“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Efek Obat
Tiga orang pria itu membawa Dila ke sebuah ruangan sempit yang posisinya berada di ujung gudang ini. Mereka menutup pintu, lalu membaringkan Dila di sebuah sofa yang sudah lapuk.
Tangan dan kakinya diikat, mulut Dila juga dilakban hitam oleh mereka. Mereka membiarkan Dila terkapar di sofa, karena mereka akan beristirahat dahulu.
“Bro, lihatlah ini!” salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah krim oles.
“Sialan, apa itu? Peraangsang?”
“Ya, biar dia tak mengamuk ketika kita pakai! Biar dia menikmati permainan kita juga! Gimana menurut lo berdua?”
“Mantap betul! Ayo, oleskan ke tubuhnya sekarang juga, nanti keburu dia sadar, malah ngamuk lagi kayak tadi!”
“Bener juga! Biar aku oleskan dulu obat peraangsang ini.” salah satu dari mereka berjalan mendekati Dila, untuk melakukan aksinya.
Pria itu mengoleskan gel pada tubuh Dila. Dia tercengang melihat kemolekan tubuh Dila yang tengah terkulai lemas. Tangan nakalnya tengah mengoles gel sembari meremas gundukan menyembul di dada Dila.
“Gila, seger banget nih badannya! Buah dadanya gede banget cuy!”
“Sialan, gue jadi penasaran. Udah, eksekusi sekarang aja kuy!” ajak pria kedua.
“Jangan dulu, lah. Gak asyik kalau dia sambil pingsan begitu! Kita makan dulu aja sekarang, kan gue udah beli nasi padang tadi! Sayang dianggurin. Kita mau tempur kan harus isi tenaga dulu!”
“Ya udah deh, bener juga lu Punk! Kita makan dulu aja bro, harus siapin tenaga ekstra buat tempur sama cewek bohay itu!”
Mereka pun menunda melakukan hal gila pada Dila. Mereka tengah asyik memakan nasi padang yang ada di depan mata. Tiba-Tiba, pintu gudang itu hancur, ada yang mendobrak pintunya sekuat tenaga.
Siapa lagi kalau bukan Doni. Doni datang dengan penuh emosi dan amarah. Ia melihat Dila masih terkulai lemas, dengan kancing kemejanya yang sudah terbuka.
Pikiran Doni mulai ke mana-mana, ia melihat ketiga orang preman itu tengah makan di dekat Dila. Langsung saja Doni menghajar mereka satu-persatu. Doni tak akan mengampuni mereka, Doni tak takut, jika harus satu lawan tiga sekalipun.
Ilmu bela diri, dan semua jenis bela diri telah ia kuasai. Hingga ia bisa direkrut oleh Alvin, karena kemampuannya sungguh luar biasa. Tanpa basa-basi, tangan Doni mulai menonjok mereka satu-persatu.
Setelah mereka tersungkur, Doni menginjak dan menendang tubuh para preman itu. Mereka bertiga kewalahan, tak bisa menandingi Doni yang hanya seorang diri. Doni membuka ikatan tambang di tubuh Dila, lalu mengikat ketiga preman yang sudah tak berdaya itu.
“Katakan padaku, siapa yang menyuruh kalian untuk melakukan ini?”
“A-ampun, ampun, kita tak mau terlibat!”
“Kalian sudah terlibat! Katakan padaku, siapa suruhanmu? Jika kalian tak mengatakannya, aku akan mematahkan semua tulang kaki dan tangan kalian! Atau, kalian ingin masuk penjara tanpa bisa keluar?”
“Tuan, ampun, kumohon hentikan! Baik, baik, aku akan katakan, tapi kumohon hentikan,”
“Siapa yang menyuruhmu melakukan hal gila ini?”
“Nona Sisilia, kami hanya mengetahui namanya, tapi tidak dengan orangnya. Kami hanya dihubungi saja, tidak pernah bertemu dengannya! Sungguh!”
“Brengsek! Kalian salah sasaran! Bodoh! Tapi, jika kalian menculik istri bosku, maka kalian akan mati saat ini juga! Kurang ajar!” Sebagai balasan terakhir, Doni menginjak tubuh mereka bertiga secara bersamaan.
Mereka meringis kesakitan, mereka memohon ampun agar Doni menghentikan semuanya. Doni pun berhenti, lalu ia memangku Dila, dan segera membawanya menuju ke mobil.
Alvin memberi pesan, jika orang-orangnya kesulitan menemukan Doni, namun Doni meminta agar semuanya kembali saja. Doni telah memberi tahu Alvin, jika Dila selamat, dan telah ia bawa ke mobil.
Doni mendudukkan Dila di pinggirnya, lalu memasangkan seat belt agar Dila tak terkulai jatuh. Ia pun mengemudikan mobilnya, namun baru saja melaju, Dila sepertinya mulai sadar, ia menggerakkan tangannya, dan matanya pun perlahan terbuka.
“Auwwh, pusing sekali, aku di mana ini,”
“Nona, ini aku, sekretaris Doni,”
Dila melirik kearah Doni, “astaga, lo ngapain di sini? Eh, aduh, pusing, ini di mobil? Kok ada sama lo sih!”
“Nona, jangan banyak bicara, kau pasti masih pusing,”
“Badan gue gak enak banget, kenapa ya? Ya ampun, tadi kan? Tadi gue diculik, kan? Eh iya, tadi perasaan gue diculik ama tiga orang, dan gue ada di dalam mobil. Tapi sekarang kenapa gue di mobil ini sama lo? Aduh, ya ampun, ini semua badan gue gak enak, mmhhhh,”
“Nona, ceritanya panjang. Kumohon betulkan dulu kancing kemejamu,”
Dila melihat kancing kemejanya yang terbuka, “astaga, sialan, kenapa bisa kayak gini,” Dila dengan secepat kilat menutup kancing bajunya.
Tubuhnya merasa panas tak nyaman, entah apa yang terjadi dengannya. Namun Dila juga tak mau mengatakan pada sekretaris Doni, dia tentu saja gengsi, dan tak mau berbicara banyak dengannya.
“Nona, apa kau baik-baik saja? Mau kubawa ke rumah sakit tidak?”
“Gak usah! Gue gak kenapa-napa. Gue mau pulang aja,”
“Kata Tuan Alvin, kau harus tinggal di apartemen yang nyaman. Tuan Alvin sudah memberiku akses masuk ke apartemen itu. Kita akan ke sana sekarang,”
“Gak mau! Gue capek! Mau istirahat, mau pulang aja! Awas lu ya, kalau bawa gue ke mana-mana!”
“Ini sesuai perintah dari Tuan Alvin dan Nona Tiara! Anda tak usah banyak bicara, sudah untung aku selamatkan, jadi kau harus ikuti perintah Tuan Alvin.”
“Ah, terserahlah. Lagipula, ini badan kok gak nyaman banget, gue mau tidur aja!”
“Baik, tidurlah, nanti aku bangunkan ketika sudah sampai,”
“Hmm,”
Alih-Alih diminta untuk tidur, Dila malah gelisah tak nyaman. Tubuhnya benar-benar tak bisa ia kondisikan untuk istirahat. Panas, gatal, entah apa yang ia rasakan saat ini. Dila sungguh tak nyaman, entah kenapa ia seperti ini. Dila tak menyadari apapun.
“Kenapa?”
“Gak! Gak usah kepo! Nyetir aja!”
Sekretaris Doni mengangguk, ia pun tetap melajukan mobilnya tanpa memedulikan kegelisahan Dila. Doni hanya berpikir, jika itu adalah efek obat bius di tubuhnya, yang membuat Dila jadi gelisah tak nyaman.
Sesampainya di basement apartemen, Doni membukakan pintu untuk Dila. Ia memegang tangan Dila, agar Dila tak sempoyongan. Takut-takut kalau Dila masih pusing ketika berjalan.
Efek obat perangsang yang dioleskan oleh preman tadi sudah sepenuhnya merasuk ke tubuh Dila. Hal ini membuat Dila semakin kesulitan untuk mengontrol dirinya.
Apalagi, Doni tengah memegangnya sambil mereka berjalan. Saat di lift pun, Dila semakin menempel pada sekretaris Doni. Dila tak arogan lagi, ia malah seperti kucing betina yang bertemu jantannya.
“Maaf, kau terlalu dekat,” sekretaris Doni merasa tak nyaman.
“Kau hangat, aku kedinginan,” Dila semakin menggelayut di tubuh sekretaris Doni.
“Astaga, Nona, kau kenapa …” sekretaris Doni sungguh tak nyaman.
Sesampainya di apartemen, Sekretaris Doni membawa Dila menuju kasur, agar Dila bisa segera beristirahat. Sepertinya Dila sakit, karena itulah hal yang pertama kali Doni lakukan adalah membaringkan Dila di tempat tidur.
Tapi ternyata, Dila malah menarik tangan sekretaris Doni, dan Doni pun refleks jadi terbaring di kasur mewah itu. Dila memegang pipi Doni, tersenyum melihat betapa tampan dan gagahnya sekretaris Doni.
“Nona, apa maksudnya ini!” sekretaris Doni kaget, ia sungguh-sungguh tak menyangka, Dila akan seperti ini padanya.
Dila menaiki tubuh sekretaris Doni, yang sedang terbaring. Dila duduk di atasnya, lalu tanpa basa-basi, Dila membuka kemejanya, hingga terlihat gundukan besar dadanya, yang masih ditutupi oleh penyangga buah dadanya.
“Nona, apa-apaan ini, lepas!” sekretaris Doni berniat untuk melepaskan diri dari Dila.
“Tubuh lo hangat, aarrghhh, gue bakal bikin lo nge-fly sekarang! Tanpa basa-basi, Dila membuka buste houder-nya, (BH) hingga membuat dada besarnya terlihat menyembul ke mana-mana.
Dila pun melakukan aksinya, ia mencium sekretaris Doni, dan berusaha sekuat tenaga untuk membuka jas dan kemeja yang masih menempel di tubuh sekretaris Doni.
*bersambung*