Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Balas Dendam
Sore itu Jena pulang di antarkan oleh Rey, sementara Savero masih berada di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum keluar untuk pertempuran dengan klien. Jadi masih ada waktu untuk menunggu Rey kembali setelah mengantar jena nanti.
Sementara Jena merasa penasaran dengan hubungan Naura dan Savero, sebenarnya apakah status mereka saat ini. Jika yang di katakan Acha saat makan siang tadi itu benar, artinya mereka masih memiliki hubungan. Lalu kenapa Savero tidak menikah dengan Naura saja untuk mendapatkan keturunan? kenapa Savero lebih memilih menikah kontrak dengan jena yang tentunya akan mempersulit dirinya sendiri.
Dengan memberanikan diri Jena bertanya pada Rey tentang hubungan mereka.
"Asisten Rey, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Jena saat berada diperjalanan.
"Silahkan sekertaris Je," jawab Rey sambil fokus menyetir dengan sesekali melirik ke sepion depan mobil.
"Apakah Tuan Vero dan Naura memiliki hubungan sepesial?" tanya Jena.
"Setau saya mereka sudah tidak ada hubungan lagi sekertaris Je," ucap Rey.
"maksudmu mereka sudah putus?" lanjut Jena.
"Ya "
"Tapi kenapa? apakah mereka menjalin hubungan dalam waktu yang lama?"
"Tidak, Tuan Vero tidak pernah menjalin hubungan lama dengan wanita. Semua wanita yang pernah menjadi kekasihnya hanya bertahan sebentar, termasuk Naura." jawab Rey.
"Pasti karena sikapnya yang menyebalkan itu." ucap Jena dengan melipatkan kedua tangannya dan membuang pandangannya.
"Bukan." jawab Rey.
"Tapi karena sudah bosan. Tuan Vero tidak mau terikat dengan perempuan manapun karena dia merasa menjadi tidak bebas. Lagipula Tuan Vero tidak pernah benar-benar mencintai Naura." lanjut Rey menerangkan.
"Dasar Playboy!" gumam Jena namun masih bisa ditembus oleh telinga Rey.
"Tapi aku lihat Naura itu gadis yang baik, apakah Tuan vero tidak ingin mencoba membuka hati untuknya lagi?" ujar Naura.
"Tidak Nona, pantang untuk Tuan Savero mengulang hubungan yang sudah dia akhiri. Itulah prinsip Tuan Savero." terang Rey.
"Hih! Dasar jahat! Sungguh tidak punya hati! Naura yang begitu cantik dan baik pun dia sia-siakan. Dasar lelaki buaya!" maki Jena tidak habis pikir.
Rey tidak merespon apapun, dia hanya diam sambil fokus menyetir mobilnya.
"Asisten Rey, tolong antarkan saya ke pusat perbelanjaan. Ada barang yang ingin saya beli." pinta Jena.
"Baik Nona." jawab Rey patuh.
Rey segera mengantarkan Jena ke pusat perbelanjaan yang paling besar dikota itu. Setelah sampai Jena menyuruh Rey untuk tidak usah menunggunya dan kembali ke kantor biar nanti Jena yang akan menjelaskan pada Savero jika nanti dia bertanya.
Segera Jena masuk ke pusat perbelanjaan untuk membeli barang yang diinginkan. Semua barang yang dia suka di ambil dengan sesuka hati mengingat kartu kredit yang diberikan oleh Savero belum pernah dia pakai, rasanya sayang sekali jika uang itu harus disia-siakan sementara nantinya Jena lah yang akan paling bekerja keras di dalam kontrak ini.
Semua barang yang Jena ambil adalah barang-barang mahal dan bermerek. Mengingat untuk sekelas Savero uang yang telah dia berikan pada Jena itu bukan seberapa dibandingkan dengan kekayaan yang Tuannya milik.
Setelah puas membeli semua barang yang dia inginkan kini Jena berniat untuk pulang. Dengan hati yang gembira karena kini Jena dapat membahagiakan dirinya sendiri. Karena selama ini hidupnya hanya untuk memenuhi keinginan Sarah dan Amora, bahkan keinginannya sendiripun harus dia pendam dalam-dalam.
Setelah membayar semua belanjaannya ke kasir Jena langsung berjalan untuk pulang, rasanya sudah tidak sabar untuk mencobanya semua barang yang sudah dia beli.
Jena pulang menggunakan taksi untuk pulang malam ini ke apartemen Savero. Di dalam taksi Jena membuka layar ponselnya dan memesan makanan di aplikasi online supaya nanti jika sudah sampai di apartemen Jena tidak menunggu terlalu lama. Jena tau di apartemen pasti sudah ada makanan tapi Jena merasa bosan karena malam ini dia ingin makan baso kesukaannya, dia juga membeli makanan-makanan lain dan juga cemilan.
Setelah sampai di apartemen Jena masuk kedalam apartemen tersebut dan meletakkan tas belanjaannya yang begitu banyak di atas meja, tangan Jena merasa agak sakit karena membawa banyak barang tapi itu semua terbayarkan oleh barang-barang mahal yang kini ada didepannya.
Satu persatu barang Jena buka dan mencobanya satu persatu dan mematutkannya di badannya. Jena memiliki tubuh yang indah, jadi apapun yang dia pakai pasti akan terasa bagus di tubuhnya. Jena juga membeli beberapa peralatan makeup, tas, sepatu dan lainnya. Jena sangat pintar menggunakan uang yang diberikan oleh Savero dan Jena tidak akan menyia-nyiakan itu.
Saat Jena masih sibuk dengan barang-barangnya tiba-tiba bel apartemen itu berbunyi. Jena tau, itu pasti makanan yang sudah dia pesan tadi. Jena berjalan dengan langkah yang lebar untuk membuka pintu. Dan tepat seperti dugaannya itu adalah kurir yang mengantarkan makanan milik Jena.
Segera Jena mengambil makanan tersebut dan membayarnya. Setelah itu Jena menutup pintu dan masuk membawa makanan yang sudah dia beli. Jena meletakkan makanan itu dimeja sementara dia hendak membereskan barang-barang belanjaannya sebelum Tuannya pulang malam ini. Namun tiba-tiba melihat semua barang dan makanan yang dia pesan membuat Jena jadi teringat akan ayahnya.
Jena merasa belum bisa membahagiakan ayahnya selama ini, itu membuatnya menjadi merasa sangat buruk sebagai seorang anak. Jena menangis sambil duduk di sofa ruang tengah dengan tersedu-sedu.
Savero yang baru pulang dapat mendengar suara tangisan Jena lalu berjalan menuju ke sumber suara tersebut.
"Ayah.. maafin Jena.." ucap Jena sambil terus menangis.
"Ada apa?" tanya Savero sambil menatap Jena.
"Tu.. Tuan?" ucap Jena kaget melihat kedatangan Savero yang sudah berdiri di sampingnya dan langsung mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan kasar. Jena tidak mau terlihat lemah di mata lelaki seperti Savero.
Savero melihat banyak barang berada di sana dan membukanya satu persatu. Savero sama sekali tidak marah dengan barang-barang yang Jena beli karena semua itu akan membuat Jena semakin cantik. Tapi yang kini Savero bingung adalah kenapa gadis cantik itu menangis.
"Kamu sudah berbelanja sebanyak ini kenapa masih menangis? Apa ada yang menyakitimu?" tanya Vero lembut.
"Tidak, aku tidak menangis." elak Jena.
Namun Savero sangat yakin jika saat ini sekertaris cantiknya itu sedang merasa sedih.
"Tidak usah bohong, jika ada yang menyakitimu bilang saja. Aku tidak akan segan-segan untuk membuat perhitungan." ucap Savero yakin.
"Memangnya apa yang akan Tuan lakukan?" tanya Jena.
"Aku akan membunuhnya! Karena sudah membuat istriku menangis! Lalu aku akan memarahi Rey! karena tidak menjagamu dengan baik dan tidak mengantarkan mu sampai ke apartemen." ujar Savero geram.
Jena membulatkan matanya karena ini bukanlah kesalahan Rey. Jena yang memintanya untuk pergi dan saking asyiknya berbelanja Jena sampai lupa tidak mengabari Savero.
"Tapi itu bukan salah Rey, aku yang memintanya untuk pergi kembali ke kantor karena aku tidak mau dia menunggu lama. Lagipula dia harus mengantarkan anda untuk pertemuan penting dengan klien dan saya tidak mau jika anda sampai terlambat."
"Aku tidak perduli! karena itu sudah menjadi tugasnya!"
"Tapi Tuan.."
"Sudah! jangan membelanya lagi! Aku tidak akan mengampuninya jika terjadi sesuatu padamu."
Jena tau saat ini Savero sedang marah besar pada Rey, tapi Jena tidak mau jika hubungan mereka sampai berantakan hanya karena salah paham. Jena tau tidak mudah meredam kemarahan sang Tuan begitu saja. Bahkan kini Savero tidak mau lagi mendengarkan ucapan Jena, jadi Jena harus menggunakan cara lain agar sang Tuan tidak marah lagi.
Jena menarik lengan jas Vero dan mendekatkan tubuh mereka lalu mencium bibir sang Direktur. Dengan kasar Savero membalas ciuman tersebut untuk meluapkan kekesalannya dan Jena tau itu.
Vero mulai menghisap bibir Jena atas bawah secara bergantian lalu memainkan lidahnya lama mereka bercumbu, namun semakin lama ciuman itu semakin lembut yang menandakan bahwa amarah sang Tuan sudah mereda. Namun mereka masih tetap menikmati ciuman itu.
Kini ciuman Savero turun ke leher mulus Jena dan bermain di sana.
"Aaah! Tuan...! Aku mohon jangan marah lagiii.....eeeemh...!!" ucap Jena sambil meremas rambut belakang kepala Savero.
Savero menghentikan permainannya lalu memegang rahang sang sekretaris dan menatapnya dalam-dalam.
"Asal kamu berjanji untuk tidak menangis lagi." ucap Savero yang hanya bisa di jawab anggukan oleh Jena.
Lalu Savero mengikis jarak diantara mereka lagi melanjutkan ciuman panas itu. Savero mulai meremas dada milik sang sekretaris sambil menghisap bibir manis milik sang empu, membuat Jena hanya bisa meremas jas depan milik Vero dengan kencang.
"uumph!.... emmmph..!" suara desah lembut dari bibir Jena ya di susul oleh....
kruyuukk!!
kruyuukk!!
Suara dari perutnya yang lapar. Membuat mereka berdua segera menyudahi ciuman panas itu.
Jena merasa sangat malu pada Savero, kenapa harus sekarang? Rasanya momen ini sangat tidak tepat.
"Maaf Tuan." ucap Jena dengan menahan rasa malunya membuat kedua pipinya memerah.
Savero mencoba menahan tawanya sebisa mungkin agar Jena tidak tersinggung.
"Tidak masalah." ucap Savero sambil mengusap pucuk kepala Jena dengan lembut.
"Tapi Tuan tidak akan memarahi Rey kan? Tidak akan memecatnya kan?" tanya Jena dengan wajah polosnya itu membuat Savero ingin sekali mencubitnya.
"Tidak, selama dia menjagamu dengan baik." ucap Savero sambil mengusap pipi mulus Jena.
"Lebih baik kamu makan dulu, setelah itu mandi lalu istirahat." titah Vero.
"Baik Tuan."
Savero sebenarnya tau, jika Jena menangis bukan ada yang mengganggunya tapi karena mungkin dia rindu pada ayahnya. Sebab Savero tadi tidak sengaja mendengar Jena memanggil ayah nya saat sedang menangis. Tapi Savero sengaja berpura-pura marah seperti tadi untuk balas dendam terhadap sikap Jena yang tadi pagi sudah mengacuhkannya. Bahkan sebenarnya Savero sangat ingin tertawa melihat kepolosan gadis cantik itu.
Namun di balik sikapnya yang terkesan jahat itu, Savero sebenarnya hanya tidak mau jika Jena terlalu larut dalam kesedihannya.