NovelToon NovelToon
Pelarian Cinta Termanis

Pelarian Cinta Termanis

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Anandhita

Terjebak dalam badai cinta yang penuh intrik dan pengkhianatan, Rasmi dan Daud harus menghadapi ujian tak terduga ketika jarak dan pandemi memisahkan mereka.

Selang dua minggu pernikahan, Rasmi dan Daud terpaksa tinggal terpisah karena pekerjaan. Setelah dua tahun mengadu nasib di negeri seberang, Daud pun pulang ke Indonesia. Namun, sayangnya Daud kembali di tengah wabah Covid-19. Daud dan Rasmi pun tak dapat langsung bertemu karena Daud terpaksa harus menjalani karantina. Satu minggu berlalu, kondisi Daud pun dinyatakan positif covid. Rasmi harus kembali berjuang melawan rindu serta rahasia gelap di balik kepulangan sang suami.

Dalam konflik antara cinta, kesetiaan, dan pengkhianatan, apakah Rasmi dan Daud mampu menyatukan hati mereka yang terluka dan memperbaiki ikatan yang hampir terputus? Ataukah sebaliknya?

Temukan kisah mendebarkan tentang perjuangan cinta dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Anandhita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aksi Penguntitan

Lain Rasmi, lain pula Hanif. Pria itu masih menyetir sambil harap-harap cemas. Tak lama, ponselnya yang tergeletak di atas dashboard berdering memenuhi ruang sempit itu.

Tampak nama Hendri tertera di sana.

"Ya, katakan!" ucap Hanif datar.

"Nif, Mbak Rasmi ada di sini!"

Sudah kuduga.

"Bawa Rasmi diam-diam keluar sebelum petugas mengetahuinya!" titah Hanif.

"Woke, Nif, siap!" sahut Hendri.

Pemukiman yang sedang viral itu sebetulnya sedang diberlakukan lockdown dampak dari peristiwa naas sebelumnya. Namun, entah bagaimana Rasmi bisa lolos tanpa hambatan. Selain petugas kepolisian, paramedis, dan awak media. Tak ada yang diperbolehkan keluar-masuk dari area tersebut.

"Gimana, Hen? Rasmi udah kamu amanin, kan?" tanya Hanif begitu turun dari mobil jip-nya. Ia berjalan tegap menghampiri Hendri yang tengah berdiri di samping mobil berwarna hitam miliknya.

Hendri mengacungkan kedua jempol. Penampilannya cukup tertutup karena memakai masker dan face shield sekaligus.

"Aman, Nif! Dia ada di dalam," katanya sambil menggerakkan kepala. Begitu Hanif mendekat, ia menepuk pelan kedua bahu sebagai isyarat berpamitan.

Namun, sebelum benar-benar pergi Hendri lebih dulu berbisik, "Pelan-pelan, ya, Pak Sopir. Mbak Rasmi masih istri orang."

Hanif sontak menendang bokong sahabatnya itu yang langsung dibalas gelak tawa. Terdengar sangat menyebalkan di telinganya.

Sepeninggal Hendri, Hanif perlahan menghampiri pintu mobil, lalu masuk dan duduk tanpa sepatah kata pun.

Selama kurang lebih sepuluh menit lamanya, suasana di dalam masih hening karena tak ada yang berbicara. Jujur saja, Hanif bingung harus memulai dari mana.

"Kamu ... baik-baik saja? Kenapa pergi sendiri?" tanya Hanif pada akhirnya. Ekor matanya sesekali melirik Rasmi.

Gadis itu tampak termenung, menatap kosong keluar jendela.

"Bukannya kemarin kamu minta Mas temenin? Tadi Mas sempat ke rumah kamu, lho," lanjut Hanif berusaha mencairkan suasana.

Akan tetapi, Rasmi bergeming. Seolah menantang kesabaran Hanif yang sebetulnya ia tahan sejak tadi.

"Ayolah, Ami ..., jawab pertanyaan Mas! Jangan buat Mas semakin khawatir. Situasi di sini masih terhitung genting karena penyebab kematian keluarga itu masih belum terungkap sepenuhnya. Pasti kamu udah duga ada kebijakan penutupan area, kan? Kenapa tetep nekat dateng sendiri, hem?" cecar Hanif. Namun, ia tetap menjaga nada bicaranya agar tak sampai menyinggung perasaan wanita itu.

Bibirnya kembali terkatup rapat karena Rasmi tak langsung menanggapi.

Wanita itu justru membuang napas berat, lalu berkata, "Maaf, Mas, mungkin iya aku udah salah karena gak nepatin janji yang udah kubuat sendiri. Tapi tolong jangan salah paham! Aku ngelibatin kamu karena ..., stasiun TV yang kemarin nayangin berita viral itu adalah stasiun TV tempat kamu kerja. Iya, kan?

Rasmi melirik logo khusus yang tercantum di kemeja Hanif. Jujur saja, tiba-tiba timbul rasa tak suka di hatinya kala mendengar penuturan pria di depannya ini yang terkesan terlalu ikut campur.

Situasi pun mulai tak nyaman, Hanif bahkan harus meredam emosinya dulu sebelum kembali menanggapi.

Dari kata-kata Rasmi barusan ..., Hanif yakin kecurigaan wanita itu terhadap Daud perlahan memudar.

"Maaf kalau perkataanku udah nyinggung kamu, Mas. Tapi aku yakin suamiku ada di dalam sana." Suara Rasmi mengecil, nyaris tak terdengar.

Ya Tuhan ... apa aku sanggup melihat hati wanita yang kucintai hancur berkeping-keping?

"Jadi, kamu tetep mau ke sana?" tanya Hanif memastikan.

Rasmi mengangguk di antara kepalanya yang menunduk dalam. Entah mengapa ia merasa gugup dan mencemaskan sesuatu yang entah apa.

Kuharap di dalam sana kamu seorang diri, Mas. Bukan bersama orang lain seperti yang ada di dalam pikiranku.

Rasmi terus menguatkan diri. Terang saja, ia tidak sepenuhnya bodoh. Hanya mencoba menepis segala kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.

Jika benar .... Ah, stop, Rasmi! Sungguh dilema keadaan Rasmi saat ini. Ia curiga, tetapi juga ingin terus mempertahankan kepercayaan dan harapannya.

Selagi Rasmi sibuk berperang dengan batinnya. Hanif diam-diam melajukan mobilnya ke sebuah warung makan padang.

Dia sampe gak sadar perutnya dari tadi bunyi terus. Hanif bermonolog.

Saat itu, Rasmi tak henti-hentinya menolak turun. Namun, bukan Hanif namanya jika tidak pandai mebujuk.

"Selain otak yang cerdas, perut yang kenyang juga salah satu syarat manusia bisa menyelesaikan masalahnya. Paham!" celetuk Hanif berhasil membungkam mulut Rasmi.

Sekitar pukul empat sore, keduanya keluar dari rumah makan tersebut.

Ketika Rasmi hendak kembali masuk ke dalam mobil, ponsel yang berada di dalam tasnya tiba-tiba berdering nyaring. Sehingga mengurungkan pergerakannya.

Mata Rasmi tampak berkaca-kaca, merasa lega karena Daud akhirnya menghubungi.

"Hal—"

"Kamu di mana?" tanyanya. "Kenapa rumah dibiarkan kosong?"

"Apa? Jadi ..., Mas sekarang ada di rumah?"

"Hem, ada beberapa dokumen yang harus Mas bawa," jelas Daud. Suaranya terdengar lebih tenang, tidak berteriak-teriak seperti sebelumnya.

"Tu-tunggu aku, ya, Mas. Aku pulang sekarang!"

"Udah, gak apa-apa. Mas tau kamu pasti suntuk di rumah terus. Lagian, sekarang Mas harua jalan lagi."

"Lho, Mas, tap–"

Sambungan telepon pun terputus. Daud langsung membuang napas lelah sambil menyugar rambut.

Ia terpaksa mencari celah agar bisa keluar dari sana. Sebab entah mengapa Eva tiba-tiba membahas kunci cadangan mereka.

Kalau sampai kunci itu jatuh ke tangan Rasmi, semua bisa kacau.

Pemikiran itu berbanding terbalik dengan apa yang Eva harapkan. Ia justru menunggu Rasmi betul-betul datang ke tempat mereka. Rumah tangga Daud dan Rasmi pun akan berakhir, lalu ia bisa sepenuhnya memiliki pria itu.

Daud tiba di rumah tidak lama setelah mobil Hanif pergi. Lantas bergegas mencari kunci tersebut. Ia yakin benda itu tertinggal di rumah.

Namun, hingga detik ini ia masih kelimpungan. Bertanya pada istrinya pun tidak mungkin, itu sama saja ia membongkar persembunyiannya sendiri.

Begitu juga mengenai peristiwa yang terjadi di Malaysia, akan ia simpan rapat-rapat karena menurutnya insting Rasmi cukup kuat. Setidaknya ia akan dicurigai tidak kompeten dalam bekerja, hingga dituduh yang tidak-tidak.

Begitulah pemikiran Daud. Seolah ia tidak bisa memprediksi jika pihak rumah sakit suatu waktu akan menghubungi istrinya.

Mengetahui Rasmi akan segera kembali, Daud segera keluar dari rumah dan berniat kembali ke tempat Eva.

Di sisi lain, Rasmi tampak terburu-buru. Hampir saja ia kembali meninggalkan Hanif dan hendak memberhentikan kendaraan umum. Untungnya pria itu segera menarik tangan sang wanit, lalu memasukkannya ke dalam mobil.

"Seneng banget, sih, ninggalin aku," gumam Hanif.

"Cepet, Mas, suamiku ada di rumah. Aku mau ketemu sama dia!" pinta Rasmi tergesa.

"Tenang, Ami, tenaaaang!"

Perkataan Hanif barusan tak sejalan dengan pergerakannya. Ia terbawa suasana hingga memacu mobilnya lebih kencang.

Namun, begitu mobilnya melewati kawasan pertokoan, ekor mata Rasmi tiba-tiba menangkap keberadaan mobil putih Daud. Ia pun refleks berseru, "Itu, itu mobil suamiku, Mas!"

Tanpa banyak kata, Hanif segera memutar kemudinya, menimbulkan decitan tajam yang memekakkan telinga.

Aksi penguntitan pun dimulai.

"Sebentar lagi kita akan bertemu, Mas!" batin Rasmi.

1
Sunaryati
Segera terbongkar pengkhianatan Daud, shg ada alasan Rasmi menggugat cerai
Yuli
nyesek bgt thor 😩 tapi aku suka
Yuli
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!