🌶Boleh Skip Part Boncabe🌶
Niat hati bekerja menjadi guru bimbel untuk menambah pendapatannya, justru Rini berada di situasi rumit yang membuatnya terjebak pada duda dingin yang juga dosen di kampusnya.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
"ingat, pernikahan ini hanya demi Adam. jangan harap ada cinta atau pun hubungan suami istri yang sebenarnya." Kalimat menusuk dari suami yang baru dinikahinya seketika membuatnya kecewa.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Meski tak dianggap bahkan kehadirannya seolah antara ada dan tiada dimata suaminya. Rini terus menjalankan tugasnya sebagai istri, kecuali hubungan ranjang.
Namun di suatu malam,
"Mas... tolong hentikan. Kamu sadar aku siapa?"
Pria itu terus menjamah seluruh tubuh Rini, bahkan semua pakain Rini telah disobek dan dibuang entah kemana.
"Aku tahu kamu istriku sekarang. Lakukan saja kewajibanmu untuk melayaniku" tak ada suara dengan kelembutan.
"Mash..." Rini merasakan sakit saat bagian intinya ditrobos.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Kebahagiaan Rini dan Amel
Sinar matahari pagi menyusup malu-malu dari sela tirai, menggantikan dingin malam yang kini hanya tinggal embun di kaca jendela. Rini menggeliat pelan di balik selimut, matanya masih setengah terpejam. Tapi ia bisa merasakan kehangatan yang tak datang dari matahari, melainkan dari lengan sang suami yang melingkar erat di pinggangnya.
"Selamat pagi, istri tercintaku," suara berat Dean terdengar serak dan malas, khas pria yang baru bangun tapi enggan melepaskan pelukannya.
Rini meringis kecil, menyembunyikan wajah di dada Dean. "Hmm… pagi juga, suamiku tersayang..."
Dean tersenyum senang, lalu merubah posisi membenamkan wajahnya di dada sang istri yang masih polos. "Masih sempat-sempatnya godain aku pagi-pagi begini ya..."
"Ouh Mas... Siapa yang goda Mas Dean? Rini kan cuma mau jawab ucapannya Mas Dean," gumam Rini manja, sambil menikmati sentuhan sang suami di dadanya. "Ouh Mas... Pelan-pelan, Jangan digigit, tidak akan ada yang merebutnya, ini milikmu."
Dean semakin beringas menikmati dada sang istri karena sentuhan lembut Rini di belakang kepala yang diartikan sebagai permintaan sentuhan yang lebih dalam. "Bukan cuma bagian ini, sayang. Seluruh tubuhmu sudah jadi wilayah kedaulatan Dean Prasetya Ardhana. Tidak bisa diganggu gugat."
Rini tertawa geli. "Duh, kedengarannya seperti surat tanah."
"Tapi ini jauh lebih berharga dari itu," balas Dean cepat, kemudian mulai memainkan lida dan mulutnya untuk menikmati benda kenyal didepannya..
Rini mengelus lembut kepala sang suami, tak ingin mengganggu sang suami yang masih ingin menikmati benda yang sekitar tujuh bulan lagi akan dikuasai oleh bayi mereka.
"Mas..." panggil Rini pelan tapi tak dijawab.
"Lakukanlah sampai kamu puas. Tapi setelahnya, bawa Adam ke pantai. DIa sangat ingin bermain air."
Tak ada jawaban, tapi Rini bisa merasakan kepala suaminya mengangguk. Hingga setelah dua puluh menit puas menjadi bayi besar, Dean menyelesaikan aktifitasnya.
"Terimakasih sayang, pagi ini aku hanya minta ini. Aku masih harus mempertimbangkan kesehatanmu dan bayi kita"
"Terimakasih atas pengertiannya, suamiku. Sekarang bersiaplah ke pantai dengan Adam. Aku masih butuh istirahat lagi. Kamu membuatku sulit tidur sampai menjelang pagi."
Dean terkekeh mendengar penuturan istrinya. Dia memang meminta berkali-kali meski sering memberi jedah panjang. Tapi mengingat istrinya yang sedang mengandung, maka ia akan biarkan istrinya mengambil waktu lebih untuk istirahat.
...****************...
Lain halnya dengan Rini yang menikmati pagi dengan sang suami, Amel justru sedang riuh sendiri di dapur. Sejak matahari baru menyentuh jendela, gadis itu sudah sibuk mengaduk bumbu, mencicipi kuah, dan bahkan… memotong cabai dengan serius. Sesuatu yang jarang, kalau bukan mustahil, terjadi pada gadis paling manja di rumah itu.
Seluruh keluarga nyaris tak percaya. Amel? Di dapur? Pagi-pagi?
Brian yang masuk ke dapur untuk mengambil kopi paginya langsung berhenti di ambang pintu. Matanya menyipit penuh curiga.
"Pagi, Adikku. Tumben banget pagi-pagi udah di dapur. Kesambet apa, kamu?"
Amel menoleh sebentar, lalu cengar-cengir. "Kesambet daun kelor."
"Wuih, hati-hati, hilang dong susuknya."
"Susuk Bang Toyib? Udah ah Kak, jangan ganggu. Ini serius!"
Brian melirik isi wajan. "Wah… ayam kecap. Sudah lama Kakak gak makan itu. Tapi kenapa dimasukin ke kotak makan? Hmmm?"
Amel buru-buru menutup kotaknya. "Bukan urusan Kakak."
"Pelit banget. Lagian, Kakak curiga deh... ini pasti buat seseorang. Hayoo, buat siapa coba?"
Amel meletakkan spatula dengan gaya sok misterius. "Suka-suka aku dong mau buat siapa. Mau tahu aja, sih!"
"Udah punya pacar lagi, ya?"
Amel pura-pura mikir, jari telunjuknya menyentuh dagu. "Hmm... kasih tahu nggak, ya?"
"Ngaku aja. Nggak dikasih tahu juga udah kelihatan tuh. Muka kamu penuh bunga-bunga."
"Ada deh, Kak. Tapi belum waktunya Kakak tahu."
Brian memelototkan mata, lalu menunjuk-nunjuk adiknya dengan gaya ayah-ayah yang siap menginterogasi. "Ingat! Harus dikenalin ke Kakak dan Papa. Jangan sampai kayak yang dulu. Manusia nggak beres itu!"
Amel mengangguk cepat, lalu memeluk kotak bekalnya erat-erat. "Kalau yang ini… Amel yakin seratus persen. Perfect!"
"Yakin?"
"Ssssssangat yakin." Amel senyum sambil pelintir-pelintir rambut sendiri, jelas sedang mabuk cinta.
Brian menghela napas, menyeruput kopinya sambil geleng-geleng. "Ya sudah, cepat selesaikan. Papa nunggu kamu di meja makan tuh. Katanya nggak mau makan kalau si anak bungsu belum duduk bareng."
"Baiklah, Kakakku yang paling ganteng sedunia!" Amel memberi hormat ala tentara, lalu kembali sibuk menata bekalnya dengan hati-hati.
Suasana sarapan dipenuhi dengan kehangatan seperti biasanya. Amel yang sedang berbunga-bunga membuat dua pria kesayangannya geleng-geleng kepala karena sering tiba-tiba senyum sendiri.
Selesai makan seluruh keluarga pergi dengan aktifitas masing-masing. Tuan Hadi Wiyono berangkat ke bengkel furniture miliknya, Brian berangkat ke restorannya, sementara Amel yang tidak ada kegiatan di kampus memutuskan untuk menemui dokter gantengnya.
"Dokter gantengku. I'm coming!"
Amel melangkahkan kakinya dengan riang setelah sampai di halaman Rumah Sakit. Tempat yang ditujunya dua hari ini bukan lagi kamar pasien, tapi ruang dokter obgyn.
Tok Tok Tok
Setelah mengetuk tak lama pintu terbuka.
"Wah pacar Dokter Abi sudah, datang" seorang wanita dengan pakaian putih tersenyum menyapanya.
Dengan wajah yang merona Amel menjawab, "Ah, suster ini bisa saya. Saya kan jadi malu."
"Mau cari Dokter Abi?" tanya suster dihadapan Amel.
"Sepertinya masih di parkiran, kesana saja langsung. Hari ini dokter Abi tidak praktek karena ada rapat dengan petinggi kantor."
"Baiklah, terimakasih suster." Amel berlalu untuk menemui sang pujaan hati.
Setelah mengedarkan pandangannya pada area parkir khusus dokter, ia menemukan seorang pria yang baru turun dari mobil berwarna biru.
Terlalu senang melihat sang pujaan hati, refleks Amel berteriak memanggilnya "DOKTER GANTENG"
Dokter Abi yang memang hafal dengan suara Amel langsung menoleh dan membalas panggilan Amel dengan senyum manisnya.
"Kenapa harus teriak-teriak hm..." ini yang Amel suka, bahkan menegur Amel pun dengan suara halus dan usapan lembut di kepalanya.
"Maaf, aku terlalu senang" Amel meringis sedikit malu.
Dokter Abi melihat paper bag yang dibawa Amel, "Apa yang kamu bawa?"
"Sarapan special untuk dokter gantengku. Dokter belum sarapan kan?"
"Bagaimana aku bisa sarapan kalau ada gadis manis yang mengatakan akan memasak sarapan untukku. Aku tidak bisa melewatkan masakan specialnya yang dibuat dengan cinta."
Blush... Wajah Amel semakin merona karena mendengar ucapan dokter Abi.
"Dokter gantengku bisa saja, kan jadi salting kalau begini."
"Kita dilihat banyak orang. Ayo masuk, aku tidak mau kamu jadi konsumsi publik. Wajah menggemaskan seperti ini hanya boleh untukku."
Ah.... bagaimana Amel tidak meleleh mendengar tutur kata semanis itu. Ia bahkan menurut tanpa bisa berkata-kata ketika Dokter Abi membawanya masuk ke sebuah ruangan.
"Kita ada dimana, Dok?" Amel menyadari ia berada di ruangan yang tidak biasa ia datangi. Ruangan dengan meja kursi yang tertata seperti ruang kerja.
"Ini ruang kerjaku. Kalau yang biasa kamu datangi itu ruang praktik. Mulai bulan ini aku akan lebih sering disini. Kalau kamu mencariku, langsung saja datang ke sini."
"Baiklah. Mau sarapan sekarang, Dokter?"
"Boleh, aku sudah tidak sabar makan masakan calon istri."
"Dokter... Jangan buat aku sesak nafas. Kenapa jadi tambah manis, sih."
"Kalau sesak nafas nanti aku beri nafas buatan."
"Duh... tambah gak aman nih jantung."
Dokter Adam terkekeh melihat gadis manis didepannya yang semakin salah tingkah. Entah kenapa melihatnya pertama kali saat menemani Rini periksa kepadanya, Dokter Adam sudah merasa tertarik. Sifat blak-blakannya, perhatiannya, bahkan keceriaannya menjadi daya tarik yang sulit dilewatkan,
"Aku serius dengan hubungan kita. Walau kita masih mencoba dekat, namun aku harap hubungan ini bisa membawa kita ke pelaminan." ungkap Dokter Abi.
bukan partner ranjang ?
ok ok kalau ketemu face to face ga sengaja kamu berani to the point langsung ngmng ke dia jangan lagi lagi berbuat seperti itu
good job ra
jangan Kya rea di Pendem sendiri nangis sendiri Weh ,jangan myek2 jadi wanita be strong
lanjut /Good/
kelihatannya bagus