Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk
Sementara itu, Ratu Salamah tertidur dan bermimpi mengenai peristiwa peperangan yang dahulu pernah terjadi.
Didalam mimpinya, Ratu Salamah sedang menghadapi peperangan sambil menggendong bayi. Ratu Salamah didekati oleh Bion.
"Bion! Apakah engkau juga akan membunuhku? Silahkan maju, jangan banyak cincong!"
Walaupun seluruh keluarga Bion bertarung menghadapi kerajaan Pulau Es Utara, Bion tidak memihak keluarganya sendiri. "Putri Salamah, aku kemari hanya untuk menyelamatkan kamu. Bersembunyi lah, demi keselamatan anakmu!"
"Baiklah, kalau engkau berniat untuk menolongku, selamatkan anakku. Dengan engkau menyelamatkan anakku, berarti engkau telah menolongku. Aku telah melindungi bayi ini dengan pagar ilusi. Cepat bawalah anakku ini sekarang!" Putri Salamah memohon kepada Bion untuk membawa anaknya.
Tanpa sempat menolak ataupun mengatakan apapun, Bion terpaksa menerima bayi itu. Setelah menerima bayi dari Putri Salamah, Bion pergi menuju lereng bukit.
"Aku tidak bisa berdiam diri! Aku harus ikut berperang."
Bion meninggalkan bayi itu dipinggir lereng bukit, dekat sebuah goa. "Kurasa tidak masalah jika aku meninggalkan bayi ini disini untuk sementara. Lagipula tadi Putri Salamah telah mengatakan bahwa bayi ini telah dilindungi dengan pagar ilusi."
Sementara itu, Putri Salamah melihat suaminya sedang berperang menghadapi dua orang musuh. Tidak disangkanya ternyata suaminya terkena sabetan pedang dari musuhnya. Melihat pemandangan seperti itu, Putri Salamah langsung mendekati dan menghabisi dua orang yang telah membunuh suaminya.
Di penghujung ajalnya, Pangeran Hanan sempat berpesan kepada Putri Salamah. "Istriku, sepertinya kita tidak bisa bersama lagi. Lukaku terlalu dalam. Tolong rawat anak kita baik-baik ya, maafkan aku tidak bisa lagi bersama kalian."
"Bertahanlah, suamiku! Anakmu membutuhkan dirimu. Kami membutuhkan dirimu untuk mengarungi kehidupan ini. Engkau harus tetap hidup, suamiku.." Putri Salamah menangis tersedu-sedu mengiringi kepergian suaminya, Pangeran Hanan.
Terlihat jelas oleh Putri Salamah, ruh Pangeran Hanan keluar dari tubuhnya. Melihat dirinya dikepung oleh musuh, Putri Salamah berniat untuk membalaskan dendam atas kematian suaminya. Tiba-tiba aura pembunuh keluar dari tubuh Putri Salamah. Bersamaan dengan teriakan yang sangat keras, seluruh musuh yang mengepungnya tiba-tiba terpental dan tidak bergerak sama sekali.
Sementara itu, baru beberapa langkah Bion meninggalkan bayi titipan Putri Salamah, tiba-tiba batu-batuan besar berjatuhan dari atas bukit dan menimpa bayi tersebut. Bion tidak sempat menolongnya, karena batu-batuan tersebut semakin banyak berjatuhan. Lagipula Bion harus melanjutkan peperangan, maka bayi itu ditinggalkan olehnya begitu saja.
"Anakku.."
Ratu Salamah berteriak keras memanggil anaknya, terdengar oleh ajudan pribadi Ratu Salamah, Nenek Kasminah.
"Kamu bermimpi buruk lagi.."
Ratu Salamah terbangun dari tidurnya, Seluruh tubuhnya basah oleh keringat, mukanya sedikit pucat.
Nenek Kasminah mengerti apa yang sedang difikirkan oleh Ratu Salamah, maka dia memberikan saran. "Maafkan aku mengatakan hal ini. Jika memang engkau mencurigainya, sebaiknya engkau tanyakan saja kepada Bion."
"Dia berbohong kepadaku kemarin. Apakah jika aku bertanya kembali kepadanya dia tidak akan berbohong?" Ratu Salamah merasa percuma saja bertanya langsung kepada Bion.
"Bagaimana dengan kalung liontin itu? Apakah itu bisa membohongi juga?" Nenek Kasminah sangat mengerti bahwa kalung liontin pada bayi Ratu Salamah adalah satu-satunya petunjuk keberadaannya.
"Aku sendiri yang membuat kalung liontin itu. Kini kalung liontin itu ada pada Bion. Kemungkinan besar anakku masih hidup." Ratu Salamah sangat yakin dengan adanya kalung liontin, itu menunjukkan bahwa anaknya masih hidup.
Ratu Salamah bertekad untuk menemukan kembali anaknya."Aku harus menemukan kembali anakku."
"Pulau Es Utara ini sangat luas. Dunia diluar sana jauh lebih luas lagi. Engkau telah meninggalkan anakmu selama dua puluh tahun. Darimana engkau akan memulai untuk mencari anakmu?" Nenek Kasminah tidak yakin kalau mereka akan menemukan kembali anak Ratu Salamah.
Ketika mereka sedang membicarakan tentang anak kandung Ratu Salamah, tiba-tiba Putri Sandora menemui mereka.
"Ibu.. Ibu. Aku membawakan sup ginseng untuk ibu." Putri Sandora terlihat sangat senang dan membawakan Ratu Salamah semangkuk sup ginseng.
"Anakku, engkau begitu perhatian." Ratu Salamah segera mengubah perasaan sedihnya menjadi perasaan senang, khawatir nanti Putri Sandora cemas.
"Putri Sandora, selamat datang." Nenek Kasminah memberi hormat.
"Ibu, aku dengar, belakangan ini ibu tidak nafsu makan. Oleh karena itu aku bawakan untukmu semangkuk sup ginseng. Makanlah Bu, selagi masih hangat." Putri Sandora menyodorkan sup ginseng itu kepada Ratu Salamah.
"Ratu Salamah, kini sudah saatnya engkau makan obatmu. Sebaiknya engkau jangan makan dulu." Nenek Kasminah mengingatkan Ratu Salamah untuk makan obatnya tepat waktu.
"Baiklah, bawa kemari obatnya. Anakku, nanti ibu akan memakan sup ginseng ini setelah dingin." Ratu Salamah menjaga perasaan Putri Sandora agar tidak tersinggung.
Putri Sandora khawatir melihat keadaan ibunya. "Ibu, ibu terlihat sangat lelah. Ibu pasti sedang sakit. Apakah perlu aku panggilkan tabib?"
"Tidak perlu, anakku. Jika engkau lebih sering menemui ibu, maka ibu akan baik-baik saja." Ratu Salamah menjawab sambil tersenyum.
Sementara itu, di kediaman Asrul, Bianca bertanya kepada Siti Adawiyah. "Siti Adawiyah, apakah dua hari yang lalu Pudel bermain di kamarmu?"
"Tidak." Siti Adawiyah menjawab dengan singkat.
Kemudian Bianca keluar dan bertanya kepada Surti. Surti. Apakah kalian tidak khawatir terhadap Pudel? Sudah dua hari aku tidak melihatnya."
"Kenapa harus khawatir? Nanti juga dia akan pulang dengan sendirinya." Surti menunjukkan wajah cuek.
Bianca melanjutkan perkataannya. "Tidak hanya anjing. Bahkan Jenderal Kan'an juga belakangan ini terlihat tidak biasanya. Tadi aku melihat dia bersama pengikut Jenderal Umar berjalan beriringan dibelakang Jenderal Umar."
"Dasar sombong. Baru kembali ke negeri akhirat, sudah berbuat seperti memiliki kuasa. Gara-gara dia, Panglima dijatuhkan hukuman tahanan luar. Dasar tidak tahu diri." Bianca melanjutkan ocehannya.
"Jika dia mendatangi kediaman Panglima, pasti aku akan membiarkan Pudel untuk mengusirnya." Surti juga merasa kesal dan tanpa sadar menyebutkan Pudel sebagai penjaga, padahal dia menyadari bahwa sudah dua hari tidak melihat Pudel.
"Lha. Dimana Pudel?" Bianca menyadarkan Surti.
"Pudel tidak akan kembali." Siti Adawiyah menjawab pertanyaan mereka tetapi mereka tidak begitu mendengarnya.
Karena Surti mendengar jawaban Siti Adawiyah samar-samar mengatakan bahwa Pudel tidak akan kembali, Surti penasaran dan mendekati Siti Adawiyah.
"Siti Adawiyah. Katakan sesuatu. Pekarangan kediaman Panglima seluas ini, aku merasa seperti ruangan yang sempit."
"Apa yang perlu aku katakan?" Siti Adawiyah menjawab seadanya, sambil terus menyulam sehelai kain.
Tidak lama kemudian, datanglah tiga pejabat istana yang bertujuan untuk bertemu dengan Asrul. Mereka adalah Kepala Mahkamah Agung Negeri Akhirat, Zeus, dan ajudan pribadi Khalifah Taimiyah. Surti segera mendekati mereka.
"Tuan-tuan, apa tujuan kalian kemari?"
"Kami ingin bertemu dengan Panglima Jenderal Asrul."