Mika dan Rehan adalah saudara sepupu.
mereka harus menjalani sebuah pernikahan karena desakan Kakek yang mana kondisinya semakin memburuk setiap hari.
penuh dengan konflik dan perselisihan.
Apakah mereka setuju dengan pernikahan itu? Akankah mereka kuat menghadapi pernikahan tanpa dasar cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pe_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Rehan Sakit.
HAPPY READING...
***
Langit sore menjadi pemandangan indah ketika sebuah Taxi melaju membelah jalanan Ibukota.
Mika, gadis itu telah pulang dari Kampusnya dan memutuskan menggunakan Taxi untuk pergi ke tempat Ayahnya bekerja. ada sesuatu yang harus Mika antarkan kesana. dan terlebih, Mika juga jarang kesana untuk akhir-akhir ini.
Sambil menatap jalanan dari balik jendela Taxi, gadis itu hanya terdiam. Mika seperti tengah memikirkan suatu hal. bahkan karena lamunannya itu, ia sampai tak menyadari bahwa kendaraan yang membawanya sudah sampai di Perusahaan kecil tempat Ayah Adam bekerja.
Mika seketika membayar sesuai dengan argo yang tertera di depan sana. "Terimakasih Pak..." ucapnya dan langsung turun.
senyum gadis itu terlihat sangat cantik melihat tak ada perubahan dari tempat ini.
dulu Mika seringkali mendatangi Perusahaan ini untuk mengantarkan bekal makan siang bersama Ibunya. bahkan ia kerap kali menghabiskan waktunya disini. menunggu sang Ayah bekerja dan pulang bersama di sore hari.
Tapi saat beranjak dewasa, ditambah dengan masuk Perguruan tinggi yang begitu menyita waktunya, Mika benar-benar kehilangan momen indah itu.
dan ini lah pertama kalinya ia menginjakkan kakinya lagi di tempat ini. menyenangkan.
"Bisa bertemu dengan Ayah?" tanya Mika pada Resepsionis yang berjaga.
"Ayah?". jelas wanita itu kebingungan. Siapa Ayah yang dimaksud?
"E.. Maksudku, Tuan Adam Artana..." ucap Mika menyebutkan nama Ayah dan tersenyum malu. benar juga. kenapa dia menanyakan Ayah saja? tanpa menyebit namanya. emangnya Perusahaan ini milik Ayah? tapi kan ini milik Kakek, sama saja!
"Bilang kalau putrinya datang..." timpal Mika lagi.
Resepsionis itu tersenyum. mungkin ia adalah karyawan baru jadi tak begitu tau siaap gadis yang saat inu berdiri di hadapannya. hanya saja Mika tak peduli hal itu. ia tak perlu di kenal oleh semua orang.
"Silakan Nona..." ucap Resepsionis itu setelah berbicara lewat telepon dengan seseorang. mempersilakan Mika untuk menuju ke ruangan Ayah Adam.
"Terimakasih..." ucap Mika dengan sopan dan langsung menuju ke ruangan Ayah yang berada di lantai tertinggi gedung tersebut.
Tapi baru saja sampai di Lift, ketika Mika termenung tiba-tiba ia dikejutkan dengan seseorang yang memanggil namanya.
"Mika?".
Otomatis membuat Mika menaikkan pandangannya dan melihat siapa pria itu.
"Kak Sandi?". beberapa kali Mika mengedipkan matanya. memastikan bahwa pria yang berada didepannya itu adalah benar Sandi.
"Kenapa kau disini?" tanya Sandi penasaran.
padahal ia tau kalau Mika jelas tidak bekerja di Perusahaan ini.
dan tak ada hubungannya dengan jurusan kuliah gadis itu.
"Heheh.." Mika hanya tersenyum bingung bagaimana menjelaskannya.
Cukup lama mereka berbincang. bahkan Mika tak langsung menuju ke ruangan dang Ayah.
"Oh, jadi kau putra Tuan Adam... aku baru tau hal itu..." ucap Sandi. ia bahkan tak tau kalau Pemimpin perusahaan ini masih ada hubungannya dengan keluarga Rehan.
Perusahaan anak cabang yang satu kesatuan dengan Perusahaan pusat yang dipimpin oleh Ayahnya Rehan, Papa Bima.
"Jadi ini pertama kalinya kau datang?" tanya Sandi.
"Tidak bisa dibilang begitu sih.." tolak Mika.
"Dulu memang aku sering kesini, sebelum masuk kuliah... tapi sekarang sangat jarang... hehehe...".
"Pantas saja, aku tidak pernah melihatmu..." jawab Sandi.
Ia baru bergabung di Perusahaan ini beberapa tahun terakhir.
Muka kembali tersenyum.
"Baiklah kalau begitu, aku mau bertemu dengan Ayah... senang bertemu denganmu Kak San..." ucap Mika.
"Ya.. kapan-kapan kita bertemu lagi, dan jangan lupa mengingatkan Rehan untuk meminun obatnya..." ucap Rehan.
"Ha?". Mika tak paham. ucapan Sandi yang mengingatkan Rehan untuk meminum obat. obat apa? begitu batin Mika bicara.
"Kenapa kau terkejut seperti itu?" Sandi juga bingung dengan ekspresi yang ditunjukkan gadis di depannya itu.
"Apa kau tidak tau kalau Rehan sakit?".
Mika membulatkan mata.
"Ternyata kau tidak tau ya...". Sandi sedikit heran walaupun hal itu lumrah. karena seharian baik Mika maupun Rehan memang belum bertemu.
"Tadi siang, Rehan memintaku untuk mengantarkannya pulang... katanya sedang tidak enak badan dan kepalanya pusing..." lapor Sandi.
Mika benar-benar tidak tau tentang hal itu.
"Rehan tak kuat untuk bekerja tadi siang. jadi memutuskan untuk kembali ke rumah dan beristirahat... jadi dia tidak memberitahumu?".
"Tidak Kak..." jawab Mika.
bahkan ia tak mendapat pesan apapun dari pria itu seharian. hanya saja Rehan memang berpesan untuk Mika pulang sendiri karena pria itu tak bisa menjemputnya.
dan sejak pagi memang keadaan Rehan sedikit berubah dari biasanya.
"Cobalah untuk menghubunginya..." ucap Sandi. "Aku pergi dulu ya... ada pekerjaan yang belum selesai..." pamitnya dan menepuk bahu Mika sebelum melangkah pergi meninggalkan gadis itu.
Sedangkan Mika, gadis itu juga ikut pergi dan menuju ke ruangan Ayah Adam berada.
Di Ruangan Ayah, beberapa kali Mika mencoba untuk menghubungi Rehan. tapi tak ada tanggapan sama sekali. bahkan Mika sedikit khawatir karena Rehan tak juga mengangkat telepon darinya.
"Kenapa? tak juga diangkat?" tanya Ayah bersuara. melihat putrinya mencoba untuk menghubungi Rehan sejak tadi.
"Iya Yah.. dia kemana ya? atau mungkin ponselnya ketika ketinggalan..." gumam Mika.
"Tidak mungkin... mungkin saja dia tidur..." timpal Ayah dengan praduga nya. "Coba hubungi lagi.. atau lewat telepon rumah...".
dan Mika pun mengangguk setuju.
Tapi semua usahanya sia-sia. Rehan tidak bereaksi apapun.
"Atau kau mau pulang dan melihat keadaan suamimu?" ucap Ayah.
entah kenapa Ayah juga berpikiran sama. khawatir terjadi sesuatu pada Rehan.
"Pulanglah sana," usir Ayah lagi.
dan Mika pun akhirnya setuju. gadis itu akan pulang ke rumah untuk melihat keadaan Rehan.
"Mika pulang Yah..." pamitnya.
"Hm, Hati-hati di jalan..." ucap Ayah melepas kepergian Mika dari Perusahaan itu.
Dan sepanjang perjalanan, langit telah berubah warna menjadi gelap. lampu-lampu kota mulai hidup untuk menerangi jalanan di malam hari.
Terjebak macet, adalah hal lain yang Mika hadapi saat ini. perasaannya semakin tak karuan. ia ingin segera sampai ke rumah.
Gadis itu berlari masuk ke dalam rumah setelah sampai. "Rey..." panggilnya. tapi tak ada sahutan dari dalam rumah.
Apa dia pulang ke rumah Papa Bima? batin Mika bicara.
tapi Mika tak berputus ada, ia berlari naik menuju ke kamar Rehan. menghidupkan lampu dan mencari keberadaan pria itu.
Tak ada...
Mika kembali menelepon ponsel milik Rehan. berbunyi. "Ponselnya bunyi..." gumam Mika.
terus mencari sumber suara dan yakin bahwa ada Rehan.
di anak tangga saat hendak turun, samar Mika melihat sebuah cahaya berkedip di bawah sana. cahaya yang berasal dari ponsel Rehan.
Mika turun dan benar saja. Terlihat Rehan tidur di sofa panjang depan TV. Mika menghidupkan lampu ruangan itu dan melihat keadaan Rehan yang tak berdaya. wajah pria itu memerah dengan keringat dingin yang mengucur hebat dari tubuhnya.
"Rey..." panggil Mika. menempelkan punggung tangannya ke kening Rehan. dan Mika kembi membuatkan mata. Rehan demam tinggi.
Pria itu terus mengingau. tubuhnya bergetar menahan sakit.
Mika tak tau harus berbuat apa. tapi nalurinya seolah bekerja dengan baik. gadis itu berlari mencari air dan kain bersih.
Juga mengamati sekantong obat yang berada di meja. satu persatu Mika memeriksanya dan mengambil obat penurun panas itu. membukanya dan membantu Rehan untuk meminum pilnitu sebagai pertolongan pertama untuk menurunkan demam.
"Minumlah Rey..." ucap Mika sambil membantu Rehan menelan pil itu dengan segelas air.
Mika juga mengkompres kening Rehan dengan air. tak peduli bahwa mereka sering berdebat. di saat ini Mika hanya ingin menolong Rehan dari sakitnya.
***