Kejadian tak terduga di pesta ulang tahun sahabatnya membuat seorang gadis yang bernama Recia Zavira harus mengandung seorang anak dari Aaron Sanzio Raxanvi.
Aaro yang paling anti wanita selain ibunya itu, tiba-tiba harus belajar menjaga seorang gadis manja yang takut dengan dirinya, seorang gadis yang mengubah seluruh dunia Aaro hanya berpusat padanya.
Apakah dia bisa menjadi ayah yang baik untuk anaknya?
Apakah dia bisa membuat Cia agar tidak takut dengannya?
Dapatkan dia dan Cia menyatu?
Dapatkah Cia menghilangkan semua rasa takutnya pada Aaro?
Ayo baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZaranyaZayn12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan Belas
"Risa! Kembaliin yupinya Cia! Beli dong! Gak modal banget sih!" Kesal Cia ketika Risa mengambil bungkusan yupinya.
"Lo itu harus makan, makanan yang bergizi buat anak lo! Bukan makan Yupi pinter!" Ujar Risa berusaha menjauhkan Yupi itu dari jangkauan Cia yang terus menggapai-gapai yupinya.
"Udah Ci! Mending kamu duduk aja sini! Makan buah-buahan! Kan banyak ini!" Ujar Aaro yang tidak di hiraukan oleh Cia.
"Risaaa!!! Kalo Risa gak mau kembaliin yupinya Cia, Cia gak mau lagi nginep di rumah Risa!" Ujar Cia kembali duduk di sebelah Aaro dengan wajahnya yang cemberut.
"Heh bocil! Siapa yang ajarin lo buat ngancem-ngancem orang kaya gitu hah!" Ujar Risa memberikan yupinya kepada Dikru.
"Ahhh Dikruu!!! Yupinya Cia jangan di makan!" Teriak Cia yang membuat mereka menutup telinganya kencang.
"Jangan teriak-teriak goblok! Kita di rumah sakit! Bukan di hutan!" Ujar Risa.
"Yang bilang kita di hutan siapa, Risa?" Tanya Cia dengan bingung.
"Udah Ci! Kamu jangan gitu! Sini duduk!" Ujar Aaro yang akhirnya mendapatkan perhatian Cia.
"Kak!!! Yupinya Cia!!!" Adu Cia.
"Kamu kan lagi hamil Yang! Makan buah aja ya?" Tanya Aaro lembut yang membuat Cia cemberut namun tak urung menganggukkan kepalanya.
Cih! Kesal Aisyah melihat interaksi keduanya.
Lo liat aja Cia! Gue bakalan rebut Aaro! Enak banget lo dapet perhatian dia, sedangkan Gue? Gue cuma bisa liat tanpa bisa nyentuh dia.
Tapi lo? Bisa dapetin perhatian dia dengan mudahnya? Padahal lo orang baru Cia, sedangkan gue yang udah kenal dia dari orok aja gak bisa nyentuh dia. Gue yang mungkin bahkan udah temenan sama dia sejak dalam kandungan aja gak bisa sedeket itu sama dia. Geram Aisyah ketika melihat interaksi keduanya yang menurutnya sok manis itu.
"Kak Aaro!" Kesal Cia ketika Aaro menyenggol tangannya pelan.
"Suapin aku juga lah Yang, tangan aku masih sakit banget. Nyenggol tangan kamu aja untung kena." Ujar Aaro dengan wajah kesalnya.
"Kakak Aaro mau?" Tanya Cia menyodorkan apel yang sudah di potong-potong olehnya.
"Mau Ci." Ujar Aaro kemudian membuka mulutnya membuat Cia memasukkannya dengan pelan.
"Manis kan Kak?" Tanya Cia yang di angguki oleh Aaro.
"Manis, kayak orang yang nyuapin." Ujar Aaro dengan wajah datarnya membuat pipi Cia memerah .
"Kak Aaro pahit, Cia ga like." Ujar Cia dengan membuang wajah ke arah kiri membuat Aaro menganga.
"Kamu gak suka aku Yang?" Tanya Aaro dengan nadanya yang kecewa.
"Kak Aaro terlalu kaku, dingin, ketus, datar, Cia kan jadi males." Ujar Cia yang lagi-lagi membuat membuat Aaro tercengang.
"Aku gak cuek sama kamu Yang, aku gak dingin, aku gak ketus, aku gak gitu kalo sama kamu Yang." Ujar Aaro sambil memperbaiki posisi tubuhnya.
"Kamu sama Mama adalah dua orang yang gak akan pernah bisa aku perlakuin kayak gitu. Swear Yang." Ujar Aaro. Ingin rasanya Aaro mengangkat kedua tangannya ke atas, namun tubuhnya benar-benar belum bisa di kondisikan seperti itu.
"Iya! Kak Aaro cuek!" Kesal Cia memakan apelnya kesal.
"Heh! Lo tau diri dikit dong! Udah untung Aaro belajar buat gak cuek sama lo. Malah ngelunjak!" Ujar Aisyah yang mengalihkan perhatian mereka semua.
"Loh? Kamu kenapa? Cia cuma protes ke Kak Aaro bukan ke kamu. Jadi kamu gak perlu marah-marah sama Cia." Kesal Cia yang membuat semuanya tercengang
Itu Cia? Pikir mereka.
"Lo harusnya bersyukur karena Aaro mau berubah karena lo! Bukan malah marah-marah! Pasangan itu harus saling menerima. Jadi lo harus bisa nerima sikap cuek atau apapun itu dari Aaro!" Ujar Aisyah menggebu dengan menunjuk-nunjuk wajah Cia.
"Cia bukannya marah-marah, Cia cuma protes. Lagian kalo Kak Aaro iya in alhamdulillah kalo engga pun ya udah." Kesal Cia menghadapi orang itu.
"Kok kamu marah-marah sama Cia sih? Kan Cia gak ada urusannya sama kamu!" Kesal Cia dengan menggembungkan pipinya.
"Lo! Karena lo lama-lama kaya ngelunjak! Malah marah-marah sama Aaro." Kesal Aisyah.
"Tapi kan.... Tapi kan...."
"Udah! kalian debatin apa sih?" Tanya Aaro gemas dengan kedua wanita itu.
"Dia Kak! Masa marah-marah sama Cia?" Kesal Cia dengan wajah cemberutnya.
"Ga boleh berantem ya sayang, harus rukun-rukun." Ujar Aaro menatap Cia dengan sayang.
"Cia gak berantem Kak, serius. Orang itu yang ajakin Cia berantem. Cia enggak berantem kok." Ujar Cia menggelengkan kepalanya cepat dan kedua tangan yang di gerakkan ke kanan dan ke kiri pertanda dia tidak melakukannya.
"Jangan berantem sama Cia, Aisyah!" Ujar Aaro dengan dinginnya.
Aisyah yang mendengar perkataan Aaro pun menatap laki-laki itu dengan tidak percaya. Apa dia bilang? Aisyah bahkan berusaha membelanya. Namun apa ini? Dia membela Cia? Aisyah benar-benar kecewa di buatnya.
"Kamu belain Cia Aa?" Tanya Aisyah memandang Aaro dengan pandangan tidak percayanya.
"Aku coba belain kamu loh A'! Tapi kamu malah belain Cia?" Tanya Aisyah terluka. Suaranya bahkan sudah melemah. Tidak sepercaya diri tadi.
"Bukan gitu, Gue cuma lakuin apa yang harus gue lakuin!" Ujar Aaro tanpa menatap ke arah Aisyah.
Lihatlah sekarang! Aaro bahkan hanya memusatkan perhatiannya kepada Cia membuat Aisyah ingin mencekik gadis oh salah wanita itu hingga mati.
"Gue gak masalah Cia mau gimana sama gue, gue gak masalah Cia mau lakuin apa aja ke gue," Ujar Aaro dengan tegas.
"Asal dia senang, gue gak apa-apa." Ujar Aaro mengalihkan tatapannya kepada Aisyah.
"Kamu!!!"
"Lo gak perlu belain gue, gue bisa handle Cia kalau sampai dia keterlaluan." Tegas Aaro memotong apa yang akan di ucapkan oleh Aisyah.
"Udah-udah! Kalian apa-apaan sih? Udah!" Ujar Dita melerai keduanya yang tengah saling menatap tajam satu sama lain itu.
"Ayo Syah kita ke kantin aja, cari makan." Ajak Dita mengulurkan tangannya didepan Aisyah.
"Tapi Dit! Dia..."
"Udah ayo!" Ajak Dita kemudian pergi membawa Aisyah keluar dari ruangan rawat Aaro.
"Maafin Cia ya Kak, Cia tadi keterlaluan ya Kak?" Tanya Cia menundukkan kepalanya dalam.
"Risa... Cia keterlaluan ya?" Tanya Cia menatap Risa dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Enggak Ci, lo gak keterlaluan kok. Malah kalo kita ungkapin apa yang kita gak suka sama pasangan kan bisa buat pasangan kita memperbaikinya." Ujar Risa menghampiri Cia.
"Jangan nangis bumil!" Ujar Risa kemudian menoel-noel pipi Cia.
"Cia gak nangis kok." Ujar Cia dengan cemberut.
"Masak?" Tanya Aaro dengan nada mengejek.
"Kak Aaro jangan bicara dulu sama Cia! Cia sebel! Gara-gara Kak Aaro, Cia jadi berantem sama orang." Ujar Cia menjauhi Aaro.
Aaro menatap Cia denga wajah tercengangnya membuat Zaki yang dari tadi hanya memperhatikan mereka saja menjadi tertawa terbahak-bahak.
"Muka lo bikin ngakak banget A'," Ujarnya kemudian di susul dengan tawa yang lainnya.
"Mampus!"
"Perut gue sakit anjing." Ujar Zaki yang tertawa tebahak-bahak sampai menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya dengan kuat.
"Kamu itu sangat berdosa Mas." Ujar Dikru menatap Zaki nyalang .
"Mas, mas? Lo kira gue Mas jualan baso?" Tanya Zaki menggeplak lengan Dikru kuat membuat yang punya berteriak kencang.
"Sakit goblok!" Ujar Dikru mengusap lengannya pelan.
"Mas-mas baso gak bakalan laku jualannya kalo tingkahnya kayak lo!" Ujar Dikru ketus yang membuat tawa Zaki semakin kencang.
"Udah Ibab! Sakit perut gue." Ujarnya memegangi perutnya dengan kuat karena terlalu banyak tertawa.
"Udah ih! Kan Aaro harus istirahat, gimana mau istirahat kalo kalian berisik kayak gini?" Tanya Risa yang di angguki oleh Cia.
"Kalian keluar aja, biar gue sama Cia aja." Ujar Aaro yang mendapatkan tatapan cengo teman-temannya.
"Anjing dah lo Aa. Kemaren-kemaren waktu Cia gak ada siapa yang jagain lo? Kita!" Kesal Rion menatap kembarannya itu kesal.
"Iya, makasih." Ujar Aaro yang menambah kekesalan Rion.
"Udah ayok! Kasian juga si Aaro. Dia kan lagi usaha buat dapet kepercayaan penuh Cia." Ujar Risa menarik tangan Rion dan Dikru.
"Lah Woy? Tangan gue gak lo tarik? Masa cuma tangan mereka berdua aja?" Tanya Zaki menatap Risa yang sudah keluar dari ruangan Aaro dengan kesal.
"Bukannya gak mau Ki, tangan gue cuma dua BTW." Ujar Risa dari luar.
"Gue keluar dulu A'," Ujar Zaki kemudian keluar dari ruangan Aaro.
"Iya." Gumam Aaro pelan ketika Zaki sudah menghilang karena tertutup pintu.
"Jadi Ci?" Tanya Aaro menatap mata bulat itu gemas.
"Jadi apanya Kak?" Tanya Cia heran.
"Ya ampun Ci, gue udah berusaha buat bisa berduaan sama lo, lo nya malah lemot." Heran Aaro kemudian menepuk keningnya.
"Kak Aaro mau berduaan? Kan ini udah berduaan Kak." Ujar Cia kemudian terdiam sebentar hingga menyadari sesuatu.
"Kak Aaro bilang Cia lemot?" Teriak Cia keras.
"Jangan teriak-teriak Yang, Ini rumah sakit loh! Orang pada sakit, butuh ketenangan Yang." Jelas Aaro sabar.
"Kak Aaro tadi bilang Cia lemot?" Kesal Cia yang di angguki oleh Aaro.
"Yaudah, kita musuhan!" Ujar Cia yang membuat Aaro panik
"Engga Ci, Ci..." Panggil Aaro karena Cia yang sudah berjalan keluar menuju pintu.
"Tapi boong." Ujar Cia berbalik dengan cepat sambil tertawa terbahak
"Kamu ini! Bisa aja ngerjain suami sendiri." Ujar Aaro menatap kesal ke arah istrinya itu.
"Uluh-uluh, cayang Mama. Bayi bala-bala Mama, jangan ngambek sayang. Cup cup cup." Ujar Cia kembali menghampiri Aaro yang tengah cemberut itu.
"Aku ngambek." Ujar Aaro datar membuat Cia terbahak karenanya.
"Kak Aaro lucu." Ujar Cia.