NovelToon NovelToon
Cintamu Membalut Lukaku

Cintamu Membalut Lukaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: achamout

Sejak kehilangan ayahnya, Aqila Safira Wijaya hidup dalam penderitaan di bawah tekanan ibu dan saudara tirinya. Luka hatinya semakin dalam saat kekasihnya, Daniel Ricardo Vano, mengkhianatinya.

Hingga suatu hari, Alvano Raffael Mahendra hadir membawa harapan baru. Atas permintaan ayahnya, Dimas Rasyid Mahendra, yang ingin menepati janji sahabatnya, Hendra Wijaya, Alvano menikahi Aqila. Pernikahan ini menjadi awal dari perjalanan yang penuh cobaan—dari bayang-bayang masa lalu Aqila hingga ancaman orang ketiga.

Namun, di tengah badai, Alvano menjadi pelindung yang membalut luka Aqila dengan cinta. Akankah cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semua ujian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon achamout, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Rumah Baru

Alvano memarkirkan mobil di depan rumah besar yang berdiri megah di tengah hamparan taman yang asri. Cahaya matahari sore memantul lembut di dinding rumah berwarna krem, membuatnya tampak hangat sekaligus elegan. Halamannya penuh bunga-bunga berwarna-warni, menambah kesan hidup dan menenangkan.

Aqila turun dari mobil dengan langkah pelan, matanya terpaku pada rumah itu.

"Ini rumah kita, kak Vano?" tanyanya dengan suara hampir berbisik, tak berkedip memandang keindahan yang ada di depannya.

"Iya," jawab Alvano sambil melirik Aqila, tersenyum melihat ekspresi kagum di wajahnya. "Kenapa? Kamu suka nggak?"

"Suka banget, kk. Rumahnya... Masya Allah, indah sekali. Aku nggak nyangka kk Vano bakal beli rumah sebagus ini untuk kita," jawab Aqila dengan mata berbinar.

Alvano tersenyum lembut, lalu mendekati Aqila. "Aku kan sudah janji, Qila. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk kamu. Rumah ini adalah salah satu bentuk janji itu."

Aqila menatap Alvano, hatinya hangat mendengar ketulusan dalam suaranya.

"Ayo, kita masuk," ajak Alvano lembut. Ia membuka bagasi mobil, mengeluarkan koper miliknya dan Aqila, lalu membawanya ke dalam rumah.

Ketika pintu utama terbuka, pemandangan yang lebih menakjubkan menyambut mereka. Interior rumah itu terasa megah namun hangat. Lantai marmer putih berkilau berpadu dengan perabotan kayu berwarna cokelat gelap. Sebuah ruang tamu yang luas dihiasi sofa empuk berwarna krem, sementara di tengah ruangan tergantung lampu gantung kristal yang indah.

Alvano meletakkan koper mereka di sudut ruangan. "Kita taruh barang-barangnya di sini dulu aja, ya. Aku tahu pasti kamu capek," katanya sambil menggiring Aqila duduk di sofa.

Aqila mengangguk, membiarkan dirinya tenggelam dalam kenyamanan sofa yang empuk. "Kk Vano, aku nggak tahu harus bilang apa. Ini semua terlalu indah untukku."

Alvano duduk di sampingnya, menggenggam tangannya dengan lembut. "Qila, kamu nggak perlu merasa seperti itu. Kamu berhak mendapatkan semua ini. Mulai sekarang, rumah ini adalah tempat di mana kita memulai hidup baru kita bersama."

Aqila tersenyum kecil, hatinya penuh rasa syukur. "Terima kasih, kk. Aku nggak pernah membayangkan bakal punya rumah seindah ini. Terima kasih udah memperjuangkan aku."

Alvano mengangguk. "Aku selalu ingin yang terbaik untukmu."

Setelah Aqila beristirahat sejenak di sofa, Alvano berdiri sambil tersenyum. "Qila, ayo aku ajak kamu lihat-lihat rumah ini. Aku yakin kamu akan suka."

Aqila bangkit dari sofa, matanya masih penuh kekaguman. "Rumah ini sudah luar biasa dari ruang tamunya saja, kak. Aku penasaran ada apa lagi di dalam."

Mereka mulai berjalan menyusuri rumah. Alvano menunjukkan ruang makan dengan meja panjang yang dihiasi lilin dan vas bunga segar, dapur modern yang rapi, hingga kamar tamu yang terasa nyaman. Namun, yang paling menarik perhatian Aqila adalah taman belakang.

Taman itu seperti surga kecil, dengan kolam ikan kecil yang dikelilingi bunga-bunga bermekaran. Di tengah taman ada bangku kayu berpayung, seolah menjadi tempat sempurna untuk menikmati pagi atau senja.

"Kak Vano... ini luar biasa," gumam Aqila, suaranya penuh kekaguman. Ia melangkah mendekati kolam ikan, menyentuh permukaan air dengan lembut.

Alvano berdiri di belakangnya, tersenyum melihat ekspresinya. "Aku pilih rumah ini bukan cuma karena besar atau mewah, Qila. Tapi karena aku ingin kamu punya tempat yang bisa bikin kamu merasa tenang. Aku tahu kamu suka tempat yang damai."

Aqila menoleh, matanya sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, kk. Aku nggak tahu harus gimana untuk membalas semua ini. Aku cuma... kadang aku masih takut, apakah aku pantas untuk semua yang kakak lakukan."

Alvano melangkah mendekat, menggenggam tangan Aqila. "Jangan pernah berpikir seperti itu lagi, Qila. Kamu layak mendapatkan yang terbaik. Kamu sudah cukup menderita, dan aku ingin memastikan kamu nggak akan mengalami itu lagi. Ini semua bukan tentang pantas atau nggak, tapi tentang aku ingin kamu bahagia."

Hati Aqila terasa hangat mendengar ucapan Alvano barusan. mata Aqila berkaca-kaca baru kali ini ada orang yang sangat pengertian dan peduli kepadanya. Tampa aba-aba ia langsung memeluk erat tubuh Alvano. "T-terima kasih kak Vano, aku benar benar bersyukur memiliki kamu," ucapnya sedikit terisak.

Alvano tersenyum, ia membalas pelukan itu, dan mengusap lembut punggung Aqila.

"Iya Aqila, aku hanya ingin kamu bahagia dan nggak sedih lagi. Sekarang kamu udah jadi istri aku, dan aku hanya ingin yang terbaik untuk istri aku.. " Ucap Alvano lembut. Ia mengecup lembut puncak kepala Aqila.

Aqila merasa nyaman, namun detik berikutnya ia terkejut atas apa yang baru saja ia lakukan. buru buru ia melepaskan pelukannya dari Alvano.

"M-maaf Kak Vano.. aku nggak sengaja," cicitnya pelan. Wajah Aqila memerah karna malu.

Sedangkan Alvano yang melihat reaksi Aqila makin mengulum senyumnya. Dengan cepat ia kembali menarik tangan Aqila hingga tubuh gadis itu terbentur ringan dengan tubuhnya. Alvano kembali memeluk tubuh Aqila erat.

"K-Kak Vano?" Aqila kaget, dan ia jadi gugup.

"Kamu nggak perlu canggung untuk meluk aku Qila, aku ini udah jadi suami kamu. Kita ini udah sah. Jadi kamu boleh lakuin apa aja ke aku. Aku ini cuma milik kamu. Kalau kamu mau peluk, kamu cium atau kamu apain aja, aku pasrah" Ucap Alvano semakin mengeratkan pelukannya. Sementara Aqila merasa pipinya memanas.

Tak lama setelah itu, Alvano melepas pelukannya. Ia tersenyum lembut ke arah Aqila. Tamba aba-aba ia mencium sekilas bibir Aqila. Dan itu sontak membuat Aqila membulatkan matanya. Ia tak percaya dengan apa yang barusan di lakukan Alvano.

"Kk? " Aqila menutup mulut mulutnya, wajahnya memerah.

"Udah mau gelap nih, ayo kita masuk!" ucap Alvano yang menghiraukan keterkejutan Aqila. Ia menarik tangan gadis itu agar masuk ke dalam rumah.

🌸🌸🌸🌸🌸

Aqila duduk di tepi tempat tidur, matanya menjelajahi kamar yang begitu luas dengan dinding putih bersih. Segala sesuatunya terlihat sempurna. Furnitur yang elegan, pencahayaan lembut, dan barang-barang yang tertata rapi. Ia masih tertegun, merasa seperti sedang bermimpi.

"Ini... kamar kita, kk?" tanyanya pelan, masih takjub.

Alvano, yang baru saja menyimpan koper di sudut kamar, tersenyum kecil. "Iya, Qila. Kenapa? Kamu suka?"

"Suka, banget. Kamarnya bagus," jawab Aqila dengan suara lembut, tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.

Melihat Aqila tersenyum, hati Alvano terasa lega. "Baguslah kalau kamu suka," ucapnya, lalu berjalan mendekati tempat tidur. Ia merebahkan diri di atas kasur yang empuk, melepas lelah setelah perjalanan panjang.

"Aqila, aku mau istirahat sebentar. Capek banget," ujarnya sambil mulai memejamkan mata. Aqila hanya mengangguk pelan, membiarkannya beristirahat.

Namun, udara dalam kamar terasa gerah, membuat Aqila memutuskan untuk mandi. Ia melangkah ke kamar mandi yang terletak di sudut ruangan. Air dingin menyentuh tubuhnya, memberi rasa segar setelah hari yang melelahkan. Tapi begitu selesai, ia tersadar, ia lupa membawa pakaian dan handuk.

"Aduh... gimana ini..." gumamnya sambil menatap pintu kamar mandi. Tidak mungkin ia keluar hanya dengan pakaian dalam. Tapi jika meminta bantuan Alvano, membayangkan itu saja membuat wajahnya panas.

Aqila mengintip melalui celah pintu. Alvano tampak tertidur pulas, napasnya teratur. Dengan jantung berdebar, ia melangkah perlahan keluar, berharap tidak membuat suara yang membangunkannya. Tubuhnya hanya ditutupi pakaian dalam, membuat rasa gugupnya semakin besar.

Begitu sampai di koper, Aqila meraih handuk dan segera melilitkannya di tubuh. Tapi ketika ia tengah mencari baju, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dari bawah koper, seekor kecoak kecil muncul dan berjalan perlahan di lantai.

"Aaaaa!" Teriakan Aqila memenuhi kamar, membuat pakaian yang dipegangnya terlempar. Ia melompat mundur, ketakutan, sementara kecoak itu bergerak santai.

Alvano terbangun dengan kaget. "Aqila? Ada apa?" tanyanya dengan suara serak, matanya masih berat.

Tanpa berpikir panjang, Aqila langsung berlari ke arah Alvano dan memeluknya erat. "Itu, kk! Ada kecoak! Aku takut!" suaranya penuh kepanikan, tubuhnya gemetar.

Alvano, yang masih setengah sadar, mencoba menenangkan. "Kecoak? Mana, nggak ada kok," ujarnya lembut sambil memeluk Aqila. Tapi saat ia sepenuhnya sadar, matanya menangkap kenyataan yang membuat dadanya berdebar.

Aqila hanya mengenakan handuk.

"A... Aqila..." suara Alvano tercekat, ia mencoba mengalihkan pandangan, tapi tatapan mereka bertemu. Aqila, yang baru menyadari posisinya, langsung memerah seperti tomat.

"Aaaaa!" teriaknya, lebih keras dari sebelumnya. Dengan wajah merah padam, ia melepas pelukan, meraih pakaiannya yang tergeletak di lantai, dan berlari ke kamar mandi tanpa menoleh lagi.

Alvano terdiam, napasnya berat. Ia mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. "Ya Allah... cobaan macam apa ini..." gumamnya pelan, namun senyum tipis mulai tersungging dibibir nya.

Di dalam kamar mandi, Aqila bersandar di pintu, menutupi wajahnya yang memanas. "Aduh, Aqila... " Aqila meremas gusar wajahnya. "Malu banget, kok aku sampe lupa kalau aku cuman pake handuk.. " gumamnya dengan wajah memerah karna malu.

🌸🌸🌸🌸🌸

Kini keduanya tengah berada di meja makan. Rasa canggung menyelimuti keduanya. Karna kejadian tadi, Aqila menjadi lebih banyak diam. Ia masih malu untuk memulai obrolan dengan Alvano. Begitu pun Alvano, ia juga merasa canggung jika mengingat kejadian tadi.

"Mmm Aqila, karna kita baru pindahan ke sini, dan belum ada apa-apa yang bisa kita makan, gimana kalau kita pesan makanan aja? " Ucap Alvano memecah keheningan.

"Iya kak Vano nggak papa," Jawab Aqila pelan.

Alvano mulai meraih ponselnya yang berada di atas meja, lalu mulai memesan makanan.

Setelah memesan makanan, Alvano meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Ia melirik Aqila yang duduk diam dengan kepala sedikit tertunduk, tampak sibuk memainkan ujung lengan bajunya.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Alvano berdeham pelan, mencoba menghilangkan rasa canggung yang terus menggantung di udara.

"Kejadian tadi..." Alvano mulai berbicara, namun suaranya terhenti di tengah. Ia tampak ragu.

Aqila langsung mengangkat wajahnya, menatap Alvano dengan sorot mata bingung. "Apa, kk?" tanyanya pelan.

Alvano menggaruk tengkuknya dengan gugup. "Ya... tadi aku nggak sengaja lihat. Aku beneran nggak maksud, Qila. Maaf, ya..." ucapnya sambil menunduk sedikit.

Wajah Aqila langsung memerah, rasa malu kembali menyeruak. "Iya... aku juga salah, kk. Aku ceroboh. Jadi... ya nggak papa," balasnya dengan suara kecil, bahkan hampir tak terdengar.

"Aqila, aku tau semuanya serba baru buat kamu. Kita juga baru mulai hidup bareng. Tapi... aku mau kamu tahu, aku akan pelan-pelan menyesuaikan diri supaya kamu nyaman."

Aqila menatapnya sejenak, lalu menunduk. "Aku juga, kk. Aku akan berusaha buat nggak terlalu kaku," balasnya lirih, tapi tulus.

Alvano tersenyum, lega mendengar itu. "Terima kasih, Qila. Kita jalanin pelan-pelan aja, ya."

"Iya kak." Jawab Aqila mencoba tersenyum.

Setelah cukup lama menunggu, bel pintu tiba-tiba berbunyi, membuat keduanya sedikit tersentak. Alvano segera bangkit. "Makanannya datang. Aku ambil dulu ya," ujarnya cepat sebelum berjalan menuju pintu.

Aqila hanya mengangguk, hatinya masih berdebar mengingat percakapan barusan. Ia menatap punggung Alvano yang berjalan pergi, menyadari bahwa lelaki itu tidak terlihat seperti marah atau risih. Sebaliknya, ia tampak mencoba menenangkan situasi.

Alvano kembali dengan kantong makanan di tangannya. Ia menaruhnya di meja, lalu membuka isinya dengan hati-hati. "Aku pesen nasi goreng sama ayam goreng. kamu suka, kan?" tanyanya dengan senyum kecil.

Aqila mengangguk lagi, masih sedikit gugup. "Iya, aku suka. Terima kasih, kk," jawabnya pelan.

Melihat reaksi Aqila, Alvano ikut tersenyum. Mereka mulai makan bersama, suasana tetap hening, tapi tidak seberat sebelumnya.

1
hesti_winarni25
semangat berkaya kak
Achamout: Terima kasih kakak😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!