***^^ Cerita ini adalah kisah nyata.
Nama tempat dan tokoh dalam cerita hanya samaran semata, serta ada tambahan-tambahan bumbu di dalamnya. Selamat membaca 🤗🤗 ***^^
Yulia Kinanti, wanita cantik asal desa yang menikah dengan seorang laki-laki dewasa asal kota yang bernama Rama Bagaskara 45 tahun. setelah mereka menikah, Yulia di boyong ke rumah suaminya yang ada di kota.
Namun siapa sangka, sang suami ternyata mempunyai anak laki-laki yang sudah dewasa, dia bernama Dewangga Arya Bagaskara 23 tahun yang seorang mahasiswa.
Dewangga Jatuh hati terhadap ibu tirinya sejak pertama kali melihatnya. namun, Angga berusaha untuk menahannya dan melupakannya, akan tetapi rasa itu tidak bisa di hilangkankan dan justru semakin besar. membuat Angga gila dan melakukan banyak cara untuk mendapatkan hati ibu tirinya. bagaimana kah kisah mereka selanjutnya. ? yuk terus ikuti ceritanya ya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ~ Dewi KEGELAPAN ~, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Angga terus saja memandang ke arah wanita yang mulai menaiki anak tangga itu. Ada sedikit rasa bersalah yang mendera, melihat Yulia bersikap aneh tadi. Memang semua karena ulahnya.
Apakah Angga menyesal ? Tentu saja tidak, dia tetap merasa puas kerena sudah bisa menanam benih di dalam rahim wanita yang dia cintai.
Biarlah dia bersikap egois, menginginkan Yulia menjadi miliknya, walau besar kemungkinan resiko yang akan dia terima, dia harus bermusuhan dengan Ayah kandungnya sendiri.
" Angga, Papah sudah selesai makan. Papah naik duluan ya, kayanya mamah kamu benar- benar tidak enak badan."
" Ya Pah, naik saja dulu. " Sahut Angga tanpa melihat ayahnya.
Rama bergegas naik, menyusul sang istri ke lantai atas di mana kamar mereka berada.
Angga menghela nafas panjang, kemudian ikut meletakkan sendok dan garpu di atas piringnya. nafsu makannya pun sudah hilang entah kemana.
Melihat Yulia yang sedang tidak baik-baik saja, membuat dirinya di hantui rasa bersalah. kalau seandainya tadi dia bisa mengontrol diri, mungkin Yulia tidak akan sampai seperti ini. Tapi, Angga yang tidak pernah merasakan seorang wanita, sejak melakukan pertama kali dengan Yulia menjadi tidak terkendali.
Angga bak musafir yang sudah lama mengembara, dan baru saja mendapatkan sumber mata air, sehingga membuatnya liar dan tidak terkendali.
Sementara itu di dalam kamar, Rama mendapatkan sang istri yang sudah bergelung di bawah selimut, sang istri meringkuk bagai bayi yang kedinginan. Rama melangkah pelan menghampiri sang istri, dan duduk di tepi ranjang dengan perlahan.
" Sayang, apakah kamu sudah tidur.? " Bisik Rama pelan, tepat di telinga sang istri.
" Hm, "Yulia hanya bergumam lirih, tanda dia tak mau di ganggu.
Rama membenarkan selimut yang di pakai Yulia, lalu melabuhkan ciuman hangat dan lembut pada pipi Yulia.
" Good night sayang." Bisik Rama.
***
Hingga tengah malam Angga duduk sendirian di dapur, berharap wanita yang di cintainya turun untuk sekedar mengambil air atau makanan. Karna Angga tau, Yulia tidak makan dengan benar tadi malam. Ada rasa cemas di hati Angga, dia takut jika wanita yang di cintainya akan jatuh sakit. Dan jika itu sampai terjadi, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.
Angga terus menatap ke arah ujung tangga, berharap Yulia tiba-tiba muncul dari sana. Namun, sampai dini hari Yulia tak juga muncul, membuat Angga menyerah dan meninggalka area dapur, apa lagi jarum jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Dia berjalan menuju kamarnya, namun langkah kakinya berhenti ketika rasa cemas semakin kuat menghantui hati dan pikirannya. Angga membalikkan badannya dan melangkah dengan pelan menaiki anak tangga. Dia berdiri tepat di depan kamar Ayah dan ibu tirinya, lalu menempelkan telinganya ke daun pintu guna untuk mencuri pendengaran.
Hening.
Bahkan tak ada suara apa pun yang bisa di curi dengar olehnya. " Apa mereka kelelahan bergulat, hingga begitu pulas tidurnya. " Batin Angga.
Berbagai pikiran aneh dan kotor memenuhi otaknya, membuat dia geram dan marah sendiri. Ia ingin sekali berteriak , kalau saja tidak ingat ini tengah malam buta, dan dia berada di mana.
Ceklek..!!
" Lho Angga. ?"
Pintu tiba-tiba terbuka dari dalam, dan Rama terperanjat saat melihat sang putra tengah mematung di depan pintu kamarnya.
Begitu juga dengan Angga, pemuda itu tak kalah terkejutnya dari sang ayah.
"Aduh sial,! Kenapa malah dia sih yang nongol." Kesal Angga dalam hati.
" Pah, kenapa kok bangun ,? " Angga berusaha mengalihkan pembicaraan.
" Hm, Papah tiba-tiba haus, tadi lupa gak bawa air minum. Karena yang biasa sediain kan Mamah Kamu. " Jawab Rama sembari menutup pelan pintu kamarnya, dia takut membangunkan sang istri yang tengah tertidur lelap.
" Hm, Gimana keadaan Mamah, Pah ? Apa dia baik-baik saja ?. " Tanya Angga, dia mengusap tengkuknya, untuk mengurangi rasa canggung.
" Mamahmu sedang tidur nyenyak, kayaknya dia kecapean. Karna papah perhatikan beberapa hari ini mamahmu sibuk bikin cerita, dia nulis Novel. "
" Masa sih pah ? Kok aku gak tau."
" Ya, mungkin mamah kamu memang
gak mau cerita, papah juga gak tau kalau papah gak memergokinya."
" Oh, gitu. Yaudah pah Angga kembali ke kamar ya, ngantuk. "
" Ya, sudah, sana. "
Angga pun kemudian pergi dan masuk ke dalam kamarnya. Karena matanya juga sudah sangat lelah dan mengantuk. Hampir semalaman dia melakukan hal konyol, duduk sendirian di dapur berharap bisa bertemu dengan Yulia.
Angga merebahkan tubuhnya, dia senyum-senyum sendiri bak orang gila sembari memeluk gulingnya. Dia menganggap bahwa guling itu adalah Yulia.
Setelah membisikkan nama Yulia, Angga memejamkan mata dan tak lama setelahnya dia terlap juga.
******
Rama keluar dari dalam kamar mandi pagi ini, hanya dengan mengenakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Dia menghampiri sang istri yang masih terlelap.
" Tumben , dia masih tidur. Biasanya sudah di dapur. Apa lagi ini sudah hampir jam 8" Batin Rama.
" Sayang, " Bisik Rama, di telinga kanan istrinya. Karena posisi sang istri membelakanginya.
" Hm.."
" Kamu nggak bangun. ? "
" Kepalaku pusing sayang, rasanya dunia ini berputar. " Lirih sang istri.
" Kamu sakit. ?" Sontak Rama panik, dia mencoba menyentuh kening istrinya. Dan detik itu juga Rama terkejut saat merasakan suhu tubuh sang istri ternyata panas sekali.
" Astaga, Badanmu panas banget sayang. "
" Kepalaku berdenyut-denyut mas, pusing sekali rasanya. "
" Aku ambil kompres dulu ya di bawah, sekalian meminta bibik untuk membuatkan kamu bubur. " Rama bergegas ganti baju, dia memakai celana pendek hitam rumahan dengan kaos polos berwarna putih, beruntung hari ini dia tak ada jadwal urgen, jadi dia bisa berangkat agak siang.
" Hm. " Jawab Yulia.
Rama melesat keluar dari kamar, sampai di bawah dia bertemu dengan Angga, yang hendak berangkat ke kampusnya.
" Pah, kenapa lari-lari gitu.? " Teriak Angga saat sang ayah sudah sampai di dapur.
" Mamah kamu sakit, badannya panas banget." Jawab Rama yang masih sibuk menyiapkan alat kompresannya.
Angga sontak saja terkejut, dia bergegas menaiki anak tangga dan melihat Yulia dari depan pintu yang di biarkan terbuka. Dia bisa melihat sang ibu tiri yang tengah meringkuk di atas ranjang, membelakangi pintu. Hati Angga mencelos, rasa bersalah itu dengan kuat menghantam dadanya. ingin sekali dia masuk ke dalam kamar dan memeluk tubuh yang sedang meringkuk itu.
Angga masih betah berdiam diri dan mematung di tengah pintu, Hingga sang ayahnya kembali.
" Kenapa kamu cuma diam di situ ?" tanya Rama, dia sudah membawa baskom yang berisi air hangat untuk sang istri.
" Tidak ada, aku hanya ingin melihat mamah dari sini saja. " ucap Angga sembari menyingkir memberikan jalan untuk lewat ayahnya.
" Masuklah, tidak apa-apa. lihat mamah kamu dari dekat. " Ucap Rama yang melangkah menuju sang istri dan di ikuti oleh Angga di belakangnya.
Rama memasukkan air ke dalam baskom yang berisi air hangat itu, lalu menempelkan ke kening istrinya yang tampak rapat memejamkan mata.
" Papah gak panggil dokter.? " Tanya Angga dengan raut wajah yang cemas, untung saja Rama membelakanginya, jadi tak bisa melihat raut wajah aneh yang di tampakkan oleh Angga.
" Mamah kamu nggak mau, mau istirahat saja katanya. Mana Papah ada panggilan urgent lagi. Gimana ya ..." Ucap Rama dengan gelisah.
Tentu saja Angga tersenyum dalam hati. Bak mendapatkan durian runtuh dari atas pohon. Dia begitu senang mendengar sang ayah yang harus kekantor.