dari sebrang sana, "Faraz mana? Udah pulang kan?"
"Udah, itu baru renang," jawab Adiba berbalik. Namun, mata Adiba seketika melebar melihat Faraz yang seperti tenggelam dan kejang.
"Faraz!"