Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Baru kali ini Henti mengurung diri di rumah, biasanya ia selalu ikut gabung dengan Ibu-Ibu yang sedang ngerumpi. Namun kali ini sangat berbeda, bahkan orang-orang sibuk membahas dirinya yang tengah sibuk membersihkan rumah Nia saat itu.
"Benar ya Mbak Henti yang bersihkan rumah Mbak Nia?"
"Ya benarlah, ngapain juga kita bohong!"
"Tapi kan kalian semua tahu gimana Mbak Henti itu?"
"Itu namanya senjata tuan!"
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi salah satu teman Henti, lantas membuat semua Ibu-Ibu yang sedang berkumpul itu tersentak kaget. Tidak dapat membayangkan betapa perihnya pipi yang di ditampar oleh Henti.
"Apa sih Mbak Henti main tampar saja!"
"Apa! Gak suka kamu, apa maksud ucapan kalian tadi!" bentak Henti menatap satu persatu wajah temannya dengan tatapan tajam.
"Ucapan yang mana?"
"Pasti kalian bicara tentang aku kan!" ucap Henti berkacak pinggang.
Terjadilah keributan yang di lakukan oleh Henti. Ia tidak suka jika orang membicarakan dirinya, padahal ia terlalu suka menceritakan tentang keburukan orang lain, yang tak lain saudaranya sendiri.
.
.
.
Dela menghempaskan tubuh mungilnya di atas sofa empuk milik Mamanya, ia membuang nafas kasarnya karena lelah baru pulang bekerja. Begitu Henti muncul dan duduk di hadapan Dela. Lantas membuat Dela terperanjat kaget melihat wajah Mamanya yang babak belur.
"Mamah kenapa?" tanya Dela panik.
Henti memegang wajahnya yang memar dan merintih kesakitan.
"Habis berantem!" ketus Henti sembari meringis.
"Berantem sama siapa?" tanya Dela dengan tatapan mendelik.
"Siapa lagi kalo bukan mulut ember!"
"Wah, benar-benar ya!" Dela langsung berdiri dan berniat membalas kejahatan yang di lakukan pada Mamanya.
"Mau kemana kamu!" Henti dengan cepat menangkap tangan Dela. "Sudah jangan di lanjutkan lagi, biarkan saja dia!"
Karna suasana hati Dela yang sedang tidak baik, ia tidak menggubris ucapan Mamanya. Langsung saja ia berjalan menuju rumah Bu Yulia. Henti tidak menyangka Dela akan melakukan senekat itu, ia pun mengekor di belakang Dela sembari berlari pelan mengejar anaknya yang sudah jauh.
Tok!
Tok!
Tok!
Di dalam rumah Mbak Yulia sama merasa kesakitan seperti Henti. Baru saja memberikan obat pada lukanya, tiba-tiba ia mendengar suara ketukan pintu yang sangat keras.
"Siapa sih, ganggu aja udah tahu mau magrib!" ketus Mbak Yulia kesal di ganggu ketika istirahat.
Buru-buru ia menyeret kakinya ke depan, karena ketukan pintu yang tiada hentinya membuat ia jengkel.
"Sebentar!" pekik Mbak Yulia menahan amarah pada tamu.
"Gak sabaran banget sih jadi manusia!" celetuk Mbak Yulia.
Klek!
Prang!
"Akh!" pekik Mbak Yulia yang kesakitan lehernya di cengkram oleh Dela. Sontak membuat Henti terkejut dengan mulut menganga lebar, melihat aksi jahat anaknya.
"Mbak Henti. Tolong aku!" mohon Mbak Yulia dengan suara seraknya dan terbata-bata, Dela tidak menggubris ucapannya. Ia tetap fokus dengan rencananya.
Panik, Henti langsung mendekati anaknya yang sudah kesetanan. Takut akan di penjara, cepat-cepat Henti menangkis tangan Dela dari leher Mbak Yulia.
"Aw sakit! Mama kenapa sih?" pekik Dela kesal rencananya di ganggu oleh Henti.
"Jangan gila kamu! Bisa-bisa nanti nyawanya terancam," ucap Henti dengan merapatkan giginya.
"Aku gak perduli!" jawab Dela dengan wajah seram bak orang yang kesurupan.
"Dela! Sadarlah, Nak!" pekik Henti berusaha melepaskan cengkraman Dela dari leher Mbak Yulia.
"Apa kamu mau masuk penjara!" ucap Henti geram pada Dela. Sembari menatap ke arah Mbak Yulia yang hampir kehabisan nafasnya.
Perlahan-lahan Dela melepaskan cengkraman tangannya di leher Mbak Yulia. Ada sedikit merasa iba pada Mbak Yulia.
Henti bingung dengan tingkah Dela yang aneh, tiba-tiba saja berani melawan orang yang lebih tua darinya. Sepulang dari rumah Mbak Yulia. Dela terus merenung, bahkan ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa.
"Kamu kenapa sih, kok aneh banget?" tanya Henti bingung
"Aku galau Mah," jawab Dela lemas, seperti tidak makan berhari-hari.
"Sejak kapan anak Mamah galau?"
"Sejak melihat cowok ganteng dan kaya raya," celetuk Dela membuang nafas kasarnya.
"Serius? Siapa sih Nak?" jiwa kepo Henti meronta-ronta ketika mendengar kata kaya raya.
"Sejak kapan aku bohong, Mah?"
Henti mengubah posisi duduknya, kini ia duduk di sebelah Dela. Henti bahagia jika Dela mengincar laki-laki kaya raya, ia ingin hidup bergelimang harta tanpa harus capek bekerja.
"Mamah kenapa sih, duduknya seperti itu?" ucap Dela menatap heran ke Mamahnya yang tiba-tiba saja duduknya terlalu mendekat.
"Mamah bahagia kalo kamu dekat sama laki-laki kaya, siapa sih itu?" tanya Henti dengan tersenyum bahagia.
"Anaknya Bos aku Mah," jawab Dela dengan lesu.
"Bagus dong, itu kesempatan kamu!" seru Henti yang tak sabar ingin bertemu laki-laki kaya raya, seraya ia menoleh ke arah Dela yang tertunduk lesu.
"Kamu kenapa sih, harusnya bahagia dong!" ucap Henti heran dengan Dela yang tiba-tiba tidak semangat.
"Apa yang harus aku bahagiakan, Mah?"
"Bukannya kamu sedang berusaha mendapati laki-laki kaya itu?" Henti pun mengkerutkan keningnya.
"Iya, memang aku sedang berusaha mendapatkan dia. Tapi...."
"Tapi apa?"
"Apa Mamah tahu gimana kabar keluarga Widi?"
Seketika Henti menatap heran pada anaknya yang tiba-tiba menanyakan kabar sanak saudara yang paling ia benci, semenjak kepergian Nia. Henti benar-benar menutup komunikasi pada adiknya, bahkan ketika mendengar namanya disebut Henti merasa jengah.
"Kenapa kamu tiba-tiba nanyain mereka?"