Hidupku mendadak jungkir balik, beasiswaku dicabut, aku diusir dari asrama, cuma karena rumor konyol di internet. Ada yang nge-post foto yang katanya "pengkhianatan negara"—dan tebak apa? Aku kebetulan aja ada di foto itu! Padahal sumpah, itu bukan aku yang posting! Hasilnya? Hidupku hancur lebur kayak mi instan yang nggak direbus. Udah susah makan, sekarang aku harus mikirin biaya kuliah, tempat tinggal, dan oh, btw, aku nggak punya keluarga buat dijadiin tempat curhat atau numpang tidur.
Ini titik terendah hidupku—yah, sampai akhirnya aku ketemu pria tampan aneh yang... ngaku sebagai kucing peliharaanku? Loh, kok bisa? Tapi tunggu, dia datang tepat waktu, bikin hidupku yang kayak benang kusut jadi... sedikit lebih terang (meski tetap kusut, ya).
Harapan mulai muncul lagi. Tapi masalah baru: kenapa aku malah jadi naksir sama stalker tampan yang ngaku-ngaku kucing ini?! Serius deh, ditambah lagi mendadak sering muncul hantu yang bikin kepala makin muter-muter kayak kipas angin rusak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Souma Kazuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11: Pilihan yang Tak Terduga
Pagi itu, Carlos bangun dengan gerakan yang menggambarkan sensualitas dan keanggunan seekor kucing dalam wujud manusia. Ia berbaring di atas tempat tidur dengan posisi malas, lalu meregangkan tubuhnya dengan cara yang sangat menggoda—punggungnya melengkung sempurna, otot-otot di tubuhnya tampak bergerak halus seiring dengan gerakannya. Ia menguap pelan, bibirnya sedikit terbuka, mata sayunya setengah tertutup sebelum kembali bersinar tajam. Dia bangun perlahan, berjalan menuju jendela dengan langkah luwes, hampir seperti penari, menampilkan keindahan tubuhnya dalam setiap gerakan. Cara Carlos beralih dari tidur ke bangun tampak alami, namun memancarkan aura yang bisa membuat siapa pun terpikat.
Di teras lantai satu, Ruri sedang menjemur pakaian. Angin pagi menyapa lembut, membawa aroma segar tanah basah. Ketika Carlos mendekatinya dari belakang, tanpa peringatan, dia berbisik dengan suara rendah yang dingin, namun menggoda, "Baju-baju ini akan lebih menarik jika dipakai olehmu... bukan hanya digantung seperti ini."
Ruri terperanjat sesaat, namun kemudian tersenyum, merasa geli dengan cara Carlos menggoda. “Kau benar-benar tahu cara membuatku terkejut, ya?”
Carlos, dengan senyum kecil di sudut bibirnya, menjawab tenang, "Aku hanya berkata yang sejujurnya."
Sebelum percakapan mereka berlanjut, tiba-tiba suara sinis terdengar dari seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat di depan rumah. Ruri terkejut melihatnya—lagi-lagi ibu-ibu yang sama seperti saat pertama kali mereka bertemu Carlos, dan juga yang sama yang pernah memergoki mereka di warung Bu Zakiah. Dengan tatapan menghina, ibu-ibu itu berkomentar, "Dasar anak zaman sekarang, ck, ck. Lakukan hal begitu setidaknya di dalam ruangan!"
Ruri ingin menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi, namun seperti biasanya, sebelum dia sempat berkata apa-apa, ibu-ibu tersebut sudah menghilang dengan cepat, seolah-olah datang hanya untuk memberikan komentar pedas.
Carlos tertawa pelan, tapi tetap dengan nada dingin yang khas. "Orang-orang selalu senang menilai apa yang mereka tak tahu."
Ruri hanya menghela napas panjang, mengabaikan ibu-ibu itu, dan melanjutkan kegiatannya. Ketika waktu berangkat ke kompetisi tiba, Carlos, seperti biasa, ingin ikut, dan Ruri mencoba mencegahnya.
"Kau tak perlu ikut, Carlos. Ini hanya kompetisi, aku bisa mengurusnya sendiri," Ruri berusaha meyakinkannya.
Tapi Carlos dengan tegas menjawab, "Aku tetap akan ikut." Nada suaranya tak memberi ruang untuk negosiasi.
Ruri mendesah, akhirnya menyerah dan membiarkan Carlos ikut bersamanya ke lokasi kompetisi eliminasi kedua.
___
Saat mereka tiba di tempat kompetisi, suasana tegang langsung menyelimuti ruangan. Pembawa acara dengan suara lantang mengumumkan bahwa kali ini, para peserta akan berkompetisi dalam tim. Panitia telah menetapkan susunan tim, dan Ruri yang berada di peringkat ketiga ditempatkan bersama Akasha, peringkat 21, dan Ian, peringkat 32.
Ketika saatnya tiba bagi Ruri untuk memilih tema, dia memandangi layar yang berisi sembilan pilihan. "Aku tidak ingin melawan tim peringkat 1 atau 2," gumamnya pelan, berusaha mencari tema yang menurutnya lebih mudah dihadapi. Pilihan hatinya jatuh pada tema pergeseran budaya generasi muda yang tak lagi mencintai budaya lokal.
Namun, tiba-tiba Carlos yang berada di belakangnya berteriak, "Pilih yang berhantu, Ruri!" Suaranya tajam, membuat Ruri terkejut dan tanpa sadar memencet tombol yang salah—tema nomor 6, tentang penurunan harga perumahan karena rumor hantu.
Ruri terkejut. “Kenapa aku memencet ini?” pikirnya dengan rasa penyesalan.
Tak lama setelah itu, mereka mengetahui bahwa lawan tim mereka adalah tim yang dipimpin oleh Aditya, peringkat 10. Ketika Ruri melirik Aditya, ia mendengar gumaman sinis, "Dasar orang udik!" meskipun suara itu pelan.
Namun, perhatian Ruri segera teralihkan ketika Carlos berdiri di sampingnya, membuatnya merasa lebih tenang. Ia pun memperkenalkan diri kepada rekan-rekan satu timnya, Akasha dan Ian.
Akasha adalah gadis berwajah manis dengan senyum yang selalu tulus. "Senang bisa bekerja sama denganmu, Ruri," kata Akasha, suaranya lembut namun penuh kepercayaan diri. "Aku sudah mendengar banyak tentang kehebatanmu."
Ian, yang tampak sedikit lebih pendiam namun ramah, menambahkan, "Aku juga sangat menantikan kerja sama ini. Semoga kita bisa saling melengkapi kekuatan masing-masing."
Mereka segera larut dalam obrolan ringan tentang tantangan yang akan mereka hadapi, tetapi suasananya tetap hangat dan bersahabat. Carlos, yang hanya berdiri di belakang, diam-diam mengamati. Ketika Ian melihat Carlos, ia bertanya, "Siapa orang di belakangmu, Ruri?"
"Oh, itu Carlos. Temanku," jawab Ruri santai.
Carlos hanya menatap Ian dengan pandangan tajam. "Jangan terlalu banyak bertanya," katanya dingin.
Ruri langsung memarahi Carlos. "Carlos, jangan bersikap seperti itu!"
Namun, bukan Ian yang membuat Carlos merasa tidak nyaman. Tatapannya tertuju pada Akasha, yang meskipun tampak bersahaja dan polos, ada sesuatu yang membuat Carlos waspada terhadapnya.
Ketika Carlos melotot tajam ke arah Akasha, wanita itu menatap balik dengan senyum yang tampak ramah, bahkan bersahaja. Mata cokelatnya berbinar lembut, seolah-olah dia adalah orang yang sepenuhnya terbuka dan hangat. Namun, di balik senyumannya yang tenang, ada sesuatu yang dingin, hampir tak terlihat—sesuatu yang tak bisa ditangkap oleh orang lain kecuali Carlos.
Ian dan Ruri tidak menyadari apa-apa, mereka terus bercanda ringan tentang tema yang akan mereka kerjakan, tetapi Carlos merasakan hal berbeda. Pandangan Akasha tidak sekadar tatapan bersahabat. Ia menangkap getaran dingin yang samar-samar, seakan ada sisi tersembunyi yang diselubungi oleh keramahan yang dia tunjukkan. Carlos mempersempit matanya sedikit, namun ia tetap tak bersuara, membiarkan rasa waspadanya tetap terjaga.
___
Ketika mereka tiba di lokasi kompleks perumahan yang terkenal karena rumor hantunya, suasana mencekam langsung menyergap mereka. Rumah-rumah di sekitar tampak suram dan terabaikan. Mereka masuk ke salah satu rumah yang dikatakan paling berhantu, sementara Carlos mengawasi dari belakang.
"Tugas kita adalah mencari strategi untuk menghentikan rumor ini," kata Ruri dengan serius kepada timnya.
Mereka memulai diskusi tentang langkah-langkah yang akan diambil, dengan sesekali bersenda gurau untuk mencairkan suasana. Ian terlihat sangat metodis dalam menyusun argumen, sementara Akasha memberikan wawasan tentang bagaimana rumor bisa menyebar melalui media sosial. Keduanya terlihat sangat cerdas dan terpelajar, tetapi juga ramah dan bersahaja, membuat Ruri merasa nyaman bekerja sama dengan mereka.
Kameramen yang merekam kegiatan mereka sempat kebingungan dan bertanya, "Kenapa ada empat orang di sini? Ini seharusnya tim tiga orang, bukan?"
Carlos dengan tenang menjawab, "Anggap aku hanya kucing peliharaan Ruri. Aku di sini hanya sebagai handyman."
Wajah Ruri seketika memerah karena ucapan Carlos yang konyol, namun dia berusaha mengabaikannya.
Namun, ketika mereka mulai masuk lebih dalam ke rumah yang dikabarkan berhantu, Carlos tiba-tiba berseru, "Hati-hati, ada yang tak terlihat di sini."
Semua orang heran, tetapi mengabaikannya. Carlos melihat ke arah langit-langit dan menyipitkan matanya. Di sana, di atas tiang listrik di luar rumah, tergantung lebih dari sepuluh kuntilanak, tertawa dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Carlos.