“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Baru Sadar
Tiara sedang membuat rainbow cake, sesuai request adiknya. Awalnya Mbak Ayu akan membeli kuenya, namun Tiara melarang, karena ia pun bisa membuat kue sendiri. Toh, oven lama miliknya pun sepertinya masih bisa digunakan.
Setelah Alvin datang, Tiara tentu saja menyuguhkan rainbow cake itu untuk Alvin juga. Namun, Alvin merasa ada yang kurang, jika sekretaris Doni tak ikut makan bersamanya.
Akhirnya, Alvin meminta Mbak Ayu untuk memanggil sekretaris Doni, yang ada di depan jalan gang sempit yang sedang menunggu di dalam mobil.
Tak lama, sekretaris Doni pun tiba di rumah Tiara. Seperti biasa, ia bersalaman kepada Tiara, juga adiknya. Sekretaris Doni celingukan ke kanan ke kiri, seperti sedang mencari-cari.
"Kenapa? Kau mencari sesuatu?” tanya Alvin.
“Ah, t-tidak, Tuan. Tak ada.” jawab Sekretaris Doni terbata-bata.
“ Ya sudah, makan ini, kau belum makan, ‘kan?”
“Iya, Tuan, ah, aku izin ke toilet dulu. Di mana toiletnya, Nona?” tanya sekretaris Doni.
“Di belakang, belok kiri, rumahku sempit, tak akan kesasar, kok,” Tiara tertawa kecil.
“Oh, iya, ada orang lain tidak di toiletnya?” tanya sekretaris Doni, seraya memastikan sesuatu.
“Tidak, Kak Doni. Tak ada siapapun di toilet, karena kita semua ada di sini, dan Dila sedang bekerja!” jawab Tiara.
“Oh, bekerja,” ucap sekretaris Doni pelan.
“Hah, ternyata kau celingukan mencari Dila, ya?” ledek Alvin.
“Eh, tidak begitu, Tuan,”
“Oh, kamu kangen ya sama Dila, sekretaris Doni? Ayo ngaku!”
“Ah, tidak, tidak. Aku ikut ke toilet sebentar, Nona,” sekretaris Doni seketika langsung pergi, karena ia merasa tak nyaman, diledek oleh Alvin dan Tiara.
Alvin memakan kue seperti orang yang tengah kelaparan. Tiara, adiknya, dan juga mbak pengasuh terlihat sangat kaget, Alvin makan dengan begitu lahap, sampai-sampai mulutnya kepenuhan.
“Mas, minum dulu, kamu kok gitu banget makannya, hati-hati, nanti tersedak,”
“Ini enak! Kau yakin yang membuatnya?”
“Iya, tentu saja aku yang membuatnya. Kau tak percaya?”
“Ah, iya, aku percaya. Aku lapar sekali, sejak tadi pagi belum makan!”
“Mas mau makan? Biar aku masakan sesuatu untukmu,”
“Tak usah, kue ini saja cukup, aku juga sudah kenyang.”
Saat Alvin tengah asyik memakan rainbow cake tersebut, tiba-tiba ponsel Tiara berdering. Nama Bu Siska tertera di layar ponselnya. Tiara pun menjawab panggilannya, karena jika Bu Siska menelepon, hal itu pasti berhubungan dengan pekerjaan Dila.
“Halo, Bu Sis, ada apa?” sapa Tiara.
“Tiara, Dila kenapa gak masuk kerja ya? Duh, mana udah dua orang bartender yang gak masuk! Kok Dila juga gak masuk sih? Tumben dia gak ngabarin! Dia sakit? Apa kenapa?” tanya Bu Siska.
“Gak masuk kerja, Bu? Dila kerja kok! Dia udah berangkat sekitar satu jam yang lalu! Masa sih belum nyampe?”
“Apa? Dia pergi kerja? Ibu telepon gak diangkat terus sama dia! Ke mana dong si Dila ini? Ya ampun! Ti, yaudah, sekarang kamu gantiin Dila lagi ya? Please, Ibu mohon! Ibu Naikin deh gajinya, asal kamu kerja sekarang ya? Ibu minta tolong banget!”
“Aduh, Bu, maaf ya, Tiara gak bisa. Gini deh, biar Tiara cari kabar tentang Dila dulu. Mana tau dia kejebak macet. Tiara juga jadi khawatir sama Dila. Nanti tiara hubungi lagi, ya?” Tiara berusaha menolak dengan halus.
“Aduh, nanti lagi deh nyari kabarnya! Kamu masuk kerja dulu aja sekarang! Ya, Ti, ya? Please, bantu ibu dong!”
Tiba-Tiba …,
“Halo Ibu manager yang terhormat, aku adalah Alvin Gunadi Raharja. Aku adalah clien VIP cafe kalian. Mohon maaf, Tiara adalah istriku, aku tak akan mungkin mengizinkan dia untuk bekerja di cafe itu lagi! Jangan ganggu istriku, kumohon dengan sangat! Terima kasih!”
Tut, tut, tut … Alvin langsung mematikan panggilan di ponsel Tiara.
Tiara syok, kenapa bisa-bisanya Alvin merebut ponselnya, sambil memarahi manager Dila. Tiara kesal bukan main. Alvin tak seharusnya membalas ucapan manager Dila, kesannya memang tak sopan sekali.
“Mas, kamu malu-maluin!”
“Bodo amat! Suruh siapa seenaknya nyuruh istri orang kerja di cafe! Cafe-nya kubeli pun aku sangat mampu, jika aku ingin! Ngomong-ngomong, temanmu ke mana? Kau bilang dia kerja, tapi kenapa managernya bilang dia tak ada?”
“Gak tahu nih, kok gak biasanya ya, Dila gak masuk kerja? Mana dia gak ngabarin aku lagi. Ke mana sih Dila? Aneh! Biar aku telepon dia,”
“Kenapa? Ada apa? Nona Dila tak ada?” tanya sekretaris Doni, saat ia keluar dari arah toilet.
“Iya, kak Doni, ini aneh. Dila kan tadi bilang mau berangkat kerja, kok gak nyampe ke cafe? Managernya nanyain Dila, aku jadi khawatir, apa yang terjadi sama dia?”
“Don, ponselnya masih aktif, kau bisa melacaknya bukan? Kau bawa laptop kan? Lacak sekarang!” perintah Alvin..
“Ada di mobil, Tuan, biar aku ambil dulu laptopku,”
“Ya, cepat!”
Alvin mulai berpikir keras, ia merasa ada yang tak beres. Namun Alvin enggan memberi tahu Tiara, Alvin takut Tiara bereaksi yang tidak-tidak, jika Alvin mengutarakan isi pikirannya.
Sekretaris Doni tengah melacak keberadaan Dila. Ponselnya memang masih aktif, namun sepertinya GPS-nya dimatikan. Sekretaris Doni harus berusaha lebih keras lagi, untuk mendapatkan IP Address ponsel Dila, dan menemukan lokasi akuratnya.
Sekretaris Doni nampak khawatir, ia takut jika sesuatu terjadi pada Dila. Entah kenapa, ia jadi tak enak hati. Perasaannya kini tak nyaman. Padahal, tadi ia nampak baik-baik saja.
Sekretaris Doni menatap Alvin tanpa berkedip. Mereka seakan mengerti, apa arti dari tatapan masing-masing. Hal yang mereka takutkan, ternyata benar terjadi. Mungkinkah benar? Mungkinkah benar orang-orang Herman salah menculik orang?
Alvin tetap berharap, jika Dila tak diculik. Lebih baik Dila terjebak macet, atau ada kecelakaan kecil yang menimpanya. Alvin sungguh tak ingin, mendapati kenyataan, jika isi pikirannya itu benar terjadi.
“Tuan, lokasinya ada di gudang kosong! Tak jauh dari sini! Jarak ke sana hanya sekitar tujuh kilo meter! Tuan, aku akan pergi ke sana sekarang!”
“Aku ikut!”
“Tuan muda, jaga Nona Tiara di sini! Kau tak perlu ikut! Biarkan aku sendiri yang pergi menyelamatkannya! Dugaanku benar, dia diculik! Dia disekap di sebuah gedung kosong. Sebelum semua terlambat, aku harus segera menemukannya! Aku izin pergi dulu, Tuan,”
“Apa? Dila diculik?” Tiara langsung lemas seketika. Alvin dengan sigapnya menahan tubuh Tiara yang terkulai lemas.
“Doni, kau hati-hati! Aku akan menyuruh orang-orangku untuk mengikutimu dari belakang! Pergilah, selamatkan dia! Aku akan hubungi dulu Zacky dan yang lainnya.”
“Baik, Tuan, terima kasih banyak.” Sekretaris Doni pun pergi meninggalkan rumah Tiara, ia berlari masuk ke mobil, dan segera mengemudikan mobil Alvin dengan kecepatan tinggi. Emosinya benar-benar memuncak, Doni tak menyangka, jika Dila ternyata tengah diculik dan disekap di sebuah gudang kosong.