" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku kalah..
Sudah seminggu lebih berlalu, Wira tidak melihat sosok Mega sama sekali.
Jendela kamar yang biasanya terbuka lebar itu, beberapa hari ini tertutup rapat.
Jujur saja, Wira tidak tenang setelah berselisih dengan Mega malam itu.
" Apa Mega menemui ibu?" tanya Wira duduk di kursi dapur.
" Mega? Tidak.. " jawab asri sembari melirik putranya itu sekilas, lalu melanjutkan kesibukannya mengupas kacang tanah.
Wira terdiam mendengar itu, ia terlihat gelisah.
" dia sakit, jenguklah." kata ibunya dengan nada tenang.
" lho? Katanya dia tidak menemui ibu? Dari mana ibu tau kalau dia sakit?" dahi Wira berkerut.
" ya memang, dia tidak menemui ibu,
Tapi ibulah yang menemuinya."
Wira menghela nafas setelah mendengar jawaban ibunya, menambah kesabarannya.
" Sakit apa Bu?" tanya Wira akhirnya,
" Demam,"
" apa sudah di bawa ke dokter?" sekarang Wira menjadi khawatir.
" kata Kakung dia tidak mau keluar dari kamarnya,"
" jadi belum ke dokter?"
" Sepertinya belum, karena Mega tidak mau di ajak ke dokter,"
" Kakung kok tidak mengabariku?"
Melihat putranya yang mulai banyak bertanya kembali itu, asri merasa senang.
" soal itu ibu tidak tau, yang jelas ibu tau Mega sakit karena ibu datang kesana kemarin lusa,"
" lusa Bu? Dan ibu diam saja?" Wira protes,
" salahkan dirimu yang tidak pulang kesini, sehingga ibu tidak bisa memberitahumu,"
" ibu tau kan gunanya HP itu untuk apa?"
" sudahlah Wira, jangan mendebat ibu, kalau kau ingin menjenguk Mega segeralah kesana, bukan malah bertanya ini itu pada ibu,"
Wira diam, namun masih ragu untuk bangkit.
sungguh ia tidak mau perduli,
Mega istri orang, sudah tidak ada gunanya mengkhawatirkannya, tapi kenapa perasaannya tidak tenang, ia ingin melihat Mega, ingin melihat bagaimana keadaan perempuan itu.
apa mungkin Mega sakit gara gara kata kata Wira saat itu?, perasaan Wira semakin tidak bisa di kendalikan saja.
" wes tho.. Jenguk sana.." ujar ibunya lagi.
Setelah beberapa menit berpikir, Wira akhirnya bangkit.
laki laki itu berjalan keluar dari rumahnya dan menuju rumah Kakung.
" Sore kung?" sapa Wira pada Kakung yang sedang sibuk membaca buku di teras.
" wira? kau ni kemana saja.." Kakung melepas kaca mata bacanya, dan menatap Wira,
" Dinas kung, mau kemana.." jawab Wira,
" biasanya sesibuk sibuknya, kau tetap kesini ,"
" dari kantor langsung ke gudang kung.. Ada barang masuk, jadi berhari hari ini Wira di gudang sampai malam.."
Jelas Wira,
" ya sudah, jenguk adikmu, dia sakit.."
" sudah ke dokter kung?"
" ah, sudah di paksa, tapi tidak mau, entah kenapa anak itu, makan juga tidak, Kakung sedikit khawatir, takut lambungnya kambuh.."
mendengar itu Wira mengangguk,
" masuklah, di dalam ada utimu.."
" nggih kung.." Wira berjalan masuk, sesampainya di ruang tengah Wira melihat uti yang sedang duduk tenang di depan TV.
" uti.." sapa Wira pelan,
" lho, Wira.." uti mengalihkan pandangannya pada wira,
" kau mau jenguk Mega?"
Wira mengangguk,
Melihat anggukan itu uti mengulas senyum,
" bujuklah, siapa tau denganmu dia mau makan banyak..
beberapa hari ini dia tidur terus, tidak keluar sama sekali dari kamarnya..
Aku khawatir..
Tapi dia tidak bisa di bujuk oleh siapapun dirumah ini.."
Mendengar itu Wira langsung berjalan menuju kamar Mega,
Kamar yang ia hafal betul dimana letaknya.
Di bukanya pintu yang terbuka setengah itu,
begitu kaki Wira melangkah masuk ke kamar Mega, aroma lembut lavender menyentuh hidung Wira.
Seorang wanita sedang terbaring di atas tempat tidur,
tempat tidur yang sama dengan sepuluh tahun lalu,
sungguh tidak ada yang berubah dari kamar Mega,
Dari lemari, meja rias, hingga tempat tidur yang di atasnya masih tergantung kelambu putih itu.
Wira seperti masuk ke dalam masa lalu,
Apa yang pernah terjadi tergambar jelas di pikirannya,
Bahkan ingatan itu masih terasa begitu segar untuk Wira.
Hanya saja..
Perempuan yang terbaring itu bukanlah Mega yang dulu, yang manja dan selalu menjatuhkan dirinya dalam pelukan Wira.
melainkan Mega yang telah menjadi seorang wanita dewasa,
wanita yang sudah lama terlepas darinya.
Dan yang lebih menyakitkan..
Mega bukanlah miliknya.
Wira duduk perlahan di samping tempat tidur,
Sama seperti apa yang pernah ia lakukan dulu,
Laki laki itu lama terdiam, memandangi bibir pucat Mega.
Muncul perasaan yang mendesak desak dadanya,
Sedih.. Rindu.. juga luka..
Tatapan Wira berubah sayu,
Kali ini Wira tidak bisa lagi mempertahankan dinding yang sudah ia bangun tinggi di hadapan Mega.
Melihat Mega terbaring sakit saja hatinya sudah hancur.
" Aku kalah Mega.. Dulu ataupun sekarang.. aku tetap kalah.." ujarnya begitu lirih.
Di beranikan dirinya,
meski sesungguhnya tidak pantas ia lakukan.
Di ulurkan tangannya, membelai lembut wajah Mega,
Wira tersentak, merasakan suhu tubuh Mega yang ternyata masih tinggi.
" Mega? tubuhmu panas sekali?" Wira menyentuh tangan dan kaki Mega.
merasakan tubuhnya di sentuh, Mega membuka matanya,
Mata yang sayu dan lemah, namun mata itu jelas menatap Wira.
perempuan itu seakan ingin mengucapkan sesuatu pada Wira,
Namun setelah Wira menunggu tidak ada satu katapun yang terucap,
Mega terus saja memandangi Wira, hingga Wira melihat air mata jatuh dari sudut mata Mega.
Melihat air mata Mega, pertahanan Wira runtuh.
Hati yang ia paksa untuk membenci Mega nyatanya tak terima,
Hingga air matanya pun ikut jatuh, entah kenapa hatinya begitu terasa sakit,
" Mega.." panggil Wira dengan suara bergetar, di tahan air matanya.
melihat Mega yang sudah memejamkan mata dan tidak meresponnya, Wira bangkit,
dengan sigap di angkatnya tubuh Mega,
di gendong dan di dekapnya perempuan itu erat di dadanya.
" Kakung?!" panggilnya sembari membawa Mega keluar dari kamar.
jadi terpaksa saya buat yg baru.. hikhikhiks..
bingung ini gmn caranya nerusin novelnya.. judul ini keputus..😢🙏
Bau2nya Wira bakal diinterogasi Mega 😂