"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. ini karenamu!
Gadis muda yang mengendarai mobil sport mewah dengan kecepatan tinggi itu bersiul saat merasakan angin yang menghantam wajahnya. Mobil McLaren berwarna hitam yang menjadi pilihannya dari sekian banyak mobil di garasi, benar-benar tidak mengecewakannya. Body mobil yang keren serta kecepatan yang membawanya terbang meluncur di jalanan benar-benar membuatnya gila. Bahkan, orang-orang di jalanan pun melihatnya dengan takjub, seolah-olah bertanya siapakah gadis berkacamata hitam yang membawa mobil mewah dengan atap terbuka itu?
Setelah puas dengan belaian angin yang menghembus wajahnya, Catty kembali menaikkan atap mobil hingga tertutup sempurna. Sudah cukup gilanya, sekarang saatnya ia kembali memikirkan kembali tentang misi sialan ini. Sean bilang, informasinya sudah pasti tepat. Tapi, kenapa sampai saat ini mereka tidak menemukan apapun? Ia dan Janessa sudah memantau gerak-gerik tiap orang yang ada di fakultas mereka. Para dosen, mahasiswa, bahkan sampai para OB yang bekerja. Apa sudah saatnya untuk meluaskan jangkauan? Mungkin saja perkiraan mereka salah, para pengedar ini tidak menargetkan mahasiswa jurusan bisnis. Nanti dia akan membicarakannya pada Janessa, untuk mulai mengintai dari arah lain.
Dia benar-benar sudah bosan dengan misi yang tak kunjung kelihatan kapan selesainya ini. Bukan gayanya, terjun ke lapangan berbulan-bulan. Dia lebih suka menerima misi yang langsung selesai hanya dalam waktu seminggu atau dua Minggu. Dia juga sudah mulai bosan harus ke kampus tiap hari, mengikuti pelajaran, melihat pembullyan yang di lakukan si anak rektor. Kekacauan yang si gila itu lakukan benar-benar menguji kesabarannya. Ia tak ingin berada di sana lebih lama lagi, sebelum ia sendiri yang menyelesaikan bajingan merah itu.
Mobil yang ia kendarai memasuki gerbang kampus diikuti dengan banyaknya pasang mata. Sebagian dari mereka bahkan memuji kagum dan melangkah lebih dekat untuk melihatnya. Catty menggerutu kesal, sialan, kenapa ia tak ingat jika mobil ini akan menarik perhatian orang kampus saat ia memilihnya tadi?!
'*'*'*'*'
'*'*'*'*'
Mata yang mengerjap pelan dengan lemah membuat semua orang yang berada dalam ruangan berseru terkejut. Seorang pelayan memanggil pria yang berada di luar kamar tidur nona mereka, pria itu kembali ke kamar dengan membawa dokter di belakangnya.
Dokter itu melangkah maju, melakukan pekerjaan yang sudah sangat biasa ia lakukan selama beberapa tahun terakhir ini.
Setelah menyelesaikan apa yang harus ia lakukan, dokter yang sudah berumur itu berbalik menghadap pria yang memanggilnya kesini. "Aku sudah selesai, Abercio. Jangan memancingnya, barang itu membuat emosinya tidak stabil," pesannya.
Sean mengangguk paham dan berkata dengan pelan, "Terimakasih, kau tau harus melakukan apa setelah ini, bukan?"
"Aku akan tetap menutup mulutku." Setelah mengatakannya, pria tua itu menundukkan tubuhnya sekilas, lalu keluar diikuti dengan seluruh pelayan yang tadinya berada dalam ruangan itu.
Abercio mendekati kasur yang menampung sosok tubuh yang terlihat sangat lemah itu. Ia duduk di sisi kasur melihat perempuan yang mencoba menghindari tatapannya.
"Kau melakukannya lagi?" Itu sama sekali tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. "Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak memakai barang itu lagi?" sambungnya lagi.
"Apa peduli mu?" sinis gadis itu. "Pergi, aku tak ingin melihatmu di sini," usirnya.
Abercio menarik nafasnya dalam, mencoba menahan diri. "Darimana kau mendapatkannya?"
Gadis itu tersenyum sinis, apakah pria ini baru akan melihatnya jika ia sudah seperti ini? Ia melihat pria itu dan berkata kesal, "Bukan urusanmu, Abercio."
"Bukankah sudah ku peringatkan untuk tidak menyentuh barang sialan itu lagi?" teriak Sean, tak bisa lagi menahannya.
Terkejut, gadis itu bangkit dari tidurnya, dengan mata yang berkaca-kaca ia menatap pria yang duduk di hadapannya. "Bukankah ini karena mu? Jika kau tak melakukan itu, aku juga tak akan menyentuh barang itu, Abercio!" teriaknya dengan isakan yang tak bisa ia tahan lagi. Tangannya yang kurus mendorong dada pria itu dengan kekuatan, namun, tak mampu untuk menggeser pria itu sedikitpun.
Sean menggenggam pergelangan tangan yang sangat mungil dalam genggamannya. Bisa terlihat di lengan mulus itu terdapat memar dan bekas suntikan. Ia menghela nafas, lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkannya.
'*'*'*'*'
'*'*'*'*'
Terdengar suara helaan nafas yang sarat akan kelelahan dari meja yang diduduki oleh enam gadis dengan perawakan cantik yang berbeda-beda. Salah satu dari mereka bahkan sudah meleyot bersandar pada teman di sebelahnya.
"Duduk yang benar, Joana," keluh Melly yang merasa berat dengan beban tubuh teman yang bersandar padanya.
"Otak ku sudah seperti akan berasap, Melly. Apa boleh aku pindah jurusan saja saat ini?" tanya Joana mengeluhkan kesulitan yang ia rasakan. Ia sungguh menyesal sudah memilih jurusan akuntansi, otaknya sudah akan nge-bull saat ini.
Vera mengangguk dengan lemah. Ia berkata tanpa tenaga, "Kenapa saat itu aku malah memilih jurusan ini ya?"
Catty dan lainnya tertawa melihat dua orang yang sudah seperti ikan yang terdampar di daratan, sangat kesulitan bernapas.
"Joana, kau baru mengeluhkannya sekarang? Ini adalah hukuman untukmu karena tak menuruti kemauannya untuk mendaftar di kedokteran," ujar Ive sambil menepuk kepala Joana pelan.
"Itu terlebih lagi bukan opsi yang baik!" serunya kesal, mengundang tawa mereka sekali lagi.
Joana sangat berpegang teguh dengan kata-katanya. Ia tak ingin menjadi dokter dan melanjutkan pekerjaan orangtuanya, melanjutkan posisi direktur rumah sakit milik keluarganya. Dia bilang itu bukan cita-citanya dan tak pernah ada dalam daftar keinginannya.
"Bukankah mahasiswa kedokteran tampan-tampan? Aku saja yang akan masuk kesana," tutur Vera dengan kepala yang tergeletak lemas di atas meja.
Melly mendengus mendengar ucapan temannya yang terdengar ngawur itu. "Apakah menurutmu Deon tampan?" tanyanya kesal.
Ive dan Joana tertawa mendengar pertanyaan Melly. Sedangkan, Vera meringis jijik. Benar, darimana nya pria gila tukang bully itu terlihat tampan?
Catty mengernyitkan dahi mendengar percakapan teman-temannya. "Deon si tukang bully? Dia mahasiswa kedokteran?" tanya Catty pada mereka.
Selain Janessa, semua orang mengangguk, menjawab pertanyaannya.
"Kau tidak tau?" tanya Ive sambil menyeruput minumannya.
Catty melirik Janessa, lalu menggeleng bersamaan.
"Kalian hanya mengatakan dia anak rektor saja," tutur Janessa menjelaskan.
Keempatnya menghela nafas, teman baru mereka ini sangat tidak update ternyata.
"Ibunya adalah rektor kampus kita, sedangkan ayahnya, sama seperti ayah Joana, seorang direktur rumah sakit milik mereka."
Mendengar penjelasan dari Vera, Catty dan Janessa hanya bisa mengangguk paham. Catty menatap sosok di sebelahnya dengan tatapan menghakimi, sosok yang mengatakan dia sudah mencari tau semua tentang kampus mereka. Yang ditatap hanya bisa tertawa kikuk.
Pembicaraan mereka terhenti ketika terdengar suara ribut dari gerombolan yang baru memasuki pintu kantin, mengundang atensi dari orang-orang yang memenuhi kantin. Salah seorang dari mereka, mendorong-dorong pria yang terlihat sudah lemas tanpa tenaga yang tersisa.
"Sialan, pria gila itu lagi?"
'*'*'*'*'
'*'*'*'*'
Cemana everyone~
Coba dong tips dari kalian, cara meningkatkan mood supaya lebih produktif?
Aku sedang sangat membutuhkannya!
Jangan lupa Follow + Subscribe agar kalian dapat notif apdetnya! ❤️
Jangan lupa Vote + Komen supaya aku makin semangat nulisnya!❤️
Cintai aku yang pemalas ini,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren