Sahabat itu cinta yang tertunda, kata Levin satu waktu berkata pada Dizza seolah konsep itu memang sudah dialami nyata oleh si pemuda. “Kau hanya perlu melihat dengan persepsi yang berbeda untuk menemukan cintamu.”
Sampai kemudian Dizza yang berpikir itu omong kosong mengalami sendiri kebenaran yang Levin katakan padanya. Dizza jatuh cinta pada Edzhar yang adalah sahabatnya.
"Memangnya boleh mencintai sahabat sendiri?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rucaramia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Insan Patah Hati
Satu hari sebelum Levin memutuskan menyatakan perasaannya…
Dia tidak pernah tahu bahwa Levin selalu melihatnya, memperhatikannya dan menyukainya. Dia tidak pernah tahu. Tidak pernah menyadari jika Levin selalu berusaha untuk berada disisinya dalam situasi apapun karena dia gadis yang istimewa. Seperti sekarang, dia begitu asyik dengan ponselnya sendiri. berselancar di dunia maya tanpa mempedulikan keberadaan Levin yang sudah disisinya padahal pria itu telah memanggil namanya hingga tiga kali repetisi.
“Dizza!”
Akhirnya yang dipanggil mendongak juga, tetapi ekspresi mukanya terlihat tidak terlalu suka. Kedua matanya yang indah melotot pada Levin, barangkali dia tidak suka saat Levin sedikit mengganggunya dari kegiatan yang sedang dia kerjakan entah apapun manfaatnya.
“Apa sih?” sahut Dizza galak.
“Aku mau mengumpulkan tugas, mau sekalian tidak?” jawab Levin sebal. Jujur saja dia agak kessal karena dia perlu waktu hanya untuk sekadar mendengar sahutan dari gadis itu.
“Tugas apa?” Dizza terlihat bingung.
“Jangan bilang kau lupa mengerjakannya?”
Kedua mat aitu kontan melebar, dia terlihat panik kemudian. Dia mengalihkan pandangan matanya segera pada totebag yang dia simpan di atas meja. Membongkar isinya dan setelah itu dia menelungkupkan badannya di atas meja sambil mendesah panjang. Dari tingkah gadis itu Levin sudah tahu apa yang sedang terjadi.
“Matilah aku …,” gumamnya yang tentu tidak luput dari pendengaran Levin yang super tajam kalau mengenai hal-hal yang berurusan dengan Dizza.
Levin menatap gadis itu dalam-dalam, sedikit aneh karena tidak biasanya Dizza berubah menjadi ceroboh dan melupakan sesuatu yang cukup penting macam tugas. Apa sih yang sebenarnya dia pikirakn sampai dia lupa? Tapi kalau diingat-ingat dia memang jadi sering seperti itu, jika ditarik garisnya sih sejak gadis itu mendadak terlalu peduli kepada Edzhar. Dia jadi sering lupa dengan tugas, menyibukan diri dengan hal-hal yang tidak penting, hampir terlambat datang ke kampus kalau saja Levin tidak menjemputnya, dan sering kali kalau mereka satu kelas, Dizza kedapatan sering meleng sendiri saat dosen sedang mengajar di depan kelas. Pasti ada sesuatu di dunia tanpa rupa itu yang mengalihkan perhatiannya sejenak dari dunia nyata. Yang jelas itu sudah pasti bukan hal yang positif, karena Dizza kehilangan konsentrasinya dalam hal akademis.
“Apa sih yang kau kerjakan sampai kau tidak mengerjakan tugasmu?” omel Levin seraya mengambil kertas tugasnya sendiri dan meletakannya di atas meja Dizza.
“Apa ini?” Dia menatap pada Levin dengan wajah super bingung.
“Salin saja punyaku,” jawab pemuda itu singkat.
“Tidak usah lah,” balas gadis itu malu seraya mendorong kertas yang berisi tulisan tangan itu menjauh dari mejanya.
Levin mengernyit. “Tidak usah apanya? Mau kau telat lulus gara-gara keteledoran sendiri?”
“Biar saja, kan memang konsekuensinya begitu,” timpal Dizza pasrah.
“Serius kau ini kenap—”
“Sudahlah, tidak apa-apa. Aku akan menemui Bu Rowenna sendiri dan akan meminta kebijaksanaannya untuk menyusul saja,” kata Dizza seraya berdiri melangkah cepat keluar dari ruang kelas. Levin hanya bisa memandangi punggung mungil itu menjauh, dan menghilang ke balik koridor. Levin jadi merasa perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada gadis itu setelah ini.
***
Levin sepertinya memang terlahir menjadi penguntit dan penguping handal. Sejak kejadian Dizza seperti itu, dia selalu saja kedapatan mendengar issue-issue terkait Dizza. Terutama soal Dizza dan Edzhar. Waktu itu Dizza memang sempat menyangkalnya, tetapi untuk kali ini sepertinya tidak kan?
Sebab Levin pernah melihat Dizza dan Edzhar keluar dari perpustakaan dengan raut muka berseri-seri seolah mereka baru saja terlibat sesuatu yang seru dan menyenangkan berdua saja. Entah apa yang mereka berdua lakukan disana, padahal perpustakaan saja bukan tempat yang akan sukarela didatangi oleh Dizza mengingat gadis itu tidak terlalu suka buku dan bukan tipe orang yang ambisisu. Dia hanya menjadi mahasiswi biasa yang menyelesaikan study tanpa masalah dan lulus tepat waktu saja. Tetapi kelakuannya yang tidak biasa ini terlalu …
Levin memperhatikan gerak-gerik mereka berdua dengan teliti dari jauh, bahkan sampai satu titik dimana dia melihat postingan Dizza yang memotret dua tiket festival. Satunya dipegang oleh tangan Dizza dan satu nya lagi sudah jelas oleh Edzhar. Karena pria itu juga mengomentari postingan itu. Levin benar-benar menyesal, saat itu dia tidak bisa menemani Dizza untuk pergi ke festival lantaran dia harus pulang dan ibunya memaksa untuk itu. Karena tidak bisa menolak permintaan ibunya, makanya Levin tidak bisa ikut dan rupanya Kimber pun juga tidak ikut dengan mereka berdua sehingga kebersamaan mereka berdua ini lebih seperti … mereka sedang berkencan kan?
Sepertinya sudah jelas, alasan mengapa Dizza menjadi sedikit berubah adalah karena pria itu. Sepertinya Dizza sudah mulai menyadari perasaannya sendiri kepada Edzhar dan itu artinya kesempatan Levin untuk mendekatinya akan tertutup. Dia tidak akan punya peluang untuk itu.
Namun untuk apa dia melakukan beberapa hal yang mengisyaratkan padanya bahwa Dizza seolah peduli kepadanya? apa itu hanya perasaannya saja yang menganggap bahwa kebaikan Dizza memiliki makna lebih di dalamnya?
***
“Sekarang coba pikirkan kembali kekeliruan yang sudah kau buat, Levin. Kau akan membuat Kimber sedih atas kejadian ini. Jadi jelaskan padanya apa yang terjadi hari ini kepadanya.”
Kata-kata Dizza menghantam hatinya. Dia menyobek-nyobek perasaannya dalam satu kalimat. Kenapa dia membawa nama perempuan lain ketika Levin jelas menyatakan cintanya kepada Dizza sendiri? Kenapa dia bisa berpikir bahwa Levin bisa begitu bodoh salah mengira soal perasaannya sendiri?
Padahal keputusan itu tentu bukan sebuah keputusan yang mudah, mengingat Levin mempertaruhkan segalanya untuk ini. Persahabatan mereka, atau kehilangan Dizza selamanya sebagai seorang pengecut. Ya, Levin memilih untuk menghancurkan persahabatan mereka alih-alih bersikap so pahlawan seperti sebelumnya. Dia tidak akan sanggup untuk tersenyum bahagia ketika dia jelas terluka di dalam hatinya. Tidak, Levin tidaklah semunafik itu.
“Padahal kau sudah se-effort itu ya, apa dia menerimamu?” suara seseorang membuyarkan lamunan Levin. Dia mengangkat kepala ketika mendapati Kimber yang tersenyum lembut padanya.
“Menurutmu?” katanya dengan nada tidak semangat. Bunga mawar yang sebelumnya Levin telah siapkan dan pilih sepenuh hati masih ada di sisinya. Belum sempat Levin hancurkan, karena dia sudah kepalang sakit. Dadanya ngilu diserbu pilu. Menyadari bahwa perasaan yang dia miliki kepada gadis yang telah lama dia sukai berakhir begini saja. Bahkan dia mengatakan bahwa dia malu dengan apa yang sudah Levin lakukan.
“Sepertinya tidak berakhir baik sesuai dengan harapan ya,” komentar Kimber dengan ekspresi yang tidak bisa terbaca, kemudian dia duduk disisinya.
“Apa yang sedang kau lakukan?”
“Menemani seseorang yang mungkin sedang patah hati,” kata Kimber dengan nada yang lembut. “Aku berjaga-jaga supaya kau tidak menghilang tiba-tiba di kampus karena penolakan Dizza.”
“Aku tidak seputus asa itu kok,” balas Levin meski dia memberenggut.
“Ya, kau kan bukan tipe lelaki seperti itu,” sahut Kimber.
“Andai Dizza bisa sepengertian dirimu.”
Kimber hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala karena lagi-lagi dia mendengar kalimat yang membuat hatinya ngilu. Entah berapa banyak kesempatan seperti ini diantara mereka berdua, terutama ketika satu-satunya yang bisa menyatukan mereka berdua hanyalah obrolan seputar Dizza. Bahkan sekarang Levin sampai hati membandingkan dirinya dan berandai-andai bahwa yang ada disisinya sekarang adalah Dizza. Sungguh pahit. Terutama karena mereka berdua saling memahami sekarang. Sebab mereka sama-sama tidak mendapat sambutan hangat dari yang dicinta. Levin bertepuk sebelah tangan kepada Dizza, dan Kimber yang bertepuk sebelah tangan kepada Levin. Lucu sekali.
“Bodoh harapanmu itu semu,” timpal Kimber sambil tertawa. Ya, dia menertawkaan Levin dan juga dirinya sendiri yang mau-maunya terjebak dalam lingkaran setan macam ini.
Love ..word that can cause happiness or sadness Depend situation. i hate that word n try to avoid happened to me 🫣🤔😱