Bagaimana jika pernikahan mu tak di landasi rasa cinta?
Begitu lah kisah cinta yang membuat tiga keturunan Collins, Hadiadmaja menjadi begitu rumit.
Kisah cinta yang melibatkan satu keluarga, hingga menuntut salah satu dari kedua putri Hadiadmaja memilih pergi untuk mengalah.
" "Kau sudah melihat semuanya kan? jadi mari bercerai!"
Deg.
Sontak Hati Gladisa semakin perih mendengar semua cibiran yang dikatakan suaminya yang saat ini tengah berdiri di hadapannya itu. Siapa sangka, Adik yang selama ini besar bersama dengan dirinya dengan tega menusuknya dari belakang hingga berusaha untuk terus merebut perhatian semua orang darinya.
"Clara, Katakan ini Semua hanya kebohongan kan? ini kau sedang mengerjakan aku kan Ra??" mesti sakit, tapi Gladis masih terus mencoba berfikir positif jika ini semua hanyalah imajinasinya atau hanya khayalan.
Clara berjalan mendekat lalu tanpa aba-aba Clara nampak mencengkeram kuat Dagu kakaknya sendiri dengan gerakan yang cukup kasar me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queenindri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir ketahuan
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Orang-orang bilang,seiring berjalannya waktu, kasih sayang di antara suami dan istri akan semakin dalam. kau dan aku sudah menikah Satu tahun lebih Gladys, tapi apakah kau merasa ada sesuatu yang berbeda padaku? Emm maksudku ----"
Nathan sampai bingung harus menjelaskannya mulai dari mana, Wajah Gladys yang cantik, bibirnya yang seksi tiba-tiba membuatnya terpancing gairah yang pada akhirnya membuatnya tidak tahan lagi untuk menyentuh istrinya itu.
Melihat itu, Gladys mulai menyipitkan matanya. Ia hafal betul jika Saat ini Nathan sedang menginginkan dirinya, mungkin lebih tepatnya hanya menginginkan tubuhnya. Karena yang Gladys tau, wanita yang di cintai Nathan hanyalah Clara.
Saat Gladys tengah sibuk dengan lamunannya, tiba-tiba Nathan langsung menyerang bibirnya. Pria itu begitu tak sabaran hingga menggigit bibir Gladys yang sejak tadi hanya diam tak mau bersuara apalagi membuka bibirnya.
EUHHHH
Leguh Gladys saat pria tampan itu menggigit bibirnya dan mulai menggerayangi tubuhnya.
Nathan tersenyum senang karena melihat Gladys yang hanya diam dan selalu menuruti apapun maunya.
Sementara Gladys nampak menahan rasa yang bergejolak di dalam perutnya saat ini. Entah kenapa sejak hamil sepertinya sang bayi tidak suka jika ayahnya ingin mengunjunginya seperti ini.
"Um------huekkk" Gladys yang sudah tidak tahan pada akhirnya memuntahkan sebagian isi perutnya pada saat Nathan terus memaksa menciumnya.
"Glad, APA YANG KAU LAKUKAN?" Bentak Nathan, lalu pria itu beringsut pergi untuk masuk ke dalam kamar mandi guna membersihkan mulutnya.
Gladys langsung beringsut mundur untuk duduk bersandar di kepala ranjang, Wanita itu kemudian menuangkan Air ke dalam gelas dan dengan cepat langsung meminumnya hingga tandas.
Host Host Host
Nafas Gladys memburu, Ia tidak perduli jika Nathan akan marah padanya. Sepertinya ini adalah hukuman dari bayinya untuk sang Daddy, karena selama ini Nathan selalu menolak kehadirannya.
Gladys menatap sendu perutnya yang masih terlihat rata, Gurat kesedihan benar-benar terlihat jelas di sana.
"Mommy harus apa sayang? Apakah mommy harus bicara jujur pada Daddy? Apakah dengan mengatakan adanya kamu di sini, Daddy akan mau mengakhiri hubungannya dengan Aunty Clara. Dan memilih untuk bersama kita?" Gumam Gladys seraya mengelus perutnya sendiri.
"Ya Tuhan, kenapa aku harus hamil??" Rintih Gladys, lalu mendongakkan kepalanya untuk menahan tangis.
"Hamil, siapa yang hamil?"
Tiba-tiba Nathan sudah berdiri di ambang pintu, dengan menatap Gadis cukup dalam.
"Ku tanyakan padamu untuk terakhir kalinya, Siapa yang hamil Gladys?"
NATHAN berjalan mendekat ke arah Gladys dengan tatapan yang cukup membuat Wanita itu kelabakan, bagaimana tidak. Di saat ia sedang merenungi kehamilannya tiba-tiba pria itu menyela dan entah apa saja yang sudah ia dengar dari mulut Gladys sendiri yang lancang berbicara.
"Apa maksudmu kak? Jangan bicara sembarangan!" elak Gladys yang kini sudah melengos memutuskan tatapan mata mereka berdua.
"Aku jelas-jelas mendengar kau mengatakan seseorang tengah hamil. Katakan padaku, apa kau hamil?" Nathan nampak menyipitkan matanya seraya mencengkeram kuat Bahu istrinya agar kembali menatap ke arahnya.
"Kak, sakit tau." Ringis Gladys seraya berusaha untuk mengurai cengkeraman tangan Suaminya.
"Kau, masih tidak mau mengakuinya? kau memang benar-benar berbeda dengan Clara."
"Ya, aku memang berbeda darinya! Aku wanita egois yang selalu mementingkan diriku sendiri. berbeda dengan Clara, dia wanita yang selalu memahami mu kan!?"
Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya.
Nathan terkejut, begitu pula dengan Gladys yang baru saja menyadari kebodohannya berbicara.
Perlahan, Nathan melepaskan cengkeraman tangannya. Lalu, tersenyum mengejek ke arah Gladys, seolah-olah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"kau bilang apa tadi? Sepertinya, aku rasa kau tengah mengungkap kan kecemburuan mu pada Clara!"
Tatapan Nathan menyipit, seolah-olah tengah menguliti Gladys hidup-hidup.
Gladys memaksakan senyum terbaiknya, lalu membuang mukanya ke arah lain guna menyembunyikan pedih di hatinya.
Nathan tak sadar-sadar jika selama ini Gladys, sungguh tulus mencintainya.
Sepertinya doktrin Clara pada otaknya sudah menyusupi darah dagingnya sehingga sulit sekali menerima fakta jika Gladys lebih baik dari adik sepupunya yang lain.
Nathan berdiri dari tempatnya, Matanya menatap Gladys dengan sorot mata tak terbaca.
"Tunggu di sini, aku akan segera kembali!"
Nathan keluar dari kamarnya, lalu beberapa menit kemudian ia kembali dengan membawa teh jahe di tangannya.
Nathan meletakkan teh jahe itu di atas nakas tepat di samping tubuh Gladys yang mulai pucat.
"kau sudah minum obatmu belum?"
Nathan bertanya sembari mencari tas Gladys, ia ingin mengecek sendiri obat-obatan yang di berikan Nia pada istrinya tempo hari.
"Sudah." Jawab Gladys dengan berbohong.
Namun Nathan tak serta merta langsung percaya. akhirnya, Nathan menemukan Tas itu teronggok di atas sofa dan langsung meraihnya.
Melihat itu, Gladys protes hingga langsung beranjak berdiri.
Namun sayangnya tubuhnya tiba-tiba limbung ke arah ranjang dan jatuh di sana.
"Ck, dasar keras kepala. "
Cibir Nathan. Kini pria itu mencari obat-obatan itu hingga akhirnya menemukannya.
Dengan segera, Nathan membaca cara minum obat-obatan itu dari bungkusnya. lalu, ia meminta Gladys untuk meminumnya dengan segera.
"Cepat minum lah! Apa kau ingin terus sakit seperti ini?"
Sambil mengulurkan obat itu ke arah Gladys.
"sudah ku katakan jika aku sudah meminumnya!"
"Kapan?"
"Tadi."
Tak kalah sengit, Gladys meninggikan suaranya di depan Nathan agar tidak terus memaksanya.
Namun bukan Nathan namanya jika langsung menyerah begitu saja. Pria itu akhirnya berusaha terus memaksa Gladys agar mengikuti perintahnya.
"Cepat minumlah! jangan terus berbohong padaku Gladys. Aku ini kakak sepupumu, aku tau dengan jelas jika kau sedang berbohong saat ini."
"Benarkah? jika memang begitu, kenapa kau tidak pernah tau bagaimana perasaanku setelah menikahi mu ,Hah?"
Ingin sekali Gladys berteriak melupakan isi hatinya.namun, agaknya Nathan ta perduli dan malah menarik Dagunya, hingga memaksa memasukan Air putih agar Gladys meminum obatnya.
Hal yang membuat Gladys terkejut, sekaligus panik.
Ia takut bayinya kenapa-kenapa, lalu memilih untuk memuntahkan obat yang masuk ke dalam mulutnya.
Uwekk
"GLAD,"
Nathan terpaksa menyingkir, lalu berdiri dari tempatnya dengan tatapan geram.
"Apa-apaan kau ini?"
"Kenapa kak? ....apa kau marah? bukannya sejak tadi, kau yang selalu mengatakan aku sakit. maka dari itu, Tuhan mengabulkan doamu kak! tuhan benar-benar membuatku mual dan ingin muntah."
Gladys Beralibi demikian untuk membuat Nathan menyesali perkataannya.
"Aku tidak marah, hanya saja, aku merasa jika kau butuh istirahat dan obat Glad, kau sakit."
Nathan masih mengerutkan keningnya dan menatap Gladys tidak senang.