Santi sigadis kecil yang tidak menyangka akan menjadi PSK di masa remajanya. Menjadi seorang wanita yang dipandang hina. Semua itu ia lakukan demi ego dan keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Santi berjalan menjauh dari pintu club' malam, di mana di sana satpam itu terus saja menertawakan dirinya.
Santi berjalan menuju emperan jalan raya, di sebuah batu kecil ia duduk termenung seraya memandangi jalan raya.
Jalanan penuh dengan kendaraan berlalu lalang, beberapa pemandangan cukup membuat hatinya irinya. Yaitu, pemandangan sebuah keluarga yang tampak bahagia duduk di sebuah mobil, pemandangan sebuah keluarga yang naik sepeda motor. Seumur hidupnya ia dan adiknya tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti itu.
Tiba-tiba fikirannya kembali terpusat ke pada adik adiknya di rumah. Saat ini tugasnya selain menanggung kebutuhan hidupnya sendiri, ia pun bertugas menanggung kebutuhan kelima adiknya. Dan saat ini ia bahkan tidak bisa melepaskan dirinya sendiri
'Bagaimana aku akan menghidupi kelima adikku, di kota sebesar ini,' batin Santi gusar, ia tertunduk lemah.
"Haii dik, sendiri saja, menunggu siapa?" seorang wanita muda paruh baya, dengan make up tebal, rambut pirang, memakai kaus terbuka berwarna kuning dan rok selutut, dengan sebatang rokok di tangannya,datang menghampiri Santi.
"Iya Bu, saya sedang..." Santi bingung mau menjawab apa, ia bahkan bingung sedang menunggu apa.
"Kamu sudah makan?" tanya wanita itu ramah.
Santi menggelengkan kepalanya, "Belum Bu,"
"Kasihan kamu, tampaknya kamu tidak baik baik saja. Ayo, ibu bayarin makan, kebetulan ibu juga mau makan," ujar wanita itu. Dan Santi mengikut saja, menurutnya si ibu ini adalah wanita baik.
'Don't just be cover,' batin Santi.
******
"Jadi kamu sedang mencari pekerjaan? Memangnya ke mana bapak dan ibumu?" tanya wanita itu, yang mengaku bernama Selia.
Santi mengangguk, "ibu sudah meninggal, dan ayah saya tidak perduli terhadap saya dan adik-adik saya Bu," ujar Santi, air matanya kembali menetes. Ia lelah sekali.
"Kasihannn kamu nak," Selia mengiba.
"ibu jadi teringat sama anak ibu, dia juga seumuran denganmu. Kamu mau tidak ibu berikan pekerjaan?" tanya Selia seraya memegang bahu Santi.
Santi yang menunduk, mendongakkan wajahnya menatap Bu Selia.
"ibu serius mau menawarin saya pekerjaan? Saya mau Bu, saya mau, kerjaan apa saja saya mau," ucap Santi girang.
"Ya, sudah, sekarang kamu habiskan makananmu, selesai ini kamu ikut ibu," ujar Selia.
"Tapi ini sudah jam 11 malam Bu, memangnya jam segini masih ada kerjaan ya Bu. Apa tidak sebaiknya saya balik ke rumah saya dulu, kemudian besok pagi saya datang lagi menemui ibu?" ujar Santi. Ini memang sudah pukul 11 malam terlihat dari jarum jam dinding yang terpampang di dinding restoran. Jadi Santi berfikir lebih baik pulang dulu, besok baru ia datang kembali menemui ibu ini.
"Tidak masalah jam berapa saja, kan ibu yang Carikan kamu kerja," ujar Selia tersenyum.
*****
"kita mau ke mana Bu?" tanya Santi, sekarang ia berada di dalam sebuah mobil bersamaan Selia, dan supir Bu Selia yang bernama Joko.
"Kamu mau kerjakan?" tanya Selia memandang wajah Santi penuh rahasia.
Santi dengan ragu-ragu mengangguk.
"kalau begitu tenangnlah,"
"maaf sebelumnya Bu, memangnya nanti saya kerjanya apaan ya Bu?" tanya Santi, sedari tadi sangking senangnya ia dapat pekerjaan ia tidak berani menanyakan perihal apa yang nantinya ia kerjakan.
"Tenang saja, pekerjaanmu nantinya tidak sulit kok, bahkan sangat enak," ujar Bu Selia.
Santi mengalihkan pandangannya dari wajah Bu Selia, hatinya mulai merasa ada yang tidak beres. Akan tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, dan ia berusaha menepis fikiran buruknya.
setelah 15 menit di dalam mobil, akhirnya mobil itu pun menepi dan berhenti di sebuah rumah.
"ayo turun sayang," ujar Selia kepada Santi.
Akan tetapi alangkah terkejut dan bingungnya Santi, ketika dua orang bodyguard berkas hitam tiba-tiba menunggunya di luar pintu mobil.
"Bu?"
"sudah turun saja, mereka orang-orang ibu, mereka orang baik kok dan mereka pulalah yang nantinya akan menemanimu bekerja," ujar Selia.
Dengan langkah ragu, Santi pun turun dari mobil. Dan begitu dirinya turun, kedua pria itu langsung mengawalnya.
"Ayo masuk Santi," ujar Selia lembut.
*****
Begitu Selia sampai di rumah itu, Selia sedikit bingung, tempat ini seperti kos-kosan. Dan ada banyak wanita seperti wanita penjaja seks komersial di sini.
"siapa mereka Bu?" tanya Selia.
"Mereka teman-teman mu, nanti juga kalian akan saling mengenal," ujar Bu Selia.
"Bimo, Deri, bawa gadis ini ke ruang make up," ujar Selia memerintahkan dua boydiguardnya untuk membawa Santi ke ruang make up.
"Bu...?"
"Mau kerja kan?"
Santi mengangguk.
"Ya sudah, sekarang ikut saja apa kata ibu,"
Santi dengan langkah sedikit takut di halau oleh kedua boydiguard berbadan kekar itu ke ruang make up.
"Zeni, jalankan tugasmu," ujar Bimo kepada seorang wanita tukang make up di ruangan itu.
"akhhh, apakah mami dapat barang baru?" tanya zeni langsung menarik tangan Santi untuk duduk di kursi salon.
kedua boydiguard itu pun menunggu di depan pintu salon.
"siapa namamu sayang? Kamu sudah tahu setelah ini kamu kerja apa?" tanya Zeni.
dan Santi menggelengkan kepala, "belum tau Bu"
"aduk jangan panggil ibu dong, saya masih muda tahu, panggil aja mbak Zeni," ujar zeni tidak terima di panggil ibu.
"maaf mbak Zeni,"
"gitu donk, ya sudah nanti saya akan beritahu tipis-tipis ya sayang, tetapi sebelumnya kamu mandi dulu, biar enggak kucel dan kusam begini," ujar Mbak zeni. Dan Santi pun hanya menurut saja.
Setelah ia mandi, Mbak Zeni pun langsung memberikan dia pakaian yang super mini, rok ketat sejengkal di bawah perut, dan sebuah baju tetapi lebih tepat disebut sebagai tank top.
"Sa-ya me-ma-kai ini mb-ak?" tanya Santi terbata-bata.
"iya donk sayang, kalau kamu pakai gamis jilbab besar, laki-laki manayang nafsu," ujar zeni dengan khas centilnya.
"Zeni, jangan banyak omong, cepat make up dia, mami sudah menunggu di bawah," ujar Bimo masuk sebentar ke ruang salon, kemudian keluar lagi.
"Tuh, gara-gara kau saya jadi kena tegur, sudah cepat kami ganti baju, apa perlu saya yang bukain baju kamu?"
"ba-ik mbak," ujar Santi.
Santi masuk ke ruang ganti, tetapi ia tidak mau berpakaian seperti itu, ia tidak percaya diri. Akhirnya ia keluar kembali dari ruang ganti.
"mbak saya tidak bisa pakai baju seperti ini, ganti saja ya?" ujar Santi seraya menyerahkan pakaian tersebut kembali ke pada Zeni.
"hedehhh anak ini, ya sudah kamu tunggu," ujar Mbak zeni, kemudian pergi keluar memanggil Bimo dan Deri.
Santi sedikit ketakutan karena kedua laki laki itu masuk bersama Zeni.
"cepat laksanakan apa yang diperintahkan oleh Zeni," ujar Bimo dengan mata melotot.
"Tapi pak, saya tidak bisa..."
"dasar keparat," sebuah tamparan keras mendarat di wajah Santi.
"Cepat laksanakan, atau akan kamu habisi kamu di sini," ujar Bimo dan Deri. Akhirnya karena takut dengan Bimo dan Deri, Santi pun langsung mengganti bajunya dengan baju yang tadi Santi berikan kepadanya.
Di ruang ganti, Santi terus menerus menangis, pipinya terasa sangat panas dan sakit. Seumur hidupnya dirinya tidak pernah menerima tamparan seperti ini baik dari ibu maupun ayahnya, atau dari saudara-saudaranya.
"Heiii, cepatlah keluar, jangan bilang kalau kamu malah tidur di dalam," teriak Zeni dari luar pintu ruang ganti.
"I-ya, tunggu sebentar," ujar Santi, kemudian ia melap air matanya sampai kering.