Anna seorang gadis desa yang memiliki paras cantik. Demi membayar hutang orang tuanya Anna pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di satu keluarga besar.
Namun ia merasa uang yang ia kumpulkan masih belum cukup, akan tetapi waktu yang sudah ditentukan sudah jatuh tempo hingga ia menyerah dan memutuskan untuk menerima pinangan dari sang rentenir.
Dikarenakan ulah juragan rentenir itu, ia sendiri pun gagal untuk menikahi Anna.
"Aku terima nikah dan kawinnya...." terucap janji suci dari Damar yang akhirnya menikahi Anna.
Damar dan Anna pada hari itu di sah kan sebagai suami dan istri, Namun pada suatu hari hal yang tidak di inginkan pun terjadi.
Apa yang terjadi kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Seraya berjalan menuju dapur, Anna tidak menunjukkan sikap cerianya seperti biasanya. Ia mengambil beberapa bahan makanan didalam lemari es. Terlihat Damar begitu memperhatikan setiap kegiatan yang tengah Anna lakukan saat ini, Anna melirik nya sekilas dan kembali tersenyum tipis.
"Mas, lagi liat apa?" Tanya Anna, menyadarkan Damar yang sedari tadi menatap.
Damar tiba-tiba menjadi sangat gugup, ia segera memalingkan wajahnya kearah lain.
"Mas Damar. "
Suara khas dari seorang Anna, mengalihkan pandangannya. "Hemm.."
"Saya gak tahu soal pendapat mas, terhadap saya. Tapi mulai detik ini saya akan berusaha jaga sikap saya, terhadap mas Damar maupun mas Angga. Bila perlu saya akan berhenti bekerja dari sini, agar mas dan mas Angga tidak terganggu dengan kehadiran saya." Ujar Anna mengutarakan isi hatinya, seusai ucapan Damar sangat membuat dirinya terus terngiang-ngiang.
Damar tergugu. Pria itu terkejut mendengar apa yang disampaikan Anna, tubuhnya mematung seketika. Ia terlihat begitu kebingungan, tuduhannya yang tidak mendasar, menyimpulkan jika dia bukan wanita baik. Ternyata sudah benar-benar menggores perasaannya.
"Na, sebenarnya aku tidak bermaksud begitu, tapi .." terhentikan.
"Mas gak usah khawatir, Anna sangat sadar dengan posisi Anna sekarang. Jadi apa yang diucapkan mas, tentang Anna, ada benarnya. Seharusnya Anna jangan terlalu berlebihan, apalagi Anna hanya ..." Terdiam, saat sambutan tangan Damar menyentuh bibirnya.
"Nggak usah diteruskan, disini aku yang bersalah. Aku terlalu gampang untuk mengatakan hal, yang dapat melukai orang lain. Aku gak suka aja liat kamu bersama orang lain, itu aja!"
Anna terdiam sesaat. Ia menggeleng seraya tersenyum kecil tidak percaya. "Mas, kamu gak suka liat saya sama orang lain? Kamu lagi ngelucu ya?" Tatapnya tidak percaya.
"Anna," Damar membawa tubuhnya, kini kedua mata itu bertemu dan begitu dekat degup jantung diantara mereka berdua nyaris terdengar. Ada getaran yang aneh diantara keduanya.
"Aku nggak perduli kamu percaya atau enggak, tapi aku gak suka liat kamu sama orang lain. Mungkin Dimata kamu aku ini egois, tapi ini kenyataan nya. Aku merasakan sesuatu yang tidak aku dapatkan dari Bella."
Anna terdiam tubuhnya seolah membeku, seolah ia tidak mampu untuk melepaskan pelukan tangan Damar dari pinggang nya.
"Aku merasakan sesuatu yang aneh, na. Semenjak kamu datang, ada yang aneh didalam hatiku. Dadaku akan sesak jika melihat kamu bersama orang lain, itu yang aku rasa."
Pengakuan Damar cukup membuat Anna tidak percaya, ia tak mampu berkata-kata. Lidahnya terasa kelu, tak sedikitpun ia bisa mengatakan sesuatu atau pun menanggapi setiap kata yang terucap dari Damar.
Sepasang mata terus saling bertatap begitu dalam, seolah ada magnet diantaranya untuk terus mendekat.
Binar mata Anna, tak sanggup lepas dari wajah Damar. Ada rasa yang bercampur aduk diantara keduanya, disatu sisi Anna yang tidak percaya dengan yang ia dengar, namun disisi lain ia juga senang. Karena perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan, namun Anna sadar ada dinding pembatas yang tinggi diantara mereka.
"Lepas mas, nanti ada orang." Melepaskan dirinya dari pelukan Damar yang sangat erat. "Aku akan selesai kan masakan nya, biar kamu bisa makan dan segera tidur." Timpahnya Anna tidak menanggapi setiap ucapan Damar. Dan kembali terfokus pada kegiatannya berjibaku dengan alat dapur.
...
...
...
...
[Gimana Anna?] Pesan singkat dari Angga.
[Dia baik.] Balas Damar.
[Oke, kalo gitu gue balik sekarang. Memastikan aja keadaan Anna.]
[Nggak perlu, gue ada disini.]
[Gue masih sedikit kurang percaya sama Lo, mar]
[Serah Lo. Lo fokus aja jagain papa, soal rumah dan kerjaan biar gue yang handle]
Angga tidak membalasnya lagi, lagi pula dia juga benar seandainya dia pulang. Pak Suryo akan sendirian tanpa ada yang menemaninya.
Satu suara mengalihkan perhatian. "Saya mau semuanya beres dan orang-orang itu masuk penjara, sekarang." Suara Damar yang terdengar oleh Anna, dia tampak tengah menjawab seseorang di sambungan telepon.
"Satu pekerjaan selesai, tinggal pekerjaan kantor." Ucapnya merogoh kantung celananya.
Tak berselang waktu yang lama, Anna keluar dari persembunyiannya dan mengantarkan secangkir kopi untuk Damar.
"Kopinya, mas,"
"Makasih, Anna."
Anna mengangguk. Ia membawa langkahnya pergi dari ruangan Damar. Namun seketika dihentikan oleh Damar yang menahan tangannya.
"Anna,"
"Ada yang bisa dibantu lagi, mas ?"
"Anna, kamu masih marah sama saya?"
"Marah? Gak apa saya harus marah sama, mas."menampakkan senyum simpul yang dipaksakan.
"Kenapa sikap kamu sama saya dingin ? Tidak seperti biasanya, kalo bukan marah lalu apa?"
"Saya enggak marah,mas. Saya cukup sadar diri kok, tenang aja."tersenyum kecil.
Damar masih tidak menyukai jawaban yang keluar dari mulutnya.
"Kamu bisa gak sih gak usah ngebahas itu, aku gak suka. Maaf aku udah salah, bisakah kamu maafin saya?"
"Mas, aku udah maafin kamu. Lagi pula kamu gak sepenuhnya salah,"
Anna menunduk dan berlalu kemudian dari kamarnya.
Damar menyesal kata murahan itu memang sudah menyinggung perasaan Anna.
Seraya memikirkan tentang Damar, dia juga tidak bisa menyalahkan Damar sepenuhnya karena dia pun ikut serta bersalah dalam hal kemarin. Apalagi setelah peristiwa semalam, bagi Anna ucapan Damar tidak lah penting setelah pria itu berhasil menyelamatkan dirinya, dari 3 orang laki-laki jahat yang nyaris menodainya.
"Astaghfirullah, aku lupa. Mas Damar kemarin terkena pukulan balok kemarin malam. "Berlari kecil dan kembali menuju kamar Damar.
Anna menerobos masuk begitu saja, sedangkan Damar terlihat heran dengan masuk tanpa mengetuk pintu, Anna pun langsung menghampiri nya. "Ada apa, na?" Tanya Damar.
"Mas, buka pakaian kamu," pinta Anna datar.
"Apa?"
"Iya, buka dulu pakaian kamu!" Dengan lincah Anna membuka satu persatu kancing kemeja Damar.
Damar seketika menepis nya.
"Kamu kesambet apaan sih, na?"
"Mas kemarin kamu luka, aku harus pastiin kamu gak kenapa-kenapa," sorot mata Anna menatap tajam kearahnya.
"Aku gak apa-apa, na. Kamu gak perlu khawatir,"memegang kedua tangan Anna.
"Aku gak percaya! Cepat perlihatkan dulu, biar aku obati. Pukulan balok sekencang itu tidak mungkin, sampai tidak meninggalkan jejak, mas." Melepaskan tangan Damar dan melepaskan kembali kancing baju, yang hanya tersisa beberapa.
Dada bidang dengan khas roti sobek dibagian perut, membuat gaya Damar semakin seksi didepan mata.
"Wajahmu bersemu merah," ucap Damar pelan.
Anna memalingkan wajahnya.
"Duduklah, aku akan mengobati nya." Ucap Anna.
Anna mengambil kotak obat di dapur, dan gegas kembali ke kamar Damar.
"Lukamu .." menyentuh bagian dada Damar yang sedikit membiru.
"Aku baik." Seraya tersenyum.
Anna tidak banyak lagi bicara ia segera mengoleskan salep, dibeberapa bagian tubuh lainya. Pria itu mematung ia terus terfokus pada wajah Anna, jarak diantara mereka hanya jengkalan saja. Bahkan hembusan nafas diantara satu sama lain, bisa dirasakan nya.
"Sudah, mas."
Anna hendak beranjak dari sana. Namun tangan itu menahan langkah kaki Anna. Damar perlahan mendekat hingga dadanya yang kekar bisa dirasakan Anna begitu hangat, dipunggungnya.
"Aku masih ingin kamu berada disini," bisik Damar.
Tubuh kecilnya menggeliat, hembusan nafas hangat dari pria berperawakan atletis itu, berhasil membuat bulu-bulu halusnya merinding.
"Mas, jangan seperti ini. Gak baik, nanti ada orang yang salah paham."
Seketika dengan cepat Damar membalikkan keadaan disaat tubuhnya saling berhadapan. Tangan berotot melingkar indah di tubuhnya, bahkan Anna tidak bisa berpaling lagi saat wajah mereka nyaris tidak berjarak.
"Damar ! Where are you ....."
..