Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Akan tetapi, apa jadinya jika di waktu yang sama, kekasih Chilla justru jauh lebih mencintai Aqilla padahal alasan kedatangan Aqilla, murni untuk membalaskan dendam kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Dia yang Terluka
Penyerangan dilakukan secara terang-terangan oleh beberapa pria bertampang layaknya preman. Terhitung, ada belasan pria bertubuh kekar dan sebagiannya memakai baju lengan pendek. Hingga lengan berotot penuh tato mereka, tampak mengerikan melebihi penampakan setan.
Tujuh belas pria tersebut terus melempari rumah khususnya pos satpam kediaman yang menampung Aqilla, menggunakan peluru tolak peluru. Ketujuh belasnya bergaya seolah mereka paling gagah, sangar, dan sudah selayaknya ditakuti. Tanpa tahu, ada yang mengawasi dan bahkan siap melakukan serangan balik.
Setiap ucapan yang keluar dari bibir Aqilla sungguh bukan bualan atau malah gertakan biasa. Sebab apa yang Aqilla katakan, bahwa keluarganya bukan orang biasa, benar adanya. Terbukti, meski membiarkan rumahnya remuk karena terus dilempari peluru tolak peluru seberat dua kilo gram, pihak Aqilla sudah menyiapkan awak media yang masih menjadi bagian dari keluarga mereka.
Keluarga Aqilla bukan hanya dari kalangan pebisnis, mafia, dan juga wakil rakyat. Sebab yang dari dunia hiburan juga banyak.
Kini, bersama om dan tante yang sudah seperti orang tua sendiri, Aqilla menonton adegan para badut di depan gerbang sana. Dari balkon lantai atas yang ada di atas halaman rumah, pak Dharen melambaikan tangan kanannya.
“Gagah banget yah, kalian!” ledek pak Dharen sambil tersenyum meledek.
Ketujuh belas pria yang sempat menyalakan petasan, langsung tersinggung. Salah satu dari mereka yang seketika itu juga memperhatikan pak Dharen, berusaha melemparkan sebuah bola tolak peluru. Tanpa tahu, selain diam-diam direkam oleh beberapa orang menjadi rekaman video dan beberapa di antaranya disiarkan secara langsung. Dua puluh pria berseragam jaket hitam dan masing-masing sudah memegang pistol, perlahan mendekat.
Jadi, ketika salah satu dari mereka siap melempar bola tolak peluru kepada pak Dharen dan justru dibalas senyum menyepelekan. Kenyataan tersebut memang beralasan. Sebab pak Dharen sudah tahu apa yang akan terjadi.
“Dor ....”
“Buuukkkkk!”
Sebuah peluru melesat mengenai tangan kanan pria yang akan melempar pak Dharen. Hingga alih-alih bola tolak pelurunya mengenai pak Dharen, bola tersebut malah menjatuhi jidatnya. Pria berkepala pelontos itu langsung terkapar dengan dahi langsung benjol. Membuat pak Dharen ngakak, tapi tidak dengan ibu Alina dan Aqilla. Sebab kedua wanita itu terlalu muak. Bahkan walau pada akhirnya, ketujuh belas preman itu dilumpuhkan kedua kakinya menggunakan peluru oleh para mafia.
“Melaporkan secara langsung dari kediaman tante Asyilla atau Chilla, selaku siswi SMA yang menjadi korban perundungan fatal teman sekolah. Para preman berdatangan merusaak rumah di mana Chilla tinggal, pemirsa. Padahal sebelum ini, kita sama-sama tahu, bahwa pelaku justru dilindungi oleh komnas perlindungan anak dan perempuan.”
Beberapa awak media yang sudah diundang dan memang ditugaskan secara khusus, sibuk melakukan siaran.
“Ini gillaaaa! Apa kabar jika lawan mereka orang kecil? Tunggu pembalasanku!” batin Aqilla benar-benar geram.
Tujuh belas preman diamankan. Ulah ketujuh belasnya langsung menggemparkan jagad internet.
“Masihkah kalian bisa tertawa?” sengit Aqilla yang memantau jalannya keramaian di jagad internet. Ia memantau untuk terakhir kalinya menggunakan ponsel, sebelum helikopter yang akan membawanya, melakukan penerbangan.
“Asyillaaaaaa!”
Suara teriakan dari seorang cowok di luar sana, mengusik Aqilla. Terbiasa menjadi Asyilla, juga membuatnya mulai terbiasa dipanggil Aqilla. Ternyata yang datang Stevan. Entah diberi alternatif dari mana, tapi pemuda itu bisa masuk ke area rahasia keluarga Aqilla.
Stevan masuk ke dalam helikopter dan bertemu dengan Aqilla yang telah berdiri dari duduknya.
“Kau mengetahui sesuatu?” ucap Aqilla yang kembali menyikapi Stevan dengan dingin.
Stevan juga membalasnya dengan tak kalah dingin. Namun, bukankah mereka sama saja? Mereka sama-sama pendiam dan memang cenderung menutup diri. Aqilla ibarat Stevan versi perempuan. Begitu juga dengan Stevan, yang ibarat Aqilla versi laki-laki.
Sebenarnya, Aqilla ingin menjelaskan siapa sebenarnya dirinya, juga apa yang sebenarnya terjadi. Namun, Aqilla terlalu malas, selain ia yang yakin, Stevan pasti sudah tahu.
Akan tetapi, terus diperhatikan oleh Stevan, membuat Aqilla tidak nyaman. Aqilla memilih kembali duduk, sementara Stevan yang awalnya terus memperhatikannya, berangsur melangkah. Stevan yang masih kerap memperhatikan Aqilla, mengambil posisi duduk di tempat duduk seberang Aqilla.
“Semuanya sudah siap?” sergah pak Dharen yang baru masuk. Ia menatap Aqilla maupun Stevan, silih berganti.
Tanpa direncanakan, kedua sejoli yang pak Dharen perhatikan jadi saling menoleh dan melirik sungkan satu sama lain. Canggung dan tidak nyaman, itulah yang Chilla maupun Stevan rasakan.
“Kenapa papa Dharen sampai ajak Stevan? Oh ... mungkin biar Chilla makin semangat buat sembuh,” pikir Aqilla.
Sepanjang penerbangan, Aqilla yang kembali dengan warna kesukaan sekaligus jati dirinya yaitu hitam dan merah, memilih diam. Selain itu, Aqilla juga mengabaikan Stevan yang ia sadari kerap menatapnya dengan lirikan sulit diartikan.
Sampai akhirnya mereka di rumah sakit besar yang ada di Singapura tempat Asyilla ditangani, di sana sudah ada Oskar. Oskar menjadi penghuni ruang tunggu dengan sang papa, yaitu pak Yusuf.
Kedua mata Oskar sudah bengkak parah. Bibir dan hidungnya juga jadi berwarna merah. Aqilla yakin, kenyataan tersebut terjadi karena Oskar menangis dalam waktu sangat lama. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Oskar justru menyikapi Aqilla dengan sinis.
“Kenapa Kak Qilla enggak cerita dari awal? Yang saat kita ke Bogor, korban itu Centil kesayanganku, kan?” raung Oskar marah-marah kepada Aqilla.
“Oskar, ... enggak boleh gitu. Kak Qilla enggak salah! Keadaan membuatnya terpaksa begini, begitu. Justru harusnya kita bersyukur, tanpa kak Qilla, apa yang Chilla alami pasti belum terungkap!” lembut pak Yusuf yang kemudian meminta maaf kepada Aqilla.
“Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa disalahkan. Selain, sudah sepantasnya aku mendapatkannya karena aku kakak Chilla. Iya, aku sungguh sudah terbiasa!” batin Aqilla sambil menatap datar Oskar. Dadanya terasa sangat sesak, sakit sekali.
“Kok ...,” batin Stevan yang jadi merasa kasihan kepada Aqilla. Ia melepas kepergian Aqilla dengan tatapan tak rela. Dadanya terasa sangat sesak, sakit sekali. “Dia butuh pelukan. Seperti yang selama ini aku rasakan. Dia—” Dalam hatinya, Stevan sudah lebih dulu menangis. Sebenarnya Stevan tak ingin membiarkan air matanya jatuh membasahi pipi. Namun, pada kenyataannya tetap itu yang terjadi. Ia menangisi keadaan Aqilla. Gadis itu harus tetap baik-baik saja, menjadi orang yang selalu tegar bahkan bahagia, meski pada kenyataannya, hati, jiwa, mental, bahkan raganya sudah sangat terluka.
“Keadaan menuntutnya menjadi orang yang paling kejam kepada dirinya sendiri. Demi kebahagiaan orang-orang yang dia sayangi, apa pun akan dia lakukan!” batin Stevan. Ia dapati, Aqilla yang buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku jaket baseball-nya. Aqilla masih di depan pintu ruang rawat, dan Stevan masih memperhatikannya.
Apakah maharaja akan mencintai Aqilla secara ugal ugalan seperti mama elra kepada papa syukur 😍
Penasaran.......
amin🤲